"Aku nggak enak badan Slov.. Tolong kasih tau bu Ratna ya?" suara dari seberang telepon sana memang terdengar lemah.
"Yaudah, istirahat yang cukup ya.. Nanti aku kerumah kamu."
Zein hanya menggumam lalu langsung memutuskan sambungan.
Berarti, hari ini aku akan sendiri di sekolah. Oke, tak apa. Mungkin akan ada kak Ferdy nantinya, hehe. Eh, memangnya akan begitu?
Aku berjalan di koridor sekolah sendiri. Sampai ada seseorang yang bersenandung disampingku, suaranya sangat merdu. Dan aku tahu siapa ini.
"♫Oh baby, I'll take you to the sky
Forever you and I, you and I, you and I♫"
Aku menoleh, orang ini memang kak Ferdy. Ia tersenyum padaku sambil memasukan kedua tangannya kedalam saku celananya. Membuat dia makin keren dimataku.
"Rasanya gue udah lama nggak ketemu sama lo.." oh my God kak Ferdy...
Aku langsung nyengir nggak jelas. "Hehe.. Aku juga ngerasa gitu.."
"Berarti..." kak Ferdy menggantung kata-katanya.
"Berarti apa?" tanyaku penasaran.
"Nggak deh." kak Ferdy menyeringai.
Eh aneh, pikirku. "Bagus terus suaranya kak.." ujarku menghilangkan penasaran yang kak Ferdy buat tadi.
"Aamiin, lo juga." jawabnya santai. "Oh iya, siang ini nggak ada acara kan?" tambahnya.
Aku berpikir sejenak. "Nggak kayaknya."
"Oke deh, kalo gitu—" tiba-tiba aku teringat sesuatu. Aku langsung memotong ucapan kak Ferdy.
"Eh, maaf kak.. Aku lupa kalo aku mau ke rumahnya Zein.." kataku sambil menunduk.
Kak Ferdy berdecak. "Zein lagi, Zein lagi! Lo nggak bosen sama dia terus? Kalian tuh sekelas, kemana-mana sering bareng! Gue aja bosen liatnya."
"Zein lagi sakit di rumah."
Kak Ferdy menatap mataku tajam. "Sakit? Mungkin, dia cari perhatian lo aja." katanya sarkastis lalu pergi meninggalkanku cepat-cepat.
Aku terdiam ditempat, tercengang oleh perkataannya. Apa kak Ferdy benar-benar membenci Zein sampai segitunya?
~~~~~
Pulang sekolah, aku langsung menjenguk Zein di rumahnya. Sambil terus memikirkan perkataan kak Ferdy tadi pagi di sekolah. Sedih rasanya.
Aku menekan bel rumah Zein harap-harap cemas. Tapi tak lama seseorang membukakan pintunya. Eh? Itu Zein sendiri. Wajahnya terlihat kusut, matanya yang memang sayu terlihat makin sayu, bibirnya putih pucat, rambutnya acak-acakan, dan yang lebih parahnya lagi, Zein terlihat lebih kurus. Tapi, masa secepat itu?
"Eh Slova.. Kirain siapa. Ayo masuk." Zein menarik tanganku dengan lemas memasuki rumahnya.
"Mau minum apa?" tanya Zein lemah. Zein masih sempat-sempatnya begini saat sakit? Ya Tuhan.. Aku tidak tega melihatnya.
Aku menggeleng. Menatapnya dengan iba.
"Kenapa? Pasti haus kan?" Zein langsung berjalan menuju dapurnya, tapi cepat-cepat aku menarik tangannya.
"Jangan! Kamu istirahat aja.. Aku nggak tega liat kamu kayak gini.."
Zein malah cengengesan. "Dasar! Aku nggak apa-apa.."
Zein emang idiot, idiot banget! Disaat dia kayak gini masih aja bisa bercanda. Aku kan serius khawatir.
"Aku khawatir tau, seriusaann!"