Part 7.

2.1K 110 1
                                    

Comment dan vote kalian sangat berharga buat ngelanjutin cerita ini (ceilah). Terima kasih yah........

--------------------------------

"Ini surat keterangan dokternya, pak. Kemarin saya gak bisa latian karena sakit," ujar gue sambil menyerahkan sebuah amplop putih ke pak Lucky, pelatih sepak bola di sekolah gue.

"Ya sudah. Kamu mau langsung latian atau mau istirahat dulu?" tanya pak Lucky sambil membuka amplop yang gue kasih.

"Saya mau latian, pak," jawab gue mantap.

Pak Lucky menaikkan satu alisnya, "Kamu yakin?"

"Yakin, pak!" jawab gue lagi.

Pak Lucky kembali membaca surat keterangan dokter yang gue kasih. Dia mengernyitkan dahi membaca surat itu. Itu kan cuma surat keterangan dokter biasa? Kenapa dia jadi seserius itu coba? Oke, gue emang di rawat tiga hari di rumah sakit. Harusnya sih empat hari, tapi gue gak tahan sama bau obatnya. Sebagai gantinya, gue dapet oleh-oleh obat seabrek dari dokter. Mending begitu sih.

"Ya sudah, kamu ganti baju dan mulai latihan," kata pak Lucky.

Gue mengangguk, lalu ke ruang ganti.

"Eh, lo striker baru kan?" tanya seorang cowok ketika gue lagi ganti baju.

Gue menoleh. Rian. Gue mengalihkan pandangan gue, "Ya."

"Lo anak kelas 10 pertama yang masuk tim utama dan langsung jadi striker. Keren," kata Rian.

Gue menaikkan salah satu sudut bibir gue. Senyum sinis, "Thanks,"

"Gue duluan ya," pamit Rian.

Gue mengangguk. Tiba-tiba lampu di atas kepala gue menyala. Tring! Gue punya rencana buat ngasih pelajaran ke Rian tanpa repot-repot adu jotos sama dia. Lagi-lagi, salah satu sudut bibir gue naik. Senyum sinis.

--------------------------------

Hujan. Baju bola sama daleman gue basah semua. Pak Lucky gak berhentiin kita latihan meskipun hujan. Di sepak bola, meskipun hujan pertandingan akan tetap berlangsung. Biar kita terbiasa kata pak Lucky.

Gue hari ini puas, bisa ngasih pelajaran ke Rian. Pada saat bola ada di gue, gue mencoba menggiringnya ke gawang. Tapi, bukan untuk ditendang masuk gawang, tapi ditendang ke Rian. Berkali-kali bola yang gue tendang kena perut dan mukanya. Selesai sudah urusan Rian. Gue mau pulang. Tapi, hujan belum reda. Gue berjalan menuju koridor sekolah dekat parkiran. Untung gue udah ganti baju pake baju seragam, tapi gue gak pake daleman. Daleman gue kan basah. Lagi pula gak ada yang tau.

"Hai, Lex," sapa cewek di depan gue.

Ya Allah, kenapa? Kenapa harus cewek ini? Kenapa bukan Lala aja, ya Allah? Kenapa?

"Lex?" tanya Keyla bingung saat melihat gue menengadahkan tangan dan menatap langit-langit. Posisi orang kalo lagi berdoa.

Gue mengusap telapak tangan gue ke wajah gue, "Amin," gumam gue.

"Lo berdoa apa, Lex?" tanya Keyla masih bingung.

"Di jauhkan dari segala yang buruk dan di dekatkan dengan segala yang baik," jawab gue lalu duduk di kursi panjang di koridor.

Keyla duduk di sebelah gue, lalu cekikikan. Mirip kuntilanak. "Lo lucu deh, Lex," kata Keyla masih cekikikan.

"Masa mau deket sama gue aja pake berdoa," lanjut Keyla.

Wait! Otak gue lagi loading.

What? Narsis banget. Di dekatkan dengan yang baik kan maksud gue bukan dia. Wah, nih bocah kepalanya harus ditabok pake batu deh kayanya. Wah, untung dia cewek.

"Lex, maaf yah tadi pagi gue gak ke parkiran buat jemput lo. Habisnya gue gak tau kalo lo udah pulang dari rumah sakit. Rencananya malah gue mau ke rumah sakit lagi pulang sekolah," ujar Keyla.

Memang, tiga hari gue di rawat di rumah sakit, tiga hari juga Keyla jengukin gue. Itu artinya, tiap hari dia jenguk gue. Itu artinya juga, tiga hari dia ngobrol banyak sama bunda. Keyla sama bunda jadi deket. Dan gue gak suka itu.

"Lex? Kok lo diem aja?" tanya Keyla.

Gue masih diem. Pura-pura sibuk mikir.

"Lex, hujannya belum reda nih." ujar Keyla mencoba mencari perhatian.

"Trus?" tanya gue jutek.

"Lo jutek amat deh, Lex! Lo gak bisa apa buka hati lo buat gue?" tanya Keyla dengan nafas tersengal-sengal.

Gue diem menatap Keyla. Otak gue loading.

"Lo gak tau apa? Tiap hari gue harus berangkat ke sekolah lebih pagi cuma buat ketemu lo! Tiga hari tiap pulang sekolah gue jenguk lo di rumah sakit! Dan sekarang, gue rela nunggu lo sampe sore! Sadar dong, Lex! Yang ada buat lo tuh gue!" bentak Keyla menatap gue.

Air matanya netes berkali-kali saat dia mengatakan itu. Hati gue melunak. Keyla menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Gue mengusap-usap punggungnya mencoba menenangkan. Nafasnya masih tersengal-sengal.

Keyla sesenggukan, suaranya serak karna nangis. "Yang ada buat lo tuh gue, bukan Prisilla."

Deg.

--------------------------------

Author pov.

Ruang kelas sepi. Ini jam istirahat dan hanya ada satu orang cewek yang masih duduk di kelas sambil menopang dagu. Tatapannya ke langit-langit. Tubuhnya disini tapi mungkin pikirannya udah pergi dari tadi.

"Duh, aduh, yang kemaren nungguin pangerannya pulang sampe sore." goda Sandra yang datang bersama Andara.

Keyla tersentak kaget. "Apaan sih, San,"

"Cie, mukanya merah tuh!" goda Sandra lagi.

Andara menatap Keyla dengan mengerutkan dahi, "Kemaren lo pulang di anter Alex?"

Keyla mengangguk. Ada sinyal negatif di sini.

"Urusan kita kan udah selesai. Kenapa masih deketin Alex?" tanya Andara menyelidik.

Keyla salah tingkah. Andara menatapnya lekat-lekat. Sandra diam tak berani menyela pembicaraan Andara. Suasana berubah menjadi serius.

"Jangan bilang kalo lo mulai suka sama dia," kata Andara masih dengan tatapan menyelidik.

--------------------------------

RAIN and YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang