Rara merapikan blouse putihnya kemudian segera turun dari mobil.
Rara terdiam menatap bangunan cafe yang terletak tidak jauh dari SMA nya. Cafe yang menemaninya baik saat suka maupun duka. Tempatnya mengerjakan PR, menggosip teman, sampai foto-foto tidak jelas.
Hari ini, dalam hitungan jam Rara harus melepaskan itu semua.
Rara mendorong pintu cafe dan tersenyum kepada pelayan yang berada di dalam. Hampir semua pelayan mengenal dirinya yang hampir setiap hari datang ke cafe.
Teman-temannya sudah menunggu di meja paling ujung. Meja dengan dekorasi dinding yang paling Rara suka.
Tidak banyak. Hanya ada Abel, Rafi, dan Adit. Rara hanya mengharapkan mereka. Lagipula, yang berinisiatif membuat semacam farewell party kecil-kecilan juga hanya mereka.
"Yailaah, bentar lagi gak ada yang minta traktirin cappucino, nih," kata Rafi membuka pembicaraan.
Rara tertawa. "Nanti kalo gue ke sini, traktir ya,"
"Ah, Ra... Bakalan kangen banget sama lo!!" kata Abel sambil memeluk Rara erat. Abel dan Rara sudah berteman sejak SMP. Sehingga rasanya wajar saja jika mereka akan merindukan satu sama lain.
Mereka pun melanjutkan pembicaraan dengan berbagai hal seru. Sampai tiba-tiba, Adit menanyakan suatu hal yang tidak ingin Rara bahas.
"Ra, lo yakin gak ada yang mau diomongin sama Aldo?" tanya Adit hati-hati.
Abel menatap Rara dengan cemas, "Jangan sampai lo nyesel, Ra. Gue tau gimana perasaan lo ke Aldo."
Rafi hanya mengangguk pertanda menyetujui pemikiran kedua sahabatnya.
"Lo tau, Ra," kata Adit. "Aldo masih beranggapan lo udah gak peduli sama dia."
"Sejak hari dimana gue liat dia sama Lala? Bukannya dia sama gak pedulinya kayak gue?" sahut Rara. "Tolong, gue gak pengen bahas itu lagi."
"Lo gak bisa ngehindar terus, Ra," kata Rafi. "Gue yakin dia gak secuek yang lo kira."
"Apa yang gue liat adalah dia secuek dan se-gak peduli itu," sahut Rara. "Gue capek."
"Kita kan gak tau, Ra," kata Abel sambil menyedot jus mangga favoritnya. "Bisa jadi dia gak kayak keliatannya. Rafi bener,"
"Yah, Abel. Mentang-mentang Rafi aja dibelain," kata Rara sambil tertawa. "Gue pulang, lo berdua harus jadian pokoknya."
"Siap, Ra! Perintah dilaksanakan," sahut Rafi sambil memberi hormat ala tentara. Rara semakin tertawa geli melihat tingkah sahabatnya.
Abel hanya tersenyum simpul menanggapi perkataan Rara dan Rafi.
"Tapi, Ra, gue serius, loh," ucap Abel lagi.
Tawa Rara memudar. "Tapi, Bel, dia gak peduli sama gue, loh."
Adit terlihat berpikir sesaat sebelum pada akhirnya berkata, "Ada banyak hal yang seharusnya lo tau. Tapi gue gak mau pengaruhin keputusan lo buat ambil beasiswa cuma gara-gara ini. Meskipun gue tau lo gak akan berubah pikiran cuma gara-gara yang mau gue bilang ke lo."
"Apa?" tanya Rara dengan nada jengah. "Soal Aldo? Capek, Dit."
Adit mengangguk. "Gue juga gak mau bilang ke lo. Biar Aldo yang beresin."
"Lo bener-bener gak ada yang mau disampaikan ke Aldo, Ra?" tanya Abel lagi. "Gue cuma mau mastiin sebelum semuanya telat. Lo bakal take off malem ini. Jangan sampai lo nyesel."
Rara menatap para sahabatnya. Rara tahu, mereka tidak ingin saat sampai di sana, Rara malah menyesali keputusannya.
Tapi, keputusan Rara sudah bulat. Ia tidak ingin menemui Aldo. Ia tidak yakin dapat menahan segala perasaan tak tersampaikannya.
"Gue gak mau nemuin dia. Gue gak siap. Tapi," Rara merogoh tas hitamnya dan mengeluarkan sebuah amplop. "Dit, gue minta tolong sama lo. Tolong kasih ke Aldo dan jelasin semua yang lo tau."
Adit mengambil amplop tersebut dan mengangguk tegas. "Sip. Gue pastiin semuanya sampai ke Aldo."
"Makasih," Rara tersenyum menatap sahabat-sahabatnya. Orang-orang ini akan ia tinggalkan dalam beberapa jam. "Gue sayang sama lo semua. Makasih ya udah jadi bagian dari hidup gue selama ini," kemudian ia memeluk mereka satu persatu.
"Nyoo Rara. Bisa lucu juga yak lo?" ejek Rafi sambil tertawa.
"Enak aja. Gue kan emang lucu," sahut Rara tidak terima sambil mencubit lengan Rafi.
"Jadi abis ini lo beneran pergi, Ra?" tanya Abel tidak percaya. "Raaa, masih pengen hang out sama lo!!"
"Gue juga bakalan balik lagi kalo ada waktu kosong," kata Rara sambil tersenyum. "Udah ya. Makasih buat semuanya,"
Kemudian, Rara menarik sedikit lengan baju Adit. "Tolong bilang juga ke Aldo kalo selama ini.. gue sayang banget sama dia,"
Adit mengangguk kaku. Ia sudah paham seberapa dalamnya perasaan gadis itu kepada sahabatnya. Adit juga sudah tahu kalau perasaan dirinya sudah tidak lagi relevan dalam hal ini.
***
Sorry for the typo(s) and dont forget to leave ur vomments❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
{#1} JARAK
Teen Fiction[PEMENANG WATTYS 2016 : HIDDEN GEMS-cerita kurang dikenal] Untuk kita, Yang enggan memperjelas dan menikmati jarak.