PART ELEVEN

91 2 0
                                    


"Iya. Jadi gitu"

Arya mengangguk-angguk paham setelah mendengarkan cerita dari cewek yang sedang duduk di sebelahnya ini. Kiara sudah menceritakan tentang ia yang menjadi murid pindahan dari Bandung dan juga tentang alasan kenapa ia memilih pindah ke Jakarta. Dan alasan pertama, Dimas pastinya. Entah kenapa ia berani menceritakan tentang Dimas kepada Arya, orang yang baru dikenal belum ada satu tahun ini. Tapi yang pasti, dari topik-topik sebelumnya bersama Arya, ia merasa nyaman dan berani untuk bercerita tentang hal sensitif yang pelan-pelan sudah menyayat hati nya. Dan itu terasa sakit.

"Oh, jadi lo ngejauhin gue karena lo udah ada yang punya?

Hhh, gue minta maaf deh"

Arya menunduk lesu setelah mendengar cerita dari cewek ini. Teka-teki tentang Kiara yang menjauh darinya selama ini ternyata sudah terjawab, Kiara sudah ada yang memiliki. Dan alasan itu entah kenapa membuat Arya ingin menyerah. Tak mungkin kan jika ia mengejar cewek yang nyatanya sudah memiliki kekasih? Ia tak ingin menjadi pengecut.
Lamunannya buyar setelah sebuah tangan hinggap di bahunya, ia menoleh dan mendapati seseorang tersenyum lembut padanya. Senyum yang selalu ia suka.

"Cinta itu gak bisa disalahin. Dan asal lo tau, Dimas udah pergi" Kiara menurunkan tangannya dan tetap berusaha tersenyum walau didasar hatinya terluka setiap kali ia mengucapkan kenyataan yang tak pernah ia impikan, Dimas udah pergi.

"Pergi?" tanya Arya yang masih tak paham apa arti 'pergi' yang dimaksud oleh Kiara.

"Ya, pergi dan gak akan kembali. Dia udah tenang di sana, Ar" setitik air mata jatuh dari mata indahnya. Perih, sekali lagi ia perih jika menyangkut tentang Dimas, seseorang yang sangat dirindukannya dan akan terus ia rindukan.

Kiara segera mengusap kasar air matanya sebelum Arya melihat. "Udah ah, kenapa jadi mellow gini sih? Haha"

"Eh, film nya udah hampir mulai nih. Yuk"

Baru saja Kiara ingin beranjak dari tempat duduknya, sebuah tangan mencekal pergelangan tangannya yang akhirnya membuat ia berhenti dan menoleh mendapati Arya yang berjalan mendekat.

"Lo tadi bilang apa?" tanya Arya.

Kiara menghembuskan nafas kasar, "Kurang keras apa? Gue bilang, yuk film nya udah hampir---"

"Bukan yang itu" sangkal Arya memotong perkataan cewek ini.

"Yang mana?" tanya Kiara bingung.

"Yang...cinta itu gak bisa disalahin. Berarti, lo udah tau kalo gue cinta sama lo, gitu?" tanya Arya skak mat dengan senyuman jahilnya dan tatapan yang membuat jantung Kiara berulah seperti biasa saat bersama cowok ini.

Kiara merutuki kata-kata yang ia lontarkan beberapa menit lalu yang justru akan membuat ia terjebak ke dalam perangkap Arya dengan pertanyaan bahaya nya itu. Apa selama ini Kiara salah mengartikan jika Arya menyukainya? Kenapa ia begitu percaya diri menyimpulkan sesuatu yang sama sekali tidak bisa terbaca jelas olehnya.

"Eh, ummm. Apaan sih. Udah ah, 10 menit lagi. Yuk" lagi-lagi langkahnya terhenti, dan lagi-lagi sebuah tangan besar khas cowok menahannya untuk pergi.

"Bareng dong jalannya. Masa sendiri-sendiri? Yuk"

ARYA MENGGANDENG TANGANNYA! Ya Tuhan, sadarkan Kiara saat ini yang mulai terlihat salah tingkah karena saat ini ia berjalan beriringan dengan cowok ini dan Arya yang menggandeng tangannya. Ia menarik napas perlahan, lalu mengeluarkannya dengan cara yang sama guna untuk menetralisir rasa gugup di dirnya. Ia merasa tangannya berkeringat dingin saat ini. Tapi ia bisa apa? Ya Tuhan...

"Kalo gue suka sama lo, gimana Ra?"

Saat ini Kiara ingin menjerit, ARYA STOP!
Cukup dengan gandeng tangan, ia tak mau dibuat salah tingkah yang berlebihan. Itu sebuah pertanyaan yang menjurus pada penyataan. Kiara tak bisa menangkap makna dibalik penyataan Arya barusan. Yang ia rasakan saat ini adalah semua menjadi sepi, hanya terdengar degup jantungnya yang ia tak mau jika Arya mampu mendengarnya.

F A T ETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang