PART SEVENTEEN

68 3 3
                                    

"Ra, sampe kapan nih? Kita juga mau ke kantin kali"

Kiara mendongakkan kepalanya, memperhatikan suasana kelas setelah beberapa menit lalu bel istirahat berbunyi. Anak-anak cowok bekerja sama menjaga pintu agar tidak terbuka karena ada Arya di depan kelas dan jendela sudah ditutup oleh buku-buku yang disandarkan. Ini semua karena dia yang tidak mau menemui Arya.

"Plis dong jangan komen mulu. Udah bantuin gue sekali ini aja, nanti pulang sekolah gue traktir deh" pinta Kiara. Seketika anak-anak cowok kembali bersemangat mendorong pintu karena tekanan Arya dari luar.

Terdengar Arya yang memanggil namanya dari luar sembari meminta maaf dan sama sekali tidak digubris oleh cewek yang kini kembali menelungkupkan wajah ke lipatan tangannya.

"Heh! Kiara nggak mau ketemu lo, pergi sana gih!" teriak Abi dari balik jendela.

"Bacot! Gue hajar juga mampus lo. Bukain pintunya gak!" seru Arya membuat Abi menciut dan mundur menjauhi jendela kelas.

"Gimana nih Ra, gue di ancem.." kata Abi lirih.

"Abi, diem bisa nggak sih? Kiara nya lagi frustrate banget deh kayaknya" Divka angkat bicara yang sedari tadi hanya diam tidak tahu apa yang terjadi antara sahabatnya dengan cowok yang masih belum menyerah menggedor pintu kelas.

Semua berlangsung hingga bel masuk pelajaran selanjutnya berbunyi. Tapi Arya sepertinya tidak menyerah sampai ia menendang-nendang pintu kelas Kiara.

"Buka! Ra, plis Ra gue mau ngomong..." katanya dengan nada lirih di akhir kalimatnya.

"ARYAA! Ini udah bel, ngapain kamu malah disini nendang-nendang pintu lagi! Kamu mau ngajakin tawuran? Ikut saya ke ruang konseling sekarang!" terdengar suara lantang Bu Asih yang hendak mengajar di kelas Kiara.

"Plis bu, tolong suruh murid ibu yang namanya Kiara itu keluar. Saya lagi nggak mau ngajak tawuran, tapi hati saya ini lagi terluka bu.." kata Arya memelas.

"Ehhh, malah curhat. Ayo buruan!"

Setelah sekiranya tidak terdengar lagi suara di luar kelas, semua anak cowok kelas XI IPS 2 mulai mundur dan menjauhi pintu mencari asupan setelah tenaga mereka terkuras karena Arya yang begitu kuat mendobrak pintu.

"Sil! Bagi dong minumnya, haus nih gue" Doni mendekati bangku Silvi dan meminta seteguk air dari Tupperware Silvi.

"Udah aman?" Tanya Kiara.

"Udah. Lagian kenapa sih lo sama Arya?" Tanya Doni.

"Gak penting. Makasih ya, nanti pulang sekolah langsung ke warung mi ayam deket sekolah aja. Gue tunggu di sana"

****

Tidak terasa ujian nasional untuk kelas 12 akan berlangsung besok. Kini semua anak-anak kelas 12 tengah melaksanakan doa bersama di gedung olahraga sekolah. Semua memperhatikan penceramah yang tengah memberi tips sukses ujian. Arya yang duduk di bagian belakang sendiri bersama teman-temannya yang kini malah sibuk bercerita tidak jelas hanya terdiam tanpa mendengarkan teman-temannya ataupun si penceramah.

Sudah beberapa minggu ini Kiara menjauhinya. Tidak ada lagi seseorang yang menyemangatinya dalam belajar. Arya kini menjadi lebih pendiam daripada biasanya. Ia bahkan tidak ikut kumpul bersama teman-teman brandalnya sepulang sekolah.

"Bro! kenapa tuh si Arya?" Tanya Rado.

"Biasaaa masalah rumah tangga" ceplos Rian.

