Just End it!

419 22 4
                                    

Waktu mulai menunjukkan waktu pagi. Namun langit masih belum begitu cerah. Gadis itu duduk di kursi supporter paling bawah. Memainkan kamera ditangannya ditengah gelapnya hari. Pasalnya, jika gadis itu berangkat lebih siang, ia akan kehabisan 'ojek' dan harus setia menunggu angkutan kota yang sangat lama mengingat tak ada lagi yang dapat mengantar jemputnya.

Antar-jemput. Ya. Alvin. Sahabatnya itu membuat otaknya tak dapat beristirahat. Masih memikirkan gadis yang dikencaninya sekarang.

Shilla berdecak tak percaya. Ternyata gadis itu menyimpan sejuta rahasia. Disisi Shilla berdecak kagum. Sudah tiga pemuda tampan dan baik hati yang ia kenal menjalin hubungan dengan satu gadis diwaktu yang bersamaan. Dan kedua dari mereka telah merasa sakitnya dikhianati oleh gadis itu.

Shilla tenggelam dalam dilemanya. Ia tak ingin Alvin menjadi sasaran selanjutnya. Shilla sangat menyayangi Alvin. Via sangat beruntung dapat memenangkan hati pemuda itu hanya dalam beberapa pertemuan. Shilla yang telah menanti pemuda itu selama bertahun-tahun tak rela jika pemuda itu menaruh hati pada gadis yang salah.

Shilla sangat ingin menghentikan semuanya. Tak mau pemuda itu jatuh lebih dalam hingga tergores luka yang lebih dalam. Tak sanggup jika Shilla harus berada disampingnya dan menatap kesenduannya seperti yang telah ia lakukan pada kedua pemuda lainnya itu, Ray dan Romeo.

Namun disisi lain Shilla sangat memahami posisinya. Posisinya yang hanya seorang sahabat di hidup pemuda itu. Sedekat apapun mereka, Shilla rasa tidak pantas baginya untuk mengatur hidup sahabatnya itu.

Gadis itu menghela napas berat. Mungkin benar kata Ray. Tunggu. Sudah berapa kali gadis itu membenarkan pernyataan Ray? Huh. Melihat senyum pemuda itu selalu membuatnya tenang. Entah untuk siapapun senyum itu. Rasanya tak ingin merusak kebahagian Alvin walu bukan dengannya. Terkadang cinta itu memang harus mengalah.

"Hey sistaa"

Shilla mengalihkan pandangannya pada pemuda yang menyapanya itu. Sedikit tersentak lalu tersenyum sejenak. "Eh Kka. Tumben pagi banget?"

Cakka berjalan mendekatinya dan duduk disebelahnya. "Iya dong kan mau latihan" ujarnya semangat.

"Wuiih main hari ini ya? Gue nonton dong jam berapa?" Ujar Shilla.

"Gue gatau sih. Makanya pantengin dong lapangan" ujarnya.

"Yee emang lo doang yang harus gue foto. Yakali artikel ARCTIC isinya lo semua"

Cakka terkekeh pelan. "Lo juga ngapain dateng pagi banget? Sendirian lagi kaya anak ilang"

Shilla menghela napas pelan. "Abis daripada gue kesiangan. Kan ojek susah kalo siang" ujarnya.

Cakka mengangguk mengerti. "Ojek pribadi lo udah jadi hak milik orang lain ya soalnya"

Shilla membelalakkan matanya. "Apaan sih lo ga nyambung" ujarnya.

Cakka tertawa puas. "Hahah becanda kali"

Shilla mencibir sejadinya menatap Cakka yang masih tertawa puas. "Temen macem apa sih lo" cibirnya.

"Hoooooii"

Shilla dan Cakka menatap sumber suara yang berasal dari kejauhan. Keduanya terkekeh pelan melihat tingkah pemuda yang datang bersama dua orang lainnya.

"Temen lo tuh Shill" ujar Cakka.

Shilla menggeleng seraya terkekeh pelan. "Ga kenal" ujarnya.

"Hai Gabriel hadir. Yang lain mana?" Tanya pemuda itu menghampiri Cakka dan Shilla diikuti kedua lainnya.

"Gue udah, Gabriel udah, Sion udah, Lintar udah. Tinggal Rio, Alvin, Septian sama Abner" absen Cakka.

"Tunggu bentar ya guys" ujar Gabriel seraya duduk di depan Cakka.

PhotographTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang