PART SIX

120 5 0
                                    


"Kak, tadi Rafa di marahin sama Bu Guru katanya Rafa nakalnya keterlaluan sampe bikin Ijat nangis dan hampir pingsan..."

"Lah, kok bisa? Di apain emang si Ijatnya?" tanya gadis ini antusias mendengar curhatan adiknya di telepon.

"Rafa cuma masukin kecoak di tempat pensilnya kak, terus pas Ijat buka tempat pensilnya dia langsung njerit nangis abis itu kayak hampir pingsan kak..."

Hufft. Oke sepertinya hidup Rafa penuh dengan hal berbau kecoa.

"Ya lagian nakal banget sih lu. Heran, dirumah jarang main itu karena lu main bareng sama kecoa-kecoa yang sering keliaran dirumah ya? Ckck"

"Ya kan, kecoa itu lucuuu kak. Gemesin"

Penuturan Rafa membuat Kiara geli dan ingin tertawa tapi ia tahan karena yakin jika ia menertawakannya, itu akan membuat Rafa sedih. Haha.

"Ah, lucu dari mananya coba? Udah curhatnya? Kakak mau ngerjain tugas nih"

"Iya udah. Ya udah kak, good night"

Sebelum Kiara menjawab, sambungan sudah terputus. Jadi Kiara hanya mengucap dalam hati dan tersenyum. Adiknya ini kadang lucu, kadang ngeselin setengah mampus.

Ah Rafa, Kak Ara jadi rindu kamu.

---

Dimas.

Ya, hanya nama itu yang sekarang tengah datang ke dalam pikiran gadis ini. Ia tengah merindukannya. Merindukan semua tentangnya.

Kenapa takdir begitu kejam? Ia mengambil Dimas dengan paksa, tanpa ada yang bisa mencegah.

Kiara, masih belum menyangka hingga detik ini bahwa kekasih yang sangat ia sayangi telah pergi. Pergi untuk selamanya dan tidak mungkin kembali. Dituntut untuk melupakan Dimas dengan alasan agar Kiara tak selalu bersedih jika mengingatnya, itu sulit. Sangat sulit. Bagaimana bisa Kiara melupakan semua tentang Dimas setelah dua tahun ia menjalin kasih bersamanya?

Ah, andai waktu bisa diulang. Kiara ingin menculik dan mengurung Dimas agar ia tidak bersikeras mengikuti acara sialan yang ternyata harus merenggut nyawanya.

'Dimas, kenapa kamu gak dengerin kata kata aku waktu ituuu?!!'

Gadis ini ingin menjerit. Ia terlalu kesal dengan kekasihnya ini yang begitu keras kepala.

Masih terngiang jelas suara Om Roy, papa dari Dimas yang mengabarkan kabar buruk itu. Kabar yang membuat hatinya serasa hancur, dan seakan jantungnya terasa mati tak berdegup. Kabar yang percaya atau tidak percaya Kiara harus mempercayainya.

"Ra, sebelumnya maaf kalo om ganggu. Dimas, dia sudah pergi Ra.."

Suara Om Roy yang terdengar berusaha tegar disela kesedihannya. Suara yang seakan ingin mengajaknya menjerit bersama. Ia benar-benar seperti mati saat itu. Percaya tidak percaya, memang harus percaya..

"Permisi mbak Ara.."

Suara lembut itu mengembalikan kesadaran Kiara. Ia tersadar dari lamunannya. Ia segera menepis air mata yang entah sejak kapan sudah membasahi pipinya. Ia menoleh dan mendapati Bi Inah tengah berjalan kearahnya membawa sebuah nampan.

"Mbak, ini susu nya" kata Bi Inah meletakkan segelas susu di meja yang berada di balkon kamarnya.

"Makasih, Bi" ujar Kiara yang kemudian duduk di kursi balkon seraya meneguk susu yang telah di buatkan oleh Bi Inah.

"Sama-sama mbak. Loh mbak, mbak Ara habis nangis ya?" tanya Bi Inah memperhatikan wajah Kiara yang memang terlihat sendu.

Eh? Kiara selesai meminum susu dan meletakkan gelasny di meja kemudian ia menatap Bi Inah sendu.

"Keliatan banget ya bi, kalo Ara habis nangis?" tanya Kiara yang benar-benar tak bisa menahan kesedihannya.

Bi Inah hanya mengangguk dengan raut wajah khawatir. Kemudian ia tersontak saat tubuh ramping itu memeluknya erat dan menangis sekuat tenaga.

"Bi, aku kangen sama Dimas..." kata Kiara dalam tangisnya.

"Kenapa Tuhan harus ngambil Dimas secepat ini bi? Aku butuh Dimas bi..."

Bi Inah hanya bisa menahan kesedihannya tanpa mengeluarkan air mata. Bagaimana ia juga tidak sedih? Gadis yang berada dalam dekapannya kini tengah bersedih karena di tinggal oleh kekasihnya. Gadis yang sejak lahir ia juga ikut dalam merawatnya hingga ia tumbih dewasa.

Kiara menyudahi pelukannya kemudian ia duduk di depan Bi Inah.

"Mbak, mbak Ara gak boleh menyalahkan takdir dan menuntut Tuhan. Ini semua udah ada yang ngatur. Tanpa mbak Ara sadari, ini sesuatu yang terbaik untuk Mas Dimas dan juga Mbak Ara sendiri..."

Kiara yang sedari tadi menunduk kini mulai menatap seorang wanita paruh baya di depannya. Ia bingung dengan ucapan Bi Inah.

"Mbak, jadi gini. Coba Mbak Ara bayangin kalo misalnya sekarang Mas Dimas masih hidup. Kasihan mbak, dia masih terbaring lemah kesakitan. Iya, pasti kalo Mas Dimas masih ada, dia masih merasa sakit di tubuhnya..

"Jadi, Tuhan sayang sama Mas Dimas. Karena Dia sayang, makanya Tuhan gak tega kalo Mas Dimas terus terusan ngerasain sakit . Jadi, Tuhan ambil Mas Dimasnya..

"Itu udah di gariskan sama Yan Diatas mbak. Ini yang terbaik. Pasti sekarang Mas Dimasnya udah gak ngerasain sakit dan sekarang dia udah seneng disana...

"Tapi, kalo mbak Ara nya sedih, nangis, kasihan Mas Dimas nya mbak. Dia juga ikutan sedih disana. Mbak Ara mau liat Mas Dimas gak bahagia disana?"

Kiara menggeleng. Nasihat Bi Inah sangat menyentuh hatinya. Benar juga. Tapi...ah, sudahlah. Kini, Kiara mencoba tersenyum. Dan mengangguk paham atas nasihat Bi Inah.

"Kalo mbak Ara kangen, mending mbak Ara berdoa sama Tuhan supaya Mbak Ara merasa lega.." ucap Bi Inah.

"Ya udah, ini sudah malem. Bi Inah mau beresin dapur sama kunci pintu. Habis itu tidur deh. Mbak Ara juga siap-siap tidur, besok sekolah kan?" tanya Bi Inah.

Kiara hanya mengangguk. Kemudian ia bertanya "Kak Aldinya udah pulang bi?"

"Tadi katanya Mas Aldi pulang pagi mbak" jawab Bi Inah kemudian pergi meninggalkan Kiara yang masih mencoba untuk menghilangkan kesedihannya. Walau kenyataannya, kesedihan itu baru hilang 5% dari hatinya.

"Aku akan coba Dim. Aku bakal coba buat lupain semuanya, walau itu sulit. I love you"


--------------- F A T E ---------------


Bersambung...

Pendek atau panjang? Haha. Hari ini spesial tentang Dimas ya. Hehe.


Yang kangen Arya mana? (PD bngt padahal kagak ada yang peduli ni cerita)

Oi, kemaren tanggal 11 pengumuman kan yak? Huhuhu hasilnya MasyaAllah :'( dan suka ngiri sama yg ranking 1 coyy MTK sama IPA cuma salah 1 ANJIRRR :'( aku beda jauhh bangettt punyakuu Astaghfirullah gakuatttt (curcol)

See di part 7!

F A T ETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang