NOTE: This chapter contains some swearings.
CHAPTER 14
HARGANYA £300. Untuk benda sekecil ini, harga tadi bisa dibilang sangat mahal. Tapi toh kalaupun ternyata Lydia ditipu atau bagaimana, dia juga sudah tidak peduli. Memiliki ijin kepemilikan senjata bisa dibilang cukup sulit untuk imigran sepertinya. Pasti akan memerlukan waktu yang lama. Sedangkan dia sendiri tidak memiliki banyak waktu. Dia harus segera memilikinya, dan yang paling penting, dia harus segera bisa menggunakannya. Tapi untuk apa? Jujur saja, sampai saat ini, Lydia juga tidak tahu.
Barangnya akan datang tiga hari lagi. Dan setelah itu, Lydia akan pergi ke tempat Alex untuk berlatih menggunakannya setiap ada waktu. Apa dia sudah bisa merasa tenang untuk sekarang? Naah! Tidak! Ketika dia menghitung kembali tabungan yang dia punya, dia tahu masalah yang lain akan segera datang- uang.
Semenjak pindah, dia sudah tidak lagi bekerja. Simpanan yang ada di tabungannya juga tidak bersisa banyak. Dan dengan ajaibnya, dia mengeluarkan uang sebesar £300 untuk membeli sebuah senjata yang bahkan tidak dia ketahui untuk apa ke depannya. Damn! Kalau dipikir-pikir lagi sepertinya Lydia perlahan sudah menjadi tidak waras. Dan yang lebih menakutkannya lagi, saudaranya tidak akan mengirimi uang sampai akhir bulan. Tambahkan itu semua dan jadilah sebuah mimpi buruk yang tidak akan berakhir.
.... kalau Nathan menyukaimu.
Sial. Kata-kata Edward lagi-lagi muncul mengiang di balik kepalanya.
Lydia terdiam. Matanya dengan lekat mengamati refleksi wajahnya di layar laptopnya yang beberapa saat lalu dia matikan. Dia tidak cantik. Tapi juga tidak begitu buruk. Kalau dia berdiri di tengah gerombolan perempuan di pusat kota, dia tidak akan terlihat menonjol secara fisik. Dia hanyalah perempuan yang biasa dalam segala hal. She is a total plain Jane.
Kalau saja benar apa yang dikatakan Edward, itu pasti akan membuat Lydia tidak berhenti bertanya-tanya: apa yang sebenarnya dilihat oleh Nathan?
Suara tarikan nafas panjang terdengar ketika dia melihat selembar kartu nama milik Nathan tergeletak begitu saja di atas meja belajarnya. Lydia mencoba mengingat, tapi dia bahkan tidak ingat kapan Nathan memberikan kartu nama itu kepadanya.
Ah, yasudah.
Dia berjalan menuju ke tempat tidurnya, meninggalkan meja belajarnya yang berantakan begitu saja. Hari ini dia mau tidur lebih awal. Tidak banyak yang bisa dia lakukan. Tidak banyak teman yang bisa dia hubungi. Dia merasa bosan. Dengan begitu tidur adalah solusi paling utama untuk saat ini.
Tangannya hendak meraih gagang pintu. Hingga tiba-tiba dia mendengar suara ketukan. Butuh waktu beberapa saat bagi Lydia untuk menyadari bahwa itu adalah suara ketukan di pintu depannya.
Siapa yang datang di jam-jam segini?
Lydia menengok ponselnya.
Zero messages.
Tidak ada yang mengabarinya kalau mau datang.
The hell? Atau jangan-jangan Nathan?
Dia berjingkat pelan menuju ke tempatnya belajar. Tangannya menyambar kartu nama milik Nathan dan menghubunginya setelah itu.
Tuuut. Tuuut. Nada tunggu.
Tidak ada suara deringan atau getaran terdengar di telinganya.
Shit. Kalau begitu siapa yang ada di luar?
Lydia mendekat ke arah pintu. Di dalam hati, dia sudah mengumpat habis-habisan karena tidak bisa melihat siapa yang sedang berdiri di balik pintu rumahnya itu. Merasa bingung, Lydia akhirnya mencoba menengok dari bawah pintu. Dia hanya melihat sebuah sepatu hitam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Dystopia [Discontinued]
RomansaLYDIA tidak pernah menyadari, bahwa membantu seorang laki-laki yang tergeletak penuh luka di samping rumahnya, akan membuat hidupnya menjadi sulit. Semua mulai menjadi rumit, ketika dia tahu bahwa laki-laki itu adalah anak dari seorang konglomerat b...