Chapter 16

5K 623 30
                                    

Note: Short and unedited.

CHAPTER 16

ALEX mempersilakannya duduk. Sekitar tujuh menit menunggu, akhirnya dia kembali dengan sebuah plastik hitam di tangannya. Berbeda dengan beberapa saat yang lalu, saat ini, Alex terlihat rapi dengan baju coklat yang dia kenakan. Di dalam hatinya Lydia bersyukur, karena dia tidak perlu melihat Alex setengah telanjang seperti itu lagi.

"Ternyata datang lebih cepat." Kata Alex singkat.

"Oh."

Dia meletakkannya di atas meja, dengan setengah membanting, membuat Lydia sedikit tersentak dibuatnya. Alex meraih remote televisinya yang berwarna hitam, tanpa merasa canggung, dia duduk berseberangan dengan Lydia dan mulai membuka sebuah percakapan.

"Bagaimana? Apa ada yang salah?" tanya Alex dengan tatapan yang sedikit aneh. Pandangan matanya itu, seolah membaca seluruh perasaan gundah yang bersembunyi di balik pikiran Lydia.

"Tidak- um. Aku hanya.. sedikit shock."

"Kenapa shock?" sahut Alex dengan nada tak acuh.

"Ehm, aku belum pernah punya barang seperti ini." Jawab Lydia lirih.

"Oh. Tenang saja. Itu hanya pistol." Pandangan mata Alex kembali ke arah televisi. Melihat dari gerak-geriknya, Alex sepertinya tidak begitu memperdulikan Lydia beserta seluruh rasa takutnya itu. Entah karena dia memang complete asshole atau karena menurutnya, membeli pistol bukanlah sesuatu yang harus ditakutkan.

"Kau dulu tidak takut waktu mempunyai barang seperti ini?" Lydia balik bertanya.

"Aku takut, tapi bukan karena pistolnya."

Lydia terlihat bingung, hingga kemudian kembali melontarkan sebuah pertanyaan. "Kalau bukan karena pistolnya, lalu karena apa?"

"Karena aku membunuh orang dengan barang itu."

Dadanya seolah tersengat oleh sesuatu begitu mendengar jawaban Alex yang sedikit ketus itu. Perasaan tadi menyebar dan merambah ke daerah lain, hingga kemudian rasa dinginnya itu membuat perutnya seketika terasa kebas.

"Ka- kau apa?"

"Aku membunuh orang, dengan benda itu. Tidak kusengaja sebenarnya. Tapi ya begitulah, yang terjadi sudah terjadi. Itu bukanlah sesuatu yang bisa kuubah." Jawab Alex ringan.

Lydia yang kaget tidak bisa menerima penjelasan samar seperti itu. Rasa keingintahuan yang terlanjur menggelayuti batinnya membuatnya kembali mempertanyakan kejadian itu sekali lagi. Kali ini dengan pertanyaan yang lebih spesifik.

"Bagaimana bisa kau- maksudku, apa yang kau lakukan sampai-sampai bisa membunuhnya?"

Alex memalingkan wajahnya dari televisi untuk memandang Lydia dengan ekspresi wajah yang seolah kebingungan. Entahlah, mungkin dia terlampau bingung kenapa Lydia bisa mempertanyakan suatu pertanyaan yang sebodoh itu.

"Bagaimana aku membunuhnya? Ehmm, aku sudah bilang kan kalau aku membawa senjata api waktu itu?"

"Ya aku tahu tap- tapi, bagimana..?" Lydia menggantungkan pertanyaannya, seolah berharap Alex bisa memahami apa yang ingin dia tanyakan dan segera menjawab itu dengan jelas.

"Aku menembaknya sekali. Aku takut, lalu meninggalkannya di sana. Beberapa saat kemudian aku kembali untuk melihat dari kejauhan, dia ternyata sudah tidak bergerak." Jawab Alex dengan ringan.

Lydia terdiam. Seolah tidak mempercayai apa yang baru saja didengarnya. Ketika dipikir lagi, sebenarnya hingga saat ini, Lydia masih terlalu naif terhadap segala hal yang ada di sekitarnya. Dia seharusnya menyadari bahwa orang seperti Alex itu bukanlah orang biasa. Ya tentu saja! Mana ada orang biasa yang membantu orang lain untuk melakukan praktek ilegal?! Laki-laki ini tidaklah berbeda dengan Nathan dan gerombolannya. Dia hanya terlihat lebih casual. Tapi di balik semua itu, mereka tetaplah sama, orang-orang yang hidup dalam dunia yang gelap.

Sweet Dystopia [Discontinued]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang