Pagi ini di sekolah, aku sedang duduk dibangku kelas sambil bermain ponsel. Zein belum datang ke sekolah. Lima belas menit kemudian, bel masuk berbunyi. Aku menoleh kebelakang ––kearah bangku Zein. Belum ada Zein disana. Kemana dia? Ini sudah bel masuk. Ataukah.. Dia bolos lagi karena merokok? Tapi, tidak mungkin. Zein pasti mengajakku jika dia mau bolos untuk merokok.
"SLOVANIA!!" aku terperanjat saat namaku dipanggil. Itu pak Tanto, guru fisika yang sangat killer. Eh? Bahkan, aku tidak sadar bahwa pak Tanto sudah ada dikelas sedari tadi. Mungkin karena aku terus memikirkan Zein, sampai-sampai guru yang paling ditakuti di sekolah masuk pun aku sama sekali tidak menyadarinya.
"KELUAR!!" bentak pak Tanto sambil menunjuk kearah pintu. Memang sudah biasa pak Tanto seperti ini padaku. "Kamu sudah banyak minus di absen saya! Anak-anak, jangan pernah contoh anak seperti ini! Setiap pelajaran saya, selalu saja dikeluarkan! Mengerti?!" pak Tanto mempermalukanku di depan anak-anak lain. Tak apalah, aku tak peduli pada guru gendut, jelek, dan berkumis baplang ini. Dengan langkah yang gontai, aku pergi meninggalkan kelas, lalu berinisiatif untuk pergi ke taman sekolah.
Setelah berada di taman, aku duduk disalah satu bangku yang ada disana. Kuayun-ayunkan kakiku, sambil terus memikirkan Zein yang menghilang tiba-tiba. Aku mendongak, menatap langit yang cerah diatas sana. Awan dilangit itu kebetulan mirip dengan bentuk ikan. Aku tersenyum melihatnya. Tepat dibelakangku, terdengar suara seseorang yang berbicara. Dan itu sepertinya tertuju padaku. "Dikeluarin lagi?" begitu katanya.
Aku menoleh kebelakang, dan mendapati Zein yang tengah berjalan kearahku. Tapi, raut wajahnya sangat berbeda. Zein pucat sekali hari ini. Tatapan matanya sayu, bibirnya putih pucat, dan rambutnya sedikit berantakan.
Cepat-cepat aku menghampirinya, sebelum Zein menghampiriku lebih dulu. "Zein kenapa? Sakit?" aku menyentuh dahinya dengan punggung tanganku. Aku sangat khawatir sekali. Tapi aneh, ia sama sekali tidak demam. Suhu tubuhnya normal saja. Lalu, mengapa wajahnya begitu pucat?
Zein tersenyum, lalu menggelengkan kepalanya. "Nggak apa-apa."
"Tapi.. Wajah kamu pucet.." kataku khawatir.
"Capek doang." ia tertawa pelan.
Aku hanya mengangguk saja. Walaupun sebenarnya sangat khawatir.
"Eh, jalan-jalan yuk? Lumayan masih ada setengah jam sebelum pelajaran kimia dimulai." Zein nyengir, lalu menarik tanganku kearah mobilnya. Aku menurut saja dan membiarkan Zein menarik tanganku.
~~~~~
"Tadi kamu kemana? Aku khawatir tau." tanyaku pada Zein yang sedang menyesap lemon tea-nya.
"Dirumah." jawabnya santai.
"Serius ih!" sumpah, aku greget sama Zein.
"Iya, seriusss!" nada bicaranya meninggi. Mungkin Zein sama denganku ––greget.
"Kenapa telat?" tanyaku lagi.
"Kesiangan bangun." jawabnya.
Aku berdecak. "Kebiasaan!"
Zein hanya nyengir kuda.
Saat ini, aku dan Zein sedang berada di kedai seafood. Aku yang sengaja memilih tempat ini, karena aku sedang ingin seafood. Zein hanya memesan minuman saja, karena dia memang tidak suka seafood. Apalagi udang, ia akan gatal-gatal jika memakannya.
"Mau tambah lagi?" tawar Zein padaku. Ternyata, dari tadi Zein memerhatikanku dengan lekat. Aku malu. Sangat malu. Karena aku makan dengan lahapnya.