Chapter 2

15.7K 1.3K 42
                                    

NOTE:

X-Mas= Street-namenya Thomas.


CHAPTER 2

SEMUA berjalan sangat cepat. Begitu cepat hingga hanya sedikit saja yang tersisa di balik ingatannya. Entah apa yang merasukinya, tapi pada akhirnya, tubuh laki-laki yang dua kali lebih besar darinya ini, mampu dia seret masuk ke dalam flatnya.

Dia tidak bisa tidak bangga atas apa yang sudah berhasil dia lakukan.

Dia sudah berhasil mensenyapkan suara-suara aneh di dalam kepalanya lalu dia hantam habis seluruh rasa takutnya. Dia sudah jelas pantas untuk merasa bangga.

Lydia meraih kotak P3K yang dia simpan di dalam lemari. Tidak lama berselang, dia meletakkannya di atas meja. Dia memang seorang medical student tapi meskipun begitu, dia terhitung jarang mempraktekkan apa yang dia pelajari selama berada di sekolah. Jadi, bisa dibilang segala macam P3K yang dia miliki di rumah hanya untuk menakuti serangga.

Baju yang dikenakan oleh lelaki malang itu perlahan mulai dia tanggalkan. Jangan salah menilai.. dia hanya ingin mengobatinya. Ini adalah ketiga kalinya dia harus berurusan dengan jarum dan kulit manusia. Sejauh ini semua berjalan lancar, meskipun dapat dibilang bahwa jahitannya belum begitu rapi.

Sekelumit pertanyaan mendadak muncul dari dalam kepalanya.

Bagaimana kalau laki-laki ini tersadar, lalu dia akan menuntutmu karena sudah meninggalkan bekas jahitan yang tidak rapi pada tubuhnya?

Jantungnya berpacu. Penyesalan mulai membanjiri dirinya.

Lydia melirik ke arah jam dinding.

02:15

Belum lama. Dia masih bisa menyeret laki-laki ini dan meninggalkannya di luar. Dia tidak harus berurusan masalah-masalah baru- yang mungkin saja akan timbul, karena membantu laki-laki ini.

Tapi bagaimana kalau dia mati begitu kau meninggalkannya di luar? Bagaimana kalau ada salah satu dari tetanggamu yang melihat dan melaporkannya pada polisi?

Kepala sialan!

Menarik nafas panjang, Lydia mensterilkan alat-alat yang akan dia gunakan. Barulah setelah itu, dia membersihkan luka dengan desinfektan. Dia memasukkan benang jahit pada jarum yang dia miliki, lalu dia mulai menjahit luka yang ada dimiliki oleh laki-laki ini. Dia melakukannya dengan perlahan, mulai dari ujung, lalu terus turun ke bawah. Dia selalu menyisakan jarak yang sangat kecil dari satu jahitan ke jahitan yang lain.

Tidak dapat dipungkiri, Lydia sangat gugup. Entah sudah berara kali dia mengusap keringat yang mengucur deras melintasi wajahnya.

Satu jam lima belas menit telah berlalu.

Dia menyimpulkan pangkal benang jahitnya, lalu mulai beranjak dari tempatnya duduk. Tubuhnya terasa lega begitu dia meregangkan otot-ototnya yang kaku. Dia sekali lagimerasa bangga akan apa yang sudah dia lakukan. Dia senang. Ah, tidak. Lebih dari itu. Dia bahagia! Dengan langkah yang gontai Lydia berjalan ke kamar mandi. Di sana, dipelototinya baju yang dikenakan oleh lelaki yang ditolongnya ini.

Ini bukan baju yang murah.

Tanpa berfikir panjang, seketika dia langsung menjatuhkan prasangka.

Ah. Dia pasti orang kaya.

Lydia berdecak pelan; setengah berbisik.

Dia memang selalu merasa sentimental dengan orang kaya- orang-orang yang jauh lebih beruntung. Sepanjang hidupnya, dia selalu berusaha keras untuk mendapatkan kesempatan. Kesempatan untuk hidup lebih baik, kesempatan untuk menghidupi keluarganya yang jauh di seberang dunia. Dia berusaha mati-matian untuk itu. Tapi kadang, amarahnya memuncak, ketika dilihatnya orang-orang beruntung itu, bisa dengan mudahnya menolak kesempatan yang muncul di hadapan mereka. Kesempatan yang sama, dengan yang dikejar mati-matian oleh dirinya.

Sweet Dystopia [Discontinued]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang