Pulang sekolah. Hujan. Jam lima sore. Dan sendirian di halte.Argh, rasanya gadis ini menyesali keputusannya menolak tawaran Felisita, teman satu grupnya di jurnalistik.
Ia harus bagaimana? Sudah jam lima, tidak mungkin ada angkot yang lewat. Menerobos hujan? Gak mungkin juga, rumahnya terlalu jauh dari sekolah. Telfon orang rumah? Damn! Handphone mati.
Gadis ini ketakutan sungguh. Ia memeluk tubuhnya sendiri karena hawa dingin yang menyerang. Sesekali bunyi petir menyambar membuat ia ingin menjerit karena ia super takut.
"Kiara?"
Hingga sebuah panggilan membuat gadis ini segera mendongak dan mendapati seorang cowok berdiri di sampingnya.
"Eh..Kak Arya?"
Kaget. Ia pikir suara berat itu adalah tukang begal atau penjahat yang ingin macam-macam dengannya.
"Baru pulang?" tanya cowok ini yang ternyata adalah Arya.
"I..iya. Habis ekstra jurnalistik kak"
Hening.
Hanya gemericik air hujan yang terdengar.
"Um, jam segini udah gak ada angkot atau bus lewat loh" kata Arya yang terlihat celingukan dan menatap Kiara.
Kiara hanya diam. Ia tahu bahwa jam segini udah gak ada angkutan lewat.
"Gimana kalo...um, gue anter?" tawar Arya.
Kiara tersontak atas tawaran itu, yang kemudian menatap Arya takut-takut. Iya, takut. Tau sendiri kan bagaimana reputasi Arya di sekolah? Terkenal dengan sebutan 'preman SMA Bakti Mulia'. Tapi, ia juga tak bisa membohongi hatinya bahwa ia juga takut disini sendiri.
"Hahaha, gitu banget liatinnya. Gue gak bakal macem-macem deh serius. Jangan liat dari tampangnya dong, hatinya juga. Gue tulus kok.." ucap Arya serius yang kemudian menyunggingkan senyum.
Senyum yang membuat Kiara merasa sesuatu tengah menari di jantungnya.
"Gimana? Kalo gak mau, yaudah. Gue tinggal"
Belum ada respon dari Kiara, Arya pun jenuh dan berbalik hendak meninggalkannya sendiri. Hingga sebuah tangan mencekal pergelangan tangannya.
"Tunggu"
Kiara menarik nafas perlahan,
"Gue...ikut deh kak"
---
Suasana di dalam mobil cukup hening. Tidak ada yang berani memulai untuk mencairkan suasana. Kiara hanya menatap jalanan, sedangkan Arya masih fokus nyetir.
"Kok tumben, ekstra jurnalistik pulangnya sore?" tanya Arya yang mencoba mencairkan suasana dengan pertanyaan yang menurut Arya itu konyol. Karena, ia tak pernah memperhatikan ekstrakulikuler di sekolahnya.
"Um, soalnya tadi rapat tentang pembuatan majalah sekolah baru, kak" jawab Kiara.
Hening.
Lagi.
Kiara diam. Arya pun begitu.
Hingga akhirnya, mereka tiba di sebuah rumah besar berwarna putih.
"Makasih kak" kata Kiara tersenyum kaku kearah cowok disebelahnya yang mengangguk dan tersenyum juga.
"Um, mampir dulu kak?" tawar Kiara.
"Gak usah, udah mau maghrib nanti nyokap ngomel" jawab Arya menolak tawaran gadis ini lembut.
"Kalo gitu, duluan ya kak"
KAMU SEDANG MEMBACA
F A T E
Teen Fiction"Takdir memisahkan aku dengan dia untuk selamanya, dan takdir mempertemukanku dengan kamu untuk selamanya pula..."