Malam tadi, aku tertidur cepat karena capek akan tangis. Aku yakin sekarang mataku sangat sembap. Aku bersemangat pergi ke sekolah untuk menemui Zein yang sudah kembali. Tapi, ditengah perjalanan, aku melihat sesuatu yang seharusnya tidak aku pandang. Kak Fira dan kak Ferdy berpelukan. Disana kak Fira menangis didalam pelukan kak Ferdy. Kak Ferdy mengusap kepala kak Fira lembut, seperti yang Zein lakukan padaku kemarin. Aku menangis disana, dan berlari dari tempat itu dengan air bercucuran dari mataku. Dan aku sadar, saat aku pergi, kak Ferdy memanggil-manggil namaku beberapa kali.
Dikelas, aku sadar bahwa aku ––Slova, mempunyai rasa suka yang bertepuk sebelah tangan. Aku termenung dan setengah melamun. Hingga Zein menepuk pundakku. Aku terlonjak kaget dan spontan menoleh kebelakang.
"Kenapa sih? Akhir-akhir ini sering melamun? Kak Ferdy jangan-jangan?" ujar Zein sambil tersenyum jail, aku tersenyum getir kepadanya.
"Bukan kok." aku memalingkan wajahku dari senyumnya yang jail.
"Lah.. Terus apa dong?" Zein duduk disampingku. Teman sebangkuku memang sedang izin sekarang.
"Nggak kenapa-napa, Zein.." aku tersenyum lemah, tapi tak menoleh kepada Zein.
"Hmm, yaudah.. Eh Slov, aku duduk disini ya." Zein memindahkan tas dan bukunya yang berserakan di mejanya ke mejaku.
"Ya." jawabku singkat. Aku yakin, Zein mengerti atas sikapku sekarang ini. Di tengah pelajaran, Zein memberikan secarik kertas kepadaku.
Slova, aku tidur dulu yaa ;D
Aku hanya mengangguk dan tersenyum terhadap Zein, walaupun dia sudah tidur lebih dulu. Pelajaran selesai, aku meninggalkan Zein yang masih membereskan tasnya dikelas –––sendirian. Tanpa kusadari, kak Ferdy tengah berdiri didepanku dengan tegapnya. Matahari membuatnya hanya terlihat seperti siluet hitam yang sangat tinggi. Aku yakin, aku melongo melihatnya. Saat dia menunduk, barulah aku lihat pahatan wajahnya yang indah. Tentu saja aku terpesona, cewek yang lain pun sama. Mata teduhnya menatapku dalam-dalam seperti menebak apa yang sedang aku pikirkan. Aku mulai melangkah kebelakang ––takut. Tapi aku kalah cepat untuk kabur, karena Kak Ferdy sudah menarik tanganku.
"Gue tau, tadi pagi lo ngeliat kan?" DEG! Jangan-jangan yang kejadian kak Fira dan kak Ferdy pelukan? Mungkin saja kalau aku pura-pura tidak tahu, mungkin kak Ferdy tidak akan marah.
"Aku nggak liat apa-apa kak." aku menunduk, tak berani menatap wajah kak Ferdy.
"Gue juga tau kok kalau lo ngeliat 'itu', lain kali lo jangan ikut campur urusan gue!" kak Ferdy membentak dan menjitak kepalaku dengan telunjuk panjangnya. Aku kaget. Aku bukan bermaksud mengintip dan sebagainya. Tapi tak sengaja melihatnya. Aku malah menunduk, melihat kaki kak Ferdy yang beranjak pergi dari tempat semula. Kak Ferdy meninggalkanku.
Di halaman sekolah, Zein duduk di tangkal pohon yang tengah menungguku. Ada sepuntung rokok yang nyangkut dimulutnya. Matanya menutup menikmati kafein yang bercampur di dalamnya. Aku hanya menggeleng pelan.
"Hei Zein! Ayo kita pulang.." Zein membuka matanya, lalu turun dari pohon itu.
"Yo! Gimana tadi ngobrol sama kak Ferdy nya?" Zein tak menatapku, tapi menatap rokok yang sedang diinjaknya. Lalu mendongak.
"Eh? Ngeliat?"
Zein mengangguk.
"Iya, gimana itu ceritanya?" Zein akhirnya menatapku dan mengusap bibirnya dengan punggung tangannya.