Dan seketika semuanya tertawa mengundang perhatian dari siswa-siswi yang berada di gedung olahraga itu. Dan pastinya Pak Rahmat yang berada di belakang mereka sudah membawa penggaris dan memukul mereka satu persatu, "Udah mau lulus masih aja belum tobat-tobat!"

Sampai acara selesai, enam anak yang daritadi berisik sudah mulai tenang setelah mendapat pukulan keras dari Pak Rahmat dan kini mereka berbaris untuk bermaaf-maaf-an bersama seluruh kelas XII.

"Puasa aja belom udah halal bihalal" kata Rado berbisik di telinga Arya dan langsung mendapat tamparan kecil dari sahabatnya itu.

-

Setelah menemani Divka membeli kado untuk pacarnya-yang secara tiba-tiba dia punya pacar-Kiara menghabiskan hari Sabtunya dengan menonton acara di televisi bersama mama nya yang memang sedang berkunjung ke Jakarta.

"Mama itu nggak pernah ngajarin kamu buat dendam sama orang loh, Ra" kata mama tiba-tiba membuat Kiara menoleh dan menatap mamanya bingung.

"Tante Sofi udah cerita semuanya ke mama. Termasuk tentang kamu pacaran sama Arya-"

"Aduh, aku lupa naroh sisir dimana ya tadi? Aku ke kamar dulu ya ma, mau nyari sisir aku" Kiara beranjak dari sofa dan berlari menaiki tangga menuju kamrnya. Mama nya hanya bisa menggelengkan kepala melihat tingkah anak perempuannya itu.

Suara ketukan pintu membuat mama beranjak menjauh dari ruang keluarga dan segera membuka pintu utama rumah. Nampak sosok cowok dengan balutann seragam putih abu-abu dan sepasang sneakers tengah menunjukkan senyum termanisnya.

"Arya, bukan?" tebak mama Kiara.

Sedangkan cowok yang berdiri di depannya hanya emberikan cengiran kikuknya, "Eh? Iya tante, kok tau?" Tanya Arya.

"Nebak aja. Taunya bener. Mau ketemu Kiara? Yuk, mari sini masuk dulu"

Kiara menatap ponselnya dan mengecek data panggilan di handphone tipisnya itu. Semuanya hanya nama Arya yang terpampang di layar. Ini sudah sekitar dua minggu sejak kejadian di Bandung, sudah selama itu Kiara menyimpan rasa kecewanya. Sudah berpuluh-buluh kali mulutnya menyebutkan bahwa ia membenci Arya. Tapi, pada kenyataannya ia sukar untuk membencinya dari hati. Jadi selama ini ia hanya merasa kecewa saja padanya, bukan benci.

"Ra? Ada tamu tuh mau ketemu"

Suara mama menyadarkan lamunan Kiara dan ia segera beranjak dari tempat tidur menuju pintu, " Siapa?" bisik Kiara.

"Arya" jawaban Mama membuat Kiara menutup pintu kamarnya lagi dan menguncinya.

"Bilang aku lagi males ketemu sama siapapun!" ucapnya sengaja menyuarakan suara keras dan memang membuat Arya yang duduk di ruang tamu dengan gugup menegang seketika.

Segitu bencikah Kiara padanya?

Mama terpaksa turun dari tangga dengan rasa tidak enak hati menuju ke ruang tamu mendapati Arya yang tersenyum manis padanya, "Maaf nak Arya, tapi.."

"Iya tante nggak papa, ya udah kalo gitu saya pamit dulu. Assalamu'alaikum.."

Setelah menyalami ibu Kiara, Arya menuju dimana motor ninjanya terparkir. Ia berdiri sambil menatap kea rah jendela berukuran sedang diatas dan sempat melihat bayangan seseorang yang menutup tirai jendela. Ia kemudian menaiki motornya dan melaju meninggalkan rumah ini.

Ia sudah bertekad bahwa ia akan menuruti kemauan Kiara yang memang sudah tidak mau lagi bertemu dengannya. Iya, hanya tinggal 4 hari kemudian ia bebas dan memilih universitas yang jauh dari Jakarta dan jauh dari Kiara...

*****

^^

F A T ETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang