Aku sudah sangat merindukan sekolah. Dimana, tempat itu yang sudah mempertemukanku dengan Zein juga kak Ferdy. Apalagi aku sudah izin selama satu minggu. Seperti yang kau ketahui, aku akan menemui Zein, dan memeluknya langsung. Karena aku sungguh merindukannya.
Didalam kelas, aku tidak melihat tanda-tanda Zein bahwa dia ada. Karena di bangkunya tidak tersimpan satu barang pun termasuk tas. Mungkin, dia belum datang.
Aku mengeluarkan kaus yang kemarin kak Slavina rebut. Kaus ini akan kuberikan pada Zein sebagai oleh-oleh.
Bel tanda masuk kedalam kelas berdering. Zein masih belum datang juga. Sebenarnya aku mulai khawatir. Tapi ya.. Sudahlah. Mungkin dia telat bangun lagi.
Sampai waktu istirahat tiba, Zein masih belum datang juga. Kemana dia? Terpaksa, aku harus pergi ke kantin sendirian.
Sepi rasanya tidak ditemani siapapun. Apalagi tanpa Zein. Aku memang tidak mau pergi dengan teman lain kecuali Zein. Entah kenapa, rasanya canggung dan aneh bila bersