Part 14.

1.9K 112 3
                                    

Gue mau cerita. Ah, sekarang gue jadi doyan cerita. Tau ah. Pokoknya gue mau cerita. Titik.

Kemaren di perpustakaan gue gak nyangka Lala bakalan segitu, ehhem, ya gitulah. Pipi gue jadi panas kalo inget kejadian itu. Gue gak nyangka aja. Dia lucu unyu gitu pas sadar kalo dia meluk gue. Pipi cubynya merah. Jadi pengen gue cium. Serius. Tapi, gak gue cium karna keburu bel.

Yah..

Gue seneng diem-diem ternyata Lala juga suka sama gue. Gue pikir dia sama kaya cewek yang lain, deketin gue cuma karna pengen deket sama Leka. Gue gak ngerti kenapa dia suka sama gue. Selain karna gue ganteng. Haha. Narsis. Maap.

Gue enggak mungkin nembak Lala meskipun gue pengen banget dia jadi cewek gue. Milik gue. Gue gak sanggup kalo akhirnya dia sedih karna hidup gue gak akan lama. Sebenernya, gue gak tau sih hidup gue berapa lama lagi. Tapi, yang gue tau, kebanyakan penderita kanker itu pasti gak akan hidup lebih lama lagi.

Sebelum gue tau kalo Lala juga suka sama gue aja, gue udah menghindar. Gak pernah bales pesan BBMnya. Apalagi pas tau ternyata dia juga suka sama gue?

Gue gak mau liat Lala sedih atau khawatir sama gue. Gue gak mau nyakitin Lala. Mending Lala sakit sekarang aja, karna masih ada gue. Daripada Lala sakit dan gue udah gak ada di dunia ini.

Kok jadi mellow gini sih?

Maap, maap. Kebawa suasana.

Malem ini hujan lagi. Gue galau lagi. Ck. Kampret lah.

"Woy! Belajar, belajar.. Kasian tuh buku dari tadi lo cuekin," ujar Leka.

Leka ada di sebelah gue sekarang. Dari sore tadi kerjaannya belajar. Tapi, sekitar setengah jam lalu dia telponan sama Nuna. Ugh. Bikin gue envy aja. Kuping gue sempet gatel denger Leka sok manja-manjaan tadi. Kampret lah.

"Tauk," sahut gue jutek.

Leka tertawa pelan, "Gue kadang iri sama lo, Cis,"

Gue menoleh, "Iri?"

Mata Leka menatap langit-langit, "Lo bisa santai tanpa mikirin pelajaran, lo bisa jutek sama orang-orang, lo bebas ngelakuin apa aja tanpa harus peduli dengan penilaian orang. Menurut gue, lo keren,"

Salah satu sudut bibir gue terangkat, "Gue kan emang keren,"

Leka memutar bola mata, "Nyesel dah gue bilang gitu,"

Gue menggeleng, "Demi apa lo iri sama gue? Jelas-jelas lo lebih beruntung daripada gue,"

"Iya sih. Tapi, kadang-kadang, bosen juga tau gak. Jadi kaya robot. Apalagi pas bunda sering masukin foto gue di blog, facebook dan twitternya. Mention gue jadi penuh sama akun-akun gaje. Belum lagi sering ada sms sama telpon ngajak kenalan. Capek kan gue," sahut Leka.

Gue menatap Leka gak percaya, "Gue kira idup lu sempurna,"

Leka menunduk, "Gue kira idup lu bebas,"

"Tukeran yok! Besok kan hari terakhir ujian," ajak gue.

Mata Leka melebar, "Yok! Pulang sekolah kita ke tukang cukur depan kompleks,"

--------------------------------

"Hai, Ka! Gimana? Siap lo?" tanya Rian.

"Gue Alex bukan Leka," sahut gue.

Rian menatap wajah gue intens, "Tapi, lo mirip Leka,"

Gue berdecak, "Kite kan kembar, kampret,"

Rian cekikikan, "Iya ding,"

"Tapi, lo lebih keliatan banget bulenya daripada Leka. Mata lo coklat muda," lanjut Rian.

"Opa gue orang prancis," sahut gue sambil senyum kuda. Itu loh, senyum yang giginya keliatan semua.

RAIN and YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang