♣ Juara

46.4K 5.4K 630
                                    

"Seorang juara percaya pada diri mereka sendiri, meski tidak ada seorangpun yang percaya padanya."

***

Dini hari.

Dari kemarin malam Dias menginap di rumah Galang. Rencananya mau nonton bareng final Champion liga Eropa. Seharusnya Nisrina juga ikut. Tapi gara-gara Yosi yang melarang Nisrina keluar sembarangan sama cowok karena takut diapa-apain, akhirnya yang tersisa cuma mereka berdua. Lagian, siapa juga yang mau 'ngapa-ngapain' Nisrina?

Galang? Dia gay. Dias? Dia gak napsu sama kakaknya. Terus? Ya, GAK ADA. Yosi aja yang terlalu parno.

"Lo jago siapa?" tanya Dias sambil memasukkan popcorn ke mulutnya. Dia dan Galang sedang duduk diatas sofa menunggu acara mulai lengkap dengan bermacam-macam cemilan.

"Yang menang," jawab Galang. Dias mengerang, kesal dengan jawaban Galang yang asal-asalan. Galang emang tercipta untuk memancing emosi orang lain, batinnya.

"Tau deh. Lo emang gak tau bola. Sia-sia gue ngajakin nonton bareng." Balas Dias, sedikit mengejek.

"Kan yang dipastikan menang Real Madrid, nyet. Ya gue dukung dia lah, gue fansnya. Lo nyesel? Gue pulang sekarang." jawab Galang.

"Ehhh, gak usah. Ini kan rumah lo, bazing!! Lagian mana gue tau kalo lo fansnya Real Madrid. Udah mulai. Gue jago Atletico Madrid. Kita taruhan ya. Yang kalah harus menuruti kemauan yang menang. Deal?" Ucap Dias dengan tetap memandang tekun ke arah TV. Baginya, menonton sepak bola tanpa taruhan ibarat masakan tanpa garam. Gak afdol. Galang setuju.

Oh ya, apa Galang belum menjelaskan alasan kenapa dia bisa jadi Real Madrid lover? Usut punya usut, ternyata semua gara-gara kaos pemain Real Madrid yang keren. Akhirnya, dia memutuskan untuk menjadi fans Real Madrid, itu aja. Jadi sesuai dugaan Dias, Galang gak ngerti apa-apa tentang 2 club yang masuk final itu. Tapi demi menyenangkan Dias, dia rela kok semalam suntuk lihat bola.

Selama pertandingan, Dias terus mengoceh seperti komentator bola amatir. Galang pusing mendengarkan suara Dias. "Nyet, lo diem aja. Suara lo bikin gue tuli,"ucapnya terganggu.

Dias langsung diam, tapi hanya bertahan 5 menit. Setelah itu, dia mengoceh lagi. Karena sangat kesal, Galang menjatuhkan kepalanya ke paha Dias. "Anjrit! Ngapain lo? Sakit bego!" umpat Dias ikutan kesal. Nggak ada hujan nggak ada angin, si Galang sembarangan aja tidur di pangkuannya. "Biar lo diem," balas Galang santai. Dias mendengus, tapi membiarkan Galang tetap di posisinya.

"Nyet, sini'in tangan lo." Fix, Dias mulai ngerasa aneh. "Tangan lo udah 2, masih aja minjem tangan orang!" Sambar Dias ketus.

Sesuai kebiasaan, Galang gak peduli protes dari Dias. Dengan paksa ditariknya tangan Dias ke depan wajahnya.

"He-"

"Ssst.." Potong Galang. Dias urung berteriak.

Capek mengurus tingkah aneh Galang, akhirnya Dias diam saja. Merelakan tangannya dikuasai Galang.

Bahkan sampai akhir pertandingan, Galang hanya memegang tangan Dias tanpa melakukan apapun. Jika ditanya alasannya kenapa, Galang pasti akan menjawab, 'cuma ingin'. Aneh banget. Dan selama itu pula Dias terpaksa makan dengan tangan kiri. "Udah lepasin tangan gue, gue mau tidur." kata Dias malas. Berencana berdiri dan masuk kamar Galang buat tidur.

Galang menahan tangan Dias kuat. "Eits, enak banget lo? Pura-pura lupa sama taruhannya?" ucapnya. Yap, Real Madrid unggul 2 point dari Atletico Madrid. 5-3 adu penalti.

Dias menarik rambutnya gemas. Efek gagal mengelabui Galang. "Iya, iya gue inget. Cepetan lo minta apa?" balasnya menyebalkan.

"Gue minta lo dengerin gue." Gilang bangun dari posisi rebahannya, "bisa gak buang tatapan curiga lo itu? Gue gak bakal memperkosa lo, monyet."

"Serah lo deh. Makanya cepetan, posisi kita ambigu banget tau nggak. Jijik gue liatnya," ucap Dias sewot.

Galang tersenyum sekilas, "Ya sabar kali. Diem ya? Jangan motong ucapan gue sebelum gue suruh."

Dias melting, ini dua kalinya dia melihat Galang tersenyum hanya untuknya. "Oke. Tapi bisa gak lo gausah sering-sering senyum? Gue malu sendiri kalo liat senyum lo. Habisnya..." jeda sejenak, "lo ganteng." Khusus kalimat terakhir, Dias mengatakannya dengan amat sangat pelan. Takut si Galang besar kepala.

Galang mengernyit, apa tadi katanya? Batinnya sangsi. Dia gak terlalu mendengar kalimat terakhir Dias. Oke deh, palingan juga dia benci senyum gue. Gue bakal sering senyum. Kesalahan terbesar Galang : dia pikir Dias membenci senyumnya. Makanya dia ingin mengerjai Dias dengan obral senyum malam ini.

"Oke, gue bakal sering senyum. Hehe." Balas Galang tertawa jahil. Dias menepuk jidatnya frustasi, "Terserah lo deh! Terserah!"

Lagi-lagi Galang tersenyum. Dia gak akan menyesal untuk mengatakan ini, "Dias. Lo tau nggak, gue diciptakan untuk jadi juara."

Skakmat!

Dias sama sekali nggak paham omongan Galang!

Puji Tuhan.

Kenapa dia tiba-tiba ngomong gitu?! Apa maksudnya coba! Aaargh, gue nggak paham sama sekaliiii. Batinnya makin frustasi. Kalau keadaan ini dibiarkan, Dias bisa gila.

"Sorry-"

"Jangan berani motong ucapan gue," kata Galang tajam, melarang Dias bicara.

Dias mingkem, gak berani nyela lagi. Takut Galang marah. Gak lucu kan kalau dia sampai ditendang keluar di pagi buta gara-gara kemunculan tanduk Galang.

"Gue juara cinta lo," lanjut Galang sambil menopang dagu, menatap Dias dengan tatapan penuh cinta(?). Dan, oh shit, senyum manisnya gak ketinggalan membuat jantung Dias mencolos. Ini mengerikan, batinnya berontak. Tapi dia memilih diam, hanya ekspresi wajahnya yang nampak ketakutan.

"Mungkin lo gak percaya sama perasaan gue karena saking seringnya kita bertengkar dan gak pernah akur. Tapi Dias, satu hal yang selalu gue percaya dan yakin. You're my soulmate." Kata Galang blak-blakan. Ya, dia sudah memastikan bahwa dia tertarik pada Dias. Semua mengalir begitu saja sejak dia memergoki Dias menangis di taman, memberikan Dias lollipop, kejadian melorot celana Dias, kematian ayah Dias, berdua di perpustakaan daerah, sampai nonton bola bareng. Semua membuat dia memahami betapa penting arti Dias di hidupnya.

Tapi tidak dengan Dias. Dia menahan napas. Mampus! Dia kan bukan gay, astaga! Tapi, itu belum seberapa. Karena kalimat selanjutnya yang diucapkan Galang benar-benar membuat Dias diambang kematian.

"So, would you be my boyfriend?"

***

Selamat membaca. Jangan lupa vote dan comment. ~

Gay CodeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang