Chapter 7

10.2K 992 48
                                    


NOTE: Jadi mulai chapter ini, akan ada beberapa adegan yang disturbing untuk chapter-chapter selanjutnya. Dan buat yang nungguin kapan Nathan-Lydia bisa mulai saling suka.. kayaknya masih agak lama. Bayangin aja Nathan berengsek begitu kan susah juga. Haha. Love takes time. So does theirs. :) Enjoy!


CHAPTER 7

SEMUA orang memperhatikannya. Mendadak dia menjadi terkenal di kampus. Samar-samar Lydia mendengar orang-orang berbisik sambil menengok ke arahnya, padahal dia baru berjalan dua langkah melewati pintu masuk. Dia melirik ke kiri dan kanan, ternyata benar! Mereka memang sedang membicarakannya.

Memangnya apa yang salah dengannya?

"Hei!" Teman ningratnya, Leopold, terlihat menepuk pundak kanannya pelan.

Lydia terheran-heran. Tentu saja dia merasa heran. Tapi sebelum menjelaskan, mungkin lebih baik kalau temannya Lydia ini diperkenalkan dulu: seperti yang sudah disebutkan, namanya Leopold. Prince Leopold. Ya, dia memang keturunan ningrat. Semua orang tahu bahwa dia adalah bagian dari The royal family, begitu juga dengan Lydia. Tapi sayangnya dia tidak begitu peduli dan tidak banyak mendalami tentang asal-usul keluarganya. Payah memang! Lydia payah memanfaatkan kesempatan.

Leopold ini adalah teman dari temannya, Daniel. Dia tidak pernah berbicara dengan Lydia sebelumnya. Well, mungkin hanya sedikit basa-basi dan cuma itu saja. Itulah mengapa tindakannya saat ini cukup membuat Lydia tersentak saking tidak percayanya.

"Nice bruise!" Leopold tersenyum tipis dan berjalan mendahuluinya.

Shit.

Luka memarnya masih terlihat sejelas itu?

"Astaga, Lydia, apa yang emm..?" Miriam, temannya yang lain, mengangkat tangannya dan memberi isyarat di sekitar wajahnya.

"Ada sedikit masalah."

"Aku boleh bilang sesuatu?"

Lydia mengangguk. "Tentu saja boleh. Ada apa memangnya?"

"Kau.. K-E-R-E-N sekali! Awwww,"

Lydia menyiritkan dahi. "Hah? Keren bagaimana maksudnya?"

"Keren saja! Kau terlihat bad-ass. Seperti wanita berambut pirang di Kill Bill itu-," Lydia berfikir keras. Pirang yang mana? Sepanjang yang dia ingat, ada banyak perempuan berambut pirang di sana. "-keren sekali!"

Miriam kembali memekik antusias.

"Keren, huh?" Lydia menyeringai sambil mengingat kejadian beberapa hari yang lalu, tepat ketika Nathan menghajar dan meremas lehernya hingga dia nyaris mati. Hahaha.. keren?

Kalau dia harus dicekik sampai sekarat untuk bisa dipanggil 'keren', dia lebih memilih untuk menyerah saja.

"Kau ikut taekwondo? Kara-tay?" Lydia tertawa dalam hati ketika mendengar bagaimana cara Miriam mengucapkan karate.

"Tidak. Aku tid-,"

"Hush. Kenapa kau tidak ikut extra karatay saja? Kau tahu siapa advisornya? Haahhh, Albert!"

Lydia memicingkan matanya ke arah Miriam. "Albert yang mana?"

"Albert Davey. Aku membayangkannya saja tidak kuat."

"Kenapa tidak kuat?" Lydia lagi-lagi bertanya-tanya.

"Aku pernah mengintipnya ketika dia sedang ganti baju. Dia- dia punya abs yang sempurna! Sempurna! Catat itu, Lydia! Aku berusaha keras supaya tidak pingsan waktu itu karena, arrr, dia benar-benar eye-candy." Miriam tersenyum lebar ketika mengakhiri kalimatnya.

Sweet Dystopia [Discontinued]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang