PART TEN

92 4 0
                                    


Kiara tahu, akan sesakit ini jika ia mengatakan sebuah hal yang mampu membangkitkan kembali kenangan lama bersama Dimas. Tapi, ia juga ingin mulai belajar bercerita tentang masa lalunya kepada sahabatnya itu. Sahabat yang baru dikenal hampir satu tahun ini, Divka. Ia tak mungkin menyembunyikan tentang Dimas dari Divka karena ia tak mau mengecewakan sahabatnya jika ia tak bercerita dari dulu.

"Ra, buat yang tadi..umm, gue minta maaf" ucap Divka menunduk, merasa bersalah.

Kini, Kiara dan Divka sedang berada di warung bakso langganan mereka setelah pulang sekolah. Mereka kesini hanya untuk sekedar nongkrong biasa, ataupun makan bakso sembari menikmati suasana siang menjelang sore ini dengan siswa siswi yang berbondong-bondong meninggalkan sekolah. Banyak siswa siswi yang tidak langsung pulang. Karena di SMA Bakti Mandiri banyak terdapat penjual jajanan dan juga di seberangnya terdapat warung-warung makan, termasuk warung bakso yang sedang mereka tempati ini. Jadi, banyak siswa siswi yang hanya sekedar jajan lalu nongkrong, ada juga yang makan di warung, ada juga yang duduk-duduk di taman depan sekolah, dan masih banyak lagi yang mereka lakukan sepulang sekolah seperti sekarang ini.Dan hal ini tentu saja membuat Kiara rindu dengan sekolahnya dulu. Sama saja ramainya seperti disini, walaupun tetap ramai disini.

"Ya ampun, santai aja kali Div" katanya setenang mungkin walau jauh didalam relung hatinya, dengan membahas Dimas membuat ruang rindu yang sekuat tenaga ia tutup, kini terbuka kembali di dasar hatinya.

"Sebenernya..gue masih penasaran, Ra tentang..umm, almarhum pacar lo...eh, aduh maaf, Ra. Gak bermaksud menyinggung" kata Divka tak enak hati.

"Ih, sumpah ya. Gue bilang santai aja kali. Ya, kalo lo kepo, gue bakal cerita kok pasti tenang aja. Tapi..."

Kiara menggantung ucapannya, ketika matanya melihat sesuatu yang mengganggu dan membuatnya harus cepat lari dari sini.

"Div, gue mau cabut. Kakak gue sms, nyokap bokap gue ke Jakarta" kata Kiara yang kini terlihat buru-buru menghampiri si Ibu penjual bakso untuk membayar minumannya. Menyisakan Divka yang masih duduk dan terlihat bingung dengan sikap sahabatnya yang pergi meninggalkannya seenak jidat.

"Eh, hai..ah, siapa ya namanya? Lupa. Kok buru-buru banget sih neng?"

Divka menoleh ke sumber suara. Terlihat gerombolan Arya tengah masuk kedalam warung bakso ini dan mereka mulai menggoda Kiara yang kini tengah menunggu kembalian. Gerombolan Arya ada sekitar 8 orang, dan mereka semua mulai berkicau untuk menggoda Kiara yang kini mulai terlihat risih ingin segera meninggalkan tempat ini sekarang juga. Tapi, si Ibu penjual bakso masih sibuk membuat satu es teh manis untuk bapak-bapak yang duduk di pojok warung ini.

"Sebentar ya, neng. Ibu lagi tanggung nih. Sebentar"

Kata-kata ibu penjual bakso tadi membuat Kiara jengah dan makin tak tahan dengan gangguan anak-anak kelas 12. Apalagi, ketika Arya masuk ke dalam membuat Kiara semakin jengah ingin berlari sekarang juga.

"Eh, um. Bu, kembaliannya ambil aja. Saya lagi buru-buru. Permisi" pamitnya yang kemudian meninggalkan warung dengan langkah lebar-lebar agar cepat sampai pintu dan segera meninggalkan warung itu.Sekilas mata mereka bertemu di pintu warung, yang kemudian Kiara segera mengalihkan pandangannya.

Oh, kini Divka tahu penyebab Kiara terburu-buru ingin segera meninggalkan warung ini. Dengan langkah cepat, kini ia segera membayar dengan uang pas dan mengejar Kiara mengabaikan siulan-siulan menjijikan dari teman-teman Arya.

*

"Parah, parah. Ngapain coba pake sok sokan lari segala. Gue tau lo bohong kan, tentang nyokap lo?" selidik cewek ber tas biru tua ini.

Yang ditanya hanya diam mengamati jalanan mengabaikan pertanyaan sahabatnya yang lebih menjurus ke pernyataan dan justru membuat dirinya merasa semakin bingung. Iya, dia bingung tentang segala sikapnya yang seakan-akan harus menghindar dari Arya. Tapi jujur, untuk alasan ia menjauhi Arya karena takut akan cewek-cewek ganas penggemar Arya yang tiba-tiba akan membunuhnya, itu tidak pernah terbayangkan olehnya. Bukan itu alasannya. Ia yakin bukan itu. Tapi apa? Ia sendiri juga tidak tahu.

F A T ETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang