Gadis itu menemani pemuda dihadapannya untuk sarapan. Sebagai imbalan karena pemuda itu telah mengantarnya ke sekolah setelah sebelumnya gadis itu tak memiliki tumpangan.
"Tumben Shill lo belakangan ini gue liat kalo berangkat sendirian. Alvin kemana?"
Shilla menatap sengit pemuda dihadapannya. "Kenapa nanya gue? Tanya aja sama dia"
Gabriel terkekeh. "Woelah sinis amat" sindirnya.
"Gue baru tau Alvin deket sama Via" lanjutnya. Sengaja.
"Ya biarin aja sih Yel dia mau deket sama siapa kek" ujar Shilla masih fokus dengan kameranya sambil sesekali menyuap semangkuk bubur miliknya.
Gabriel tersenyum kecil. Ia sangat tahu bahwa Shilla sangat tidak menyukai topik yang Gabriel buka pagi ini.
"Yakin ga peduli?" Godanya. Masih gemas dengan sahabatnya itu.
"Gabriel berisik ah katanya laper makan aja sih lo tuh ya emang ga pernah bisa baca suasana hati orang" ujar Shilla dalam satu tarikan napas.
Gabriel terbahak. Lucu sekali melihat ekspresi kesal gadis dihadapannya itu. Shilla mengambil gambar Gabriel yang sedang terbahak diatas penderitaannya. Tetap sama. Hasilnya buram. Shilla mendecak kesal. Sudah waktunya ia ganti kamera kah?
Shilla menunjukkan foto yang baru saja diambilnya tadi pada Gabriel. "Liat nih. Muka muka orang yang suka tertawa diatas penderitaan orang. Cuma sahabat dimulut doang" sindir Shilla.
Gabriel menghentikan tawanya. "Haha sensitif banget sih lo hari ini"
"Bodo" ujarnya.
Shilla mengalihkan perhatiannya pada kedai penjual bakmie di ujung kantin. Pemandangan yang sangat tak ia harapkan untuk dilihat di pagi yang cukup cerah ini. Gabriel mengikuti arah pandang gadis itu. Alvin dan Via rupanya. Kasihan juga gadis ini. Gabriel tahu betul perasaan gadis dihadapannya itu. Menunggu seseorang yang salah sesungguhnya bukanlah hal yang mudah.
"Shill. Ajarin gue photography dong. Lo kan expert tuh. Kayanya seru deh kalo kita bisa ngeabadiin semua momen di hidup kita yang udah jelas ga bakal keulang lagi" ujar Gabriel. Mencoba mengalihkan perhatian gadis itu.
"Itu mah otodidak aja. Pada dasarnya semua orang tuh bisa" ujarnya.
"Halah sok merendah lo. Cuma lo satu satunya orang yang gue kenal yang bisa manipulasi efek tanpa pake editor"
Shilla terkekeh pelan. "Lebay lo" ujarnya.
"Nih lo foto fotoin aja apaan kek yang bagus. Pasti nanti lo tau sendiri kalo itu tuh sebenernya ga butuh skill khusus" ujar Shilla sambil memberi kamera SLR nya pada Gabriel.
"Buat gue nih?!" Ujarnya terkejut.
"Seenak jidat lo! Balikin nanti. Jangan dibetak" ujar Shilla. Gabriel terkekeh pelan.
"Wuui tumben. Emang lo ga pake Shill? Biasanya semut bawa gula juga lo foto" ledek Gabriel.
"Eh itu namanya seni. Dari foto simple yang kesannya meaningless itu sebenernya banyak makna tersembunyinya" ujar Shilla dengan segenap jiwa seninya.
"Halahh sok berteori. Btw gue udah jarang deh liat lo menyendiri di taman belakang sambil foto foto"
Shilla terkekeh pelan. "Haha udah penuh album gue. Lagian mata gue lagi jelek. Lagi burem gitu" ujarnya.
"Sejak kapan mata lo sehat. Gue ganteng gini aja selalu lo hina" ujarnya.
Shilla tertawa terbahak. "Ya kalo itu sih fak-"
KAMU SEDANG MEMBACA
Photograph
Teen FictionAshilla dan Alvin. Dua sahabat yang telah dipersatukan sejak kecil. Namun perlahan rasa itu berubah, begitu juga dengan mereka.