Indonesia
Akhirnya, hari ini aku dan kak Ferdy telah sampai di Indonesia. Tepatnya di bandara. Setelah lima hari berada di Amsterdam, Belanda.
"Makasih buat lima harinya." kak Ferdy tersenyum hangat padaku. Dan itu rasanya sangat menyenangkan.
Aku mengangguk."Iya kak, makasih juga."
"Maafin gue kalo udah ngerepotin lo."
"Nggak kok, malahan aku yang bikin repot kak Ferdy.."
"Yaudah, pokoknya sorry ya. Oh ya, mau gue anter sekalian ke rumah?" tawar kak Ferdy akhirnya.
"Nggak usah, nanti ayah bakal jemput."
"Emh, oke. Gue duluan ya."
Aku mengangguk seraya tersenyum.
"Sampe ketemu di sekolah. Oh iya, hape lo gue ganti besok." belum sempat aku menjawabnya, kak Ferdy sudah berlalu begitu saja.
Aku mengulum senyum sambil terus melambaikan tangan melihat punggung kak Ferdy yang semakin mengecil dan lama-lama menghilang dari pandangan. Diluar kesadaranku sebenarnya.
"Dadah ke siapa sih, Slov?" suara berat yang sangat familier di telingaku membuatku terkejut. Itu ayah, dia telah berdiri di samping kananku.
"Eh, ayah.." aku jadi salah tingkah sendiri.
"Gimana? Seneng liburannya?" tanya ayah lalu merangkul pundakku dan mengajak untuk masuk ke dalam mobil.
"Banget dong yah!" jawabku semangat.
Aku dan ayah sudah berada di dalam mobil. Kami akan segera kembali ke rumah.
"Kakak kelas kamu itu siapa sih?" tanya ayah tanpa menoleh kearahku. Ia tetap fokus pada jalanan di depan.
"Kak Ferdy." jawabku biasa saja.
"Iya, maksud ayah itu.. Pacar? Atau siapa gitu.."
Spontan, aku melirik Ayah yang ternyata menatapku menerawang. Aku menundukan wajahku, bingung menjawab apa. Pacar? Kejauhan. Teman? Sepertinya tidak terlihat seperti itu. Kakak?
"Kakak yah.." ayah menatapku tak yakin. Tapi aku mengalihkan wajah agar tidak melihatnya.
"Bisalah.." hah?
"Bisa apaan yah?"
Ayah menggelengkan kepalanya, dan membuatku semakin bingung. Ah, entahlah, ayah memang seperti itu.
Mobil ayah telah berhenti di halaman rumah. Aku turun dari mobil dan membawa barang bawaanku. Sebagian lagi dibantu oleh ayah.
Di dalam rumah, aku disambut hangat oleh mama dan kak Slavina. Mama memelukku cukup lama. Sepertinya mama rindu padaku, hihi. Sedangkan kak Slavina, ia malah memintaiku oleh-oleh. Sungguh menyebalkan.
"Nih, Slova beliin kakak gantungan." aku menyodorkan gantungan––yang baru kubeli di Belanda saat itu–– kearah kak Slavina.
"Eh? Maksud lo apa? Nggak berguna barang kayak ginian!" kak Slavina menatap gantungan itu remeh.
"Heh! Jangan manja deh kak, untung-untung Slova beliin!" balasku sewot padanya. Dasar kakak tidak tahu diri. Dia sangat menyebalkan. Ayah dan mama malah tertawa melihatku dan kak Slavina seperti ini.
Tiba-tiba saja kak Slavina merebut kantung oleh-oleh milikku. Dan mulai mengeluarkan isinya.
"Heh, ini ada kaos!" kak Slavina mengangkat kaus ––yang sama-sama kubeli di Belanda–– ke udara.
Aku semakin kesal. Kurebut kembali kaus itu. "Yang ini buat temen!"
"Lho? Kenapa ke temen lo kasih kaos? Sedangkan ke gue cuma gantungan?" ujar kak Slavina tidak terima.
"Aku yang beli, nggak usah sewot gitu! Makasih dong kak!"
"Gue maunya baju ini adee!!" kak Slavina berusaha untuk merebut kembali kaus itu. Namun, kupeluk erat-erat agar ia tak bisa membawanya.
"Eh, udah udah.. Kayak anak kecil banget." akhirnya mama menghentikan pertengkaran kami. "Slavina kamu ngalah dong, jangan kayak anak kecil gitu. Kalo mau kaos tinggal beli di mall aja, kan?" mama tertawa jail. Begitupula aku karena merasa menang di bela oleh mama.
Aku menjulurkan lidah ––mengejek kak Slavina. "Rasain!"
"Sialan lo! Liat aja nanti, gue ke Jepang, lo nggak akan gue kasih oleh-oleh!"
"Ke Jepang? Mimpi kali kak!" aku tertawa, begitupun ayah dan mama yang melihat ekspresi wajah kak Slavina. Kakakku ini memang begitu, selalu lucu jika kesal.
Kak Slavina menatapku tajam sambil menggertakan giginya, lalu pergi begitu saja kedalam kamar. Aku, ayah dan mama saling pandang beberapa detik. Dan setelah itu.. Kami tertawa puas.
~~~~~
Malam ini, di ruang tengah ada ayah yang sedang fokus membaca koran. Karena hari ini ayah mengambil satu hari cuti hanya demi menjemputku di bandara tadi siang. Kuhampiri ayah, lalu duduk disampingnya. Tiba-tiba saja percakapan tadi siang di mobil mengingatkanku, dan ingin bertanya lebih jauh dan apa maksudnya.
"Ayah.." panggilku.
Ayah menyahut, tapi masih fokus pada korannya.
"Maksud ayah tadi siang apaan?" kubuat nada bicara yang penasaran pada ayah.
"Yang mana?" ayah melipat korannya, lalu menatapku bingung.
"Yang kata ayah 'bisalah', maksudnya apa? Bersangkutan sama kak Ferdy.."
Senyum Ayah mulai mengembang, raut wajahnya berubah menjadi jail. "Mau tau banget ya?" Ayah mengangkat kedua alisnya berkali-kali. Membuatku semakin penasaran dan bingung.
Aku mengangguk.
Ayah mencondongkan wajahnya ke telingaku, membisikan sesuatu. "Tunangan."
Mataku membulat, tapi posisiku tidak berubah. "HAH? Maksud ayah apa?"
Ayah menyesap kopinya tenang, lalu menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan.
Ayah mulai menatapku serius sekarang. "Kamu bisa aja tunangan sama Ferdy.."
Lagi-lagi aku hanya bisa bilang, "HAH?!" ayah sudah gilaa! "Aku baru kelas sepuluh, yaahh!!"
"Iya, ayah tau. Maksud ayah, kalo umur kamu udah cukup, kamu bisa kok tunangan sama Ferdy." ucapnya santai. Ayah tidak tahu hubungan yang sebenarnya antara aku dan kak Ferdy seperti apa. Kak Ferdy membenciku!
Ayah kembali membaca korannya santai. Seperti tidak pernah mengatakan apa-apa sebelumnya.
Tapi, Zein pernah bilang, "Waktu bisa merubah segalanya Slov.."
Ya, mungkin memang bisa saja. Kuharap begitu.
~~~~~
Menurut kalian gimana? Hihi maaf ya kalau agak anehh~
Jangan lupa vote dan comment!