Rara hanya bisa tersenyum pahit mendengar teman-temannya di kelas sibuk membawa gosip tentang Aldo.
Tentang Aldo yang menyukai seseorang. Juga tentang Aldo yang tidak menyukai Rara.
Nama Rara memang tak muncul dalam pembicaraan mereka. Namun dalam hati, dirinya tahu. Bukan Rara yang ada di dalam pikiran Aldo.
Tapi Lala.
Lala merupakan teman sekelas Rara. Terus terang, Rara kurang menyukai Lala. Terlepas dari kabar burung bahwa Aldo menyukai Lala.
Rara menilai bahwa Lala terlalu berisik di kelas. Dan dia caper. Dan dia suaranya merusak gendang telinga. Dan dia kegatelan sama cowok.
Dan dia disukai Aldo.
Lupakan fakta terakhir. Rara tidak mau memikirkannya.
"Ra," panggil Abel. "Mau mie ayam?"
Rara hanya menggeleng lemah. "Maunya dia"
"Ra, gak pantes buat lo. Cowok itu udah gak pantes lagi buat lo," kata Abel lembut kemudian mengambil kursi untuk duduk di sebelah sahabatnya.
Abel tahu seberapa sayangnya Rara kepada cowok berjaket biru tersebut. Belum pernah sekalipun Abel melihat Rara sebegitu sayang kepada seorang cowok. Padahal, Aldo bukanlah jenis cowok yang merupakan favorit angkatan. Walaupun Abel juga pernah mendengar bahwa Aldo disukai oleh beberapa orang di angkatan.
Namun tetap saja, ia hanya seorang cowok biasa. Bukan cowok gaul di angkatan. Bukan pula incaran adik kelas. Bukan jenis yang digilai gadis-gadis SMA-nya.
Aldo hanya seorang cowok biasa. Namun Rara mencintainya dengan cara luar biasa.
Abel sering memerhatikan wajah Rara saat sedang membicarakan Aldo. Wajahnya berbinar-binar dan tampak bersemangat. Abel jadi bingung, yang dibicarakan sekarang kan Aldo. Bukan Shawn Mendes atau Luke Hemmings.
Namun Abel tetap mendengarkan cerita Rara. Menikmati setiap detail informasi yang Rara temukan mengenai Aldo.
Setiap Abel mengangkat topik tentang Aldo, yang ada di mata Rara hanya binar bahagia. Namun sekarang, justru nama Aldo lah yang membuat Rara menangis semalam.
Lucu juga melihat terkadang yang dulu merupakan alasan kita untuk tersenyum malah menjadi alasan kita untuk menangis.
"Gue sayang banget sama dia, Bel. Gue.. Gue kira dia ada rasa sama gue. Setelah apa yang gue liat. Setelah kode-kode kecil dari temennya ke gue. Setelah... Setelah semua itu. Gue gak ngerti, Bel. Kenapa Lala? Kenapa harus orang yang namanya mirip gue, Bel? Kenapa gak gue aja?" Rara terus mengoceh tanpa ada rasa ingin berhenti. "Gue pengen muter waktu, Bel. Gue pengen mulai dari 0. Mulai dari gue gak kenal dia. Dan gue gak akan sayang sedalam ini sama dia. Kalo akhirnya gini juga, gue gak mau kenal dia, Bel,"
"Ra," kata Abel dengan lembut. "Gak ada gunanya nyesel, Ra. It hurts but it might be the only way. Mungkin dengan ini lo bisa jadi lebih dewasa,"
"Tapi, Bel.."
Berbagai pertanyaan masih berkecamuk di pikirannya. Kenapa Lala? Bukannya Aldo gak pernah deket sama Lala? Bukannya selama ini...
"Gue tau lo pengen gak percaya kan, Ra? Jujur aja. Gue gak percaya. Semuanya kerasa gak nyambung. Gak make sense. Apalagi, Riki kan suka Lala. Riki sama Aldo kan deket. Mungkin gak Aldo makan temen?" kata Abel panjang lebar seolah dapat membaca pikiran Rara. "Tapi gue yakin. Cepat atau lambat, pertanyaan lo yang banyak itu bakalan ada jawabannya"
Rara tersenyum.
Semua pertanyaan berpasangan dengan jawaban. Tinggal masalah waktu saja kapan jawaban tersebut muncul.Namun, tetap saja rasa sakit tidak akan pergi secepat dirinya mengucapkan kata-kata itu.
"No wise words gonna stop the bleeding." -The Script

KAMU SEDANG MEMBACA
{#1} JARAK
Fiksi Remaja[PEMENANG WATTYS 2016 : HIDDEN GEMS-cerita kurang dikenal] Untuk kita, Yang enggan memperjelas dan menikmati jarak.