"Kalo suka tuh bilang, Ra!" komentar Abel sambil menyesap jus apel kesukaannya. "Lagian dia juga kayaknya tertarik sama lo"
Abel menatap Rara yang sedang memerhatikan seseorang dari kejauhan.
Abel mendengus kesal. Pasti si jaket biru itu lagi.
Abel hanya kesal karena dirinya sudah terlalu sering diacuhkan sahabatnya yang satu ini hanya karena si jaket biru.
"Si jaket biru lagi? Jadi gue dikacangin cuma gara-gara si jaket biru nih, Ra?" kata Abel kesal sambil menarik-narik ujung kemeja Rara.
"Apa sih, Bel?" sahut Rara kesal kemudian menusuk-nusuk siomaynya
"YES! Akhirnya gue gak terkacangi lagi!" seru Abel sambil tersenyum lebar. "Jadi, Ra, gue tadi ngomong kalo---"
Terlambat.
Rara sudah memfokuskan pandangan kepada seseorang yang berjaket biru itu lagi.***
Rara menyusuri koridor sekolahnya. Ia merutuki dirinya yang lupa mengerjakan laporan praktikum minggu lalu. Padahal ia merupakan siswi yang rajin mengumpulkan tugas.
Ditambah biologi merupakan pelajaran favoritnya. Agak tidak mungkin rasanya jika ia tidak mengumpulkan tugas mata pelajaran kesukaannya.
Hujan semakin menderas di luar. Rara suka hujan. Ia selalu menikmati air yang jatuh di bumi yang perlahan membentuk sebuah genangan. Alhasil, ia menghabiskan beberapa menit hanya untuk menikmati senandung hujan yang dihasilkan rintik-rintik air yang perlahan jatuh.
"Ra, dicari Pak Budi," kata sebuah suara di belakangnya. Sebuah suara yang dulunya familiar di telinga Rara. Milik seseorang yang dahulu ada di dekatnya. Namun sekarang bagaikan tak terjangkau.
Rara menoleh.
Benar.
Ia menghadapi sebuah wajah dari masa lalunya.

KAMU SEDANG MEMBACA
{#1} JARAK
Ficção Adolescente[PEMENANG WATTYS 2016 : HIDDEN GEMS-cerita kurang dikenal] Untuk kita, Yang enggan memperjelas dan menikmati jarak.