Chapter 9

10.9K 990 79
                                    

NOTE: This chapter contains some swearings.


CHAPTER 9

MEREKA mengangkut semua barangnya pada hari itu juga. Begitu semua selesai, Edward meminta segelas kopi sebelum akhirnya pamit untuk pulang. Setelahnya, Lydia tidak bisa berhenti mengamati flat baru miliknya ini. Luas dan terlihat lebih elegan. Desainnya memang sedikit kuno dibanding standar jaman sekarang. Tapi, ya sudahlah. Ini semua sudah cukup untuknya.

Lydia menilik jam yang dia kenakan pada pergelangan tangannya.

3.10 PM

Ini waktunya untuk belajar. Crap! Dia benar-benar tidak ingin belajar untuk saat ini. Dunia terasa pengap dan otot-otot di dalam tubuhnya terasa kaku. Dia hanya ingin berbaring dan menarik selimutnya hingga setinggi leher. Dia terlalu lelah untuk membuka buku tebal itu. Tulisan yang ada di dalam buku itu terlalu rengkat sehingga matanya selalu pedih setiap kali dia membaca terlalu lama. Gambar yang ada juga tidak begitu banyak. Dan yang jelas, buku itu tidak menarik sehingga setiap kali dia harus membacanya, dia harus mengumpulkan niat yang kuat terlebih dahulu.

Lydia masih menatap lekat tumpukan buku yang baru saja dia keluarkan. Sambil menimbang ini dan itu, dia akhirnya menilai bahwa belajar sangatlah penting dan dia seharusnya berusaha lebih keras untuk mempertahankan nilai bagusnya selama di universitas.

Seharusnya.

Ya, memang dia seharusnya melakukan itu. Tapi pada akhirnya, dia hanya memutar matanya dan berdecak sinis.

"Masa bodoh." Gumamnya sambil berjalan menuju ke kamar barunya.

Untuk yang kesekian kalinya, dia mengangkat wajahnya dan memandang ke seluruh penjuru kamar tidurnya yang baru. Cukup lama Lydia menoleh ke kanan dan kiri sebelum akhirnya dia mengembalikan pandangannya ke arah tempat tidurnya.

Jujur saja, dia tidak suka ini. Pada awalnya, dia memang memasang senyum manis kepada Edward setiap kali dia menanyai apakah Lydia menyukai flat barunya ini atau tidak. Tapi jauh di dalam hatinya, dia tidak mau pergi. Meskipun flat lamanya lebih kecil dan terasa lebih pengap, tapi dia lebih menyukainya. Kalau diibaratkan, dia sudah menitipkan hatinya di rumah kecil itu. Dia merasa bahagia di sana.

Dengan ogah-ogahan, Lydia melangkahkan kakinya menuju ke tempat tidur. Tanpa banyak berkata-kata, dia langsung melemparkan tubuhnya ke atas matras barunya itu. Kedua matanya kini menatap langit-langit kamar untuk yang kedua kalinya. Pandangannya masih bergulir di antara permukaan tembok berwarna putih itu. Tepat ketika dia menyadari bahwa langit-langit kamarnya tidak tercat dengan rata, dia teringat akan teman dekatnya.

Dia menyambar ponselnya begitu teringat bahwa Thomas belum tahu tentang kepindahannya.

Hallo, Dis is X-mas. If you have something to say just leave it to the beep.

"Halo, ehm, ini Lydia. Aku hanya ingin mengabari kalau aku sudah pindah. Ceritanya agak panjang jadi mungkin kita bisa mengobrol lebih banyak di lain waktu? Ok. Take care."

Click.

Begitu meletakkan ponselnya, tidak membutuhkan waktu lama bagi Lydia untuk tenggelam dalam rasa lelahnya dan mulai tertidur.

Terasa sudah beberapa puluh menit berlalu. Lydia mulai merasa tidak nyaman dengan posisi tidurnya. Maka dari itu dia mencoba untuk mencari posisi baru yang menurutnya lebih nyaman. Dia mencoba untuk berguling ke kanan, tapi tubuhnya tertahan. Kurang lebih lima menit kemudian, dia kembali menggulingkan tubuhnya ke arah yang sama, lagi-lagi masih tertahan. Dia tidak menyadarinya. Tapi setelah semakin lama, dia merasa semakin hangat. Lagi-lagi dia mencoba merasakan apa benda hangat yang ada di sampingnya. Hingga pada akhirnya dia tersentak kaget ketika mendengar suara geraman pelan.

Sweet Dystopia [Discontinued]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang