Chapter 9

2K 87 1
                                    

Malam hampir memasuki pertengahannya adalah masa yang paling indah untuk menikmati ketenangan dan kedamaian. Kehadiran rembulan memberi sinaran cahaya kelam yang cukup mempesona umpama sebuah lampu yang tergantung di angkasa, di kelilingi pula oleh bintang-bintang berkelipan menyinari malam yang gelap. Malam di kala tiada lagi sinar mentari. Dimana semua aktivitas kehidupan mula berhenti―tidak benar-benar berhenti di pusat kota, terutama di kota-kota besar yang mendapat julukan kota yang tidak pernah tidur. Suasana menjadi sunyi dan sepi. Masa untuk memulihkan kembali kesegaran dan tenaga untuk tubuh dan jiwa tidur nyenyak di ranjang yang empuk, berbalut selimut tebal yang hangat, larut dalam dunia mimpi masing-masing. Dari arah jalan raya, sebuah mobil Lamborghini melaju dengan kecepatan sedang memasuki sebuah rumah Hyuga Hinata lalu berhenti sedikit jauh agar mobil itu tidak terlalu terlihat. Sang pengemudi―panggil saja Naruto, melirik kecil ke jam tangan di pergelangan tangan kanannya. Meski jarum jam menunjukkan angka 23.56 waktu Tokyo, hal itu tak menyurutkan niat seorang CEO NamikazeCorp. untuk memberikan kejutan lamaran yang merupakan ide dari Yugao.Untuk Pria berpakaian semi formal itu rela melakukan apapun hanyauntuk momen khusus ini. Dia sudah memesan satu buket mawar merah dengan satu buah kartu ucapan yang terselip di antara bunga-bunga mawar itu. benda itu berada di kursi penumpang di samping Naruto, dan juga sebuah cincin bertatahkan berlian ungu yang tersimpan manis di kotak cincin berbahan beludru di kantong celananya. Untuk langkah awal, Naruto mengambil buket bunga mawar merah keluar dari dalam mobil dan berjalan masuk ke pekarangan rumah Hinata―yang untungnya gerbang rumah Hinata tidak dikunci,Naruto meletakkan buket bunga itu tepat di depan pintu rumah. Naruto lalu menyembunyikan dirinya di area gelap yang tidak terlihat. Dia merogoh saku celananya, mengambil ponselnya.Naruto men-dialnomor kekasihnya. Kurang lebih satu menit kemudian, suara jernih kekasihnya sudah terdengar. Jam di pergelangan tangan Naruto sudah menunjukkan angka 00.00.

"Moshi-moshi...Naruto-kun?"tanya Hinata dengan suara parau yang khas karena dipaksa bangun.
"Hn. Maaf mengganggumu,Hime.. Bisakah kau keluar sebentar?"
"Apa... apa kau ada diluar? Tengah malam begini?!"seru Hinata tidak percaya.
"Keluarlah."
"Baiklah. Aku akan keluar,"balas Hinata dengan nada yang terdengar tergesa-gesa.
"Dan jangan matikan telepon-nya."
"Aku mengerti."Hinata masih berbalut pakaian tidurnya melangkah keluar dengan sedikit tergesa, ponselnya masih ia pegang dan menempel di telinga kanannya.

CKLEKKK...

Hinata membuka pintu rumahnya. Dia terkejut karena tidak mendapati Naruto dimanapun. Hinata tidak tahu kalau di bawahnya ada buket bunga.

"Naruto-kun―"

TUT TUT TUT...Naruto dengan sengaja mematikan telepon. Hinata memandang sejenak teleponnya, dia mencoba menghubungi Naruto kembali namun gagal dan memutuskan untuk memasukkan telepon flip-nya ke kantong celana pakaian tidurnya. Hinata yang diselimuti rasa penasaran mulai kembali melangkah untuk mencari keberadaan Naruto. Bingung dan senang menyelimuti perasaannya saat mendapati sebuah buket mawar merah tanda cinta tepat di rumahnya, di depan pintunya, di bawahnya, di depan matanya. Hinata sedikit berjongkok untuk mengambil buket itu. Aroma wangi menyergap hidungnya saat ia menyium harum bunga mawar merah itu yang berarti bunga itu masih sangat segar. Wanita bersurai indigo itu mengambil kartu ucapannya. Hanya sebuah rangkaian kata yang singkat, sedikit, dan sederhana tapi sudah cukup untuk membuat Hinata tersenyum manis―bahagia―dengan rona merah menghiasi pipinya.

Hime,Aku mencintaimu...

Hinata kembali celingak-celinguk kesana-kemari, berusaha menemukan keberadaan Naruto. Bahkan mobil kekasihnya pun tak ia temukan.'Ada yang aneh,'batin Hinata.

TAP TAP TAP...

Hinata mendengarnya, langkah kaki seseorang, tapi dia tidak tahu dari mana arahnya. Dan dari bagian yang gelap tidak diterangi cahaya lampu di rumah Hinata. Hinata langsung menengok ke kiri saat mendengar suara langkah kaki yang berasal dari arah kirinya. Dia terkejut, senang dan bahagia. Naruto melangkah mendekati Hinata.
"Terima kasih. Terima kasih untuk kejutannya. Aku... aku sangat senang," ungkap Hinata tidak bohong, meski hanya sebuah kejutan kecil tapi ini sangat manis sekali. Hinata juga sulit percaya Naruto bisa bersikap romantis seperti ini. Kekasihnya itu bahkan rela datang ke rumahnya di tengah malam ini, memberikan kejutan untuknya.
"Masuklah. Di luar dingin sekali," ajak Hinata. Sepasang kekasih itu melangkah masuk ke dalam rumah. Ruang tamu yang awalnya gelap gulita kini terang-benderang. Buket bunga itu keduanya letakkan di atas meja tamu. Hinata dan Naruto kini berdiri tak jauh dari meja tamu.
"Tunggulah sebentar, Naruto-kun. Aku akan buatkan ocha untukmu."
"Hinata?" tangan Naruto menggenggam lembut tangan kanan Hinata, menahan langkah wanita itu agar tidak pergi.
"Ya?"
"Ada satu lagi yang ingin aku berikan untukmu."
"Apa itu?" tanya Hinata penasaran. Naruto merogoh kantung celananya, mengambil satu hadiah kecil yang sudah ia persiapkan. Kedua mata Hinata membulat kaget tapi juga senang saat kedua matanya menangkap kotak cincin itu. Naruto melepaskan tautan tangan mereka, dia membuka kotak cincin dan mengambil cincin bertatahkan berlian ungu itu. Kedua lavender Hinata tampak berkaca-kaca, kembali merasakan haru bahagia. Tangan kiri Naruto mengambil tangan kiri Hinata, sedangkan tangan kanannya menyematkan cincin itu ke jari manis kiri Hinata. Sangat pas dan begitu manis di jari Hinata.
"I-ini... ini indah sekali,Naruto-kun."
"Kau suka?"
"Ya. Sangat suka. Terima kasih."
"Kalau begitu kau menerimanya, kan?" kedua alis Hinata mengernyit. Naruto menghela nafas pelan.
WILL YOU MARRY ME,HINATA?" lanjut Naruto malu-malu, bahkan dia membuang mukanya dari Hinata. "Aku tidak mau!"
"Hooo... jadi, kau benar tidak mau, Hinata?"
" lamaranmu kutolak!" ucap Hinata lagi sedikit terkekeh. Naruto mendelik tajam pada Hinata.
"Hime..." desis Naruto tajam.
"Bagaimana, ya?"Goda Hinata.
"Hinata?"
"Aku kan hanya bercanda,Naruto-kun. Aku akan tetap menerima lamaranmu."

GREPPPP..

Hinata tiba-tiba saja memeluknya. Naruto sedikit kaget karena ulah Hinata.
"Arigato,Naruto-kun. Ini adalah lamaran yang istimewa.Arigato."Ucap Hinata bahagia sambil mengeratkan pelukannya pada Naruto. Pria itu tersenyum lebar. Naruto membalas pelukan Hinata dengan tak kalah erat.
"Aishiteru,Hime.."
"Aishiteru mo Naruto-kun..."


Tapp...
Tapp...
Tapp...

"Wah sepertinya kami akan segera menimang cucu,Anata."Ucap Kushina yang membuat Naruto dan Hinata terperangah kaget melihat kedatangan yang tiba-tiba itu.
"Tousan?Kaasan? Kalian mengikutiku?"Tanya Naruto dengan menggaruk tengkuk belakangnya canggung.
"Yugao yang memberitahukan ini pada kami,Naruto."Jawab Minato yang kemudian menjauh dari tubuh Kushina sehingga memunculkan sosok Yugao dari belakang.
"Sukseskan Teman?"Tanya Yugao dengan mengerling.
"Hehe...Ini berkat dirimu,Yugao. Kau menyatukan kami seperti ini. Arigatou."Ucap Naruto dengan mentautkan jemarinya dengan jemari Hinata.
"Aku bahagia melihatmu bahagia dengan pasanganmu,Teman.. Oh iya Hinata,Kau beruntung mendapatkan kekasih seromantis Naruto."Jawab Yugao dengan tersenyum.
"Arigatou Yugao-chan."Kilah Hinata dengan munculnya semburat merah dikedua pipinya.


Naruto memeluk Hinata dengan erat. Ia mencium kening Hinata dengan sarat kasih sayang yang teramat dalam.
"Aishiteru Hime..."Ucap Naruto pelan.

Semua hanya menatap haru bahagia pasangan didepannya. Cinta akhirnya menyatukan kembali mereka. Sebuah ikatan suci dari Tuhan mengaitkan mereka dalam benang takdir sebuah pernikahan.







END

Huweeee...Akhirnya end juga fic ini :D

Terimakasih bagi kalian yg sudah baca,Vomen dan Vote cerita ini :*

#pelukkkkkk


Salam Author gaje ini^^

Will You Marry Me, Hinata?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang