Jarak : 05

8K 1K 27
                                    

Abel benar.

Hari itu, Rara membuktikannya. Ia berjalan di koridor sekolah tanpa memainkan game di handphone-nya. Ia menemukan Aldo diantara teman-temannya.

Dengan jaket biru itu. Seperti biasa.

Rara berusaha terlihat tidak peduli seperti biasa. Namun, ia merasakan suatu getaran.

Ia menoleh dan menatap Aldo. Ternyata cowok itu juga sedang menatapnya. Rara buru-buru menoleh ke arah lain, menyembunyikan senyumnya.

Salahkah jika ia berharap?

***

"Tuhkan! Udah gue bilang makanya jangan keasikan main twist," kata Abel sambil mencubit lengan Rara. Dalam hati Abel merasa lega juga akhirnya sahabatnya yang satu ini jadi lebih peka lingkungan. "Lagian ya, Ra. Ini tuh udah berkali-kali dan lo masih gak percaya?"

"Tapi gue baru dua kali ngalaminnya," kata Rara. "Kemarin sama hari ini,"

"Dan gue ngeliatnya dari sebulan yang lalu. Jadi?"

Rara hanya tersenyum simpul. Harapannya perlahan tumbuh.

"Ra, kalo besok-besok dia masih kayak gitu... Berarti dia suka!!" kata Abel dengan penuh semangat. Rara hanya tersenyum. Membiarkan harapan mulai merasuki hatinya.

Salahkah jika ia berharap?

***

Saat itu, Rara sedang menyusuri koridor lantai 3 hanya untuk mencari Pak Budi. Guru kesayangannya tersebut meminta bantuan yang tidak jelas apa. Mungkin bantuan mengisi daftar nilai, seperti yang biasa Rara lakukan.

Saat itulah, ia melihat Aldo. Bersama teman-temannya, Adit dan Rama. Dari kejauhan, tampak Rama yang menyenggol Aldo sambil tersenyum simpul. Hal yang sama juga dilakukan Adit.

Oh, Adit. Dulu Rara pernah menyukai Adit. Namun, itu bukanlah alasan mengapa Rara bisa dekat dengan Aldo. Adit tidak pernah masuk dalam kumpulan chat tengah malam mereka. Tidak pernah masuk dalam obrolan sambil makan mie ayam.

Hanya obrolan sambil lalu.
"Gosipnya, lo pernah suka Adit ya, Ra?"
"Apa gue sepopuler itu sampe digosipin? But, yes. Gue pernah suka Adit tapi it's like long time ago. It doesn't matter anymore"

Adit juga bukan merupakan alasan mengapa ada jarak diantara dirinya dan Aldo. Setelah menanyakan itu, Aldo malah membahas mengapa batuknya tak kunjung sembuh. Lalu Aldo kembali seperti biasa.

Dan tiba-tiba pergi.

Rara kembali memfokuskan pandangan kepada 3 orang yang tadi sibuk senggol-menyenggol.

Samar-samar, ia mendengar pembicaraan mereka.
"Siapa tuh, Do, yang lewat?"
"Ngeliatinnya gak usah gitu amat dong, Do"
"Gak usah nyengir-nyengir gitu dong, gigi lo jelek,"

Rara menelaah sekitarnya. Selain mereka bertiga, hanya ada dirinya.

Salahkah jika ia berharap?

***
HAI!! Maaf kalo ini ceritanya terlalu klise atau mudah ditebak atau apalah. Ini cuma project abal dan iseng karena udah lama gak nulis. Tiba-tiba muncullah Aldo dan Rara ini. Jangan lupa vomments ya kalo kalian suka!!

Dan, buat yang kepo sama kehidupan Aldo bisa baca side story-nya yang judulnya WAKTU
Tengs!

{#1} JARAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang