Aku pergi ke sekolah seperti biasa. Hanya saja, aku tidak punya teman dan duduk sendiri. Afka, dia pergi. Sedangkan Zein? Tadi aku melihat dia sedang berasama Icha di koridor kelas IPS. Aku tahu, aku masih punya banyak teman dikelas ini. Tidak hanya Zein dan Afka saja. Tapi rasanya aku canggung bila bersama mereka. Karena apa? Karena, aku memang tidak dekat dengan mereka.
Tiba-tiba saja aku melihat anak-anak begitu ribut membicarakan sesuatu. Karena penasaran, aku bertanya pada Lola, "Ada apa?"
"Nggak tau, tapi katanya sih ada pensi.." jawab Lola.
Aku hanya mengangguk sambil membulatkan mulutku membentuk huruf 'o'.
Pensi? Pentas seni itu ya? Rasanya aku ingin ikut, tapi menampilkan apa? Menyanyi? Tidak mungkin. Suara absurd begini. Menari? Yang benar saja. Aku sangat benci menari. Memainkan alat musik? Hanya bisa memainkan piano dan keyboard.
Kuputuskan untuk pergi keluar kelas menuju mading. Melihat lebih jelas pengumuman pensi itu. Ternyata, pensinya akan diadakan dua hari lagi. Dan besok itu hari terakhir untuk mendaftar.
Seseorang merangkul pundakku tiba-tiba. "Lo mau ikut pensi?"
Aku medongak, menatap wajah itu.
"Kak Ferdy? Hem.. Nggak tau."
"Ikut aja yuk? Kita duet mau nggak?"
"Eh, nggak deh kayaknya."
"Kenapa nggak? Gue yakin lo bisa. Nanti siang gue daftarin ke Fira."
Spontan aku terkejut, "Kak Fira?!"
"Yaelah, kenapa? Biasa aja kali, nggak usah sampe teriak gitu.."
"Ntar kak Fira marah sama aku.." kataku. Jujur, aku nggak mau cari masalah nantinya.
Kak Ferdy berdecak. "Ngapain marah sih? Fira emang di bagian pendaftaran."
"Ta..tapi kan—"
"Udah deh diem aja. Ntar kita bawain lagu Everything Has Changed dari Taylor Swift sama Ed Sheeran itu." setelah berbicara itu, kak Ferdy pergi begitu saja meninggalkanku. Kak Ferdy idiot! Mana mungkin aku bisa menyanyikan lagu itu? Suaraku absurd begini. Eh tapi.. Tunggu dulu. Lagu itu kan bercerita tentang jatuh cinta dan bagaimana dua orang bisa berubah untuk orang yang mereka cintai. Dan pastinya, ini lagu sangat romantis. Apa jangan-jangan.. Eh, apaan sih? Nggak mungkinlah! Aku sama kak Ferdy kan nggak romantis sama sekali. Lagipula, dihati kak Ferdy cuma ada kak Fira. Cepat-cepat aku membuang jauh pikiran itu. Inget, ini cuma lagu! Bukan sungguhan.
"Heh anak cengeng!" suara garang itu membuat daun telingaku bergetar.
Aku menoleh, kak Dio sang ketua OSIS ternyata.
"Lo ikutan ini?" kak Dio menunjuk poster pengumuman pensi yang tertempel di mading sambil tersenyum—kecut.
Aku diam. Bingung harus menjawab apa. Sebenarnya, aku tidak terlalu tertarik untuk mengikutinya. Tapi kak Ferdy memaksaku.
"Elah, cewek cengeng kayak lo itu nggak pantes ikut pensi! Punya bakat apaan? Nangis? Nundukin wajah?" katanya berteriak tepat di depan wajahku.
Aku takut melihat rahangnya yang mengeras, dan aku menunduk.
"Tuh kan, nunduk lagi!" kak Dio mencibirku. Lalu ia mendongakan wajahku perlahan, mendekatkan wajahnya ke wajahku hingga aku bisa merasakan hembusan napasnya. "Kayak bebek tau!"
"Dio!" beberapa meter dari tempatku berdiri dengan kak Dio, ada seorang perempuan sedang berjalan kearah kami—aku dan kak Dio. Ternyata perempuan itu kak Fira—nya kak Ferdy. Ia sekilas menatapku dengan datar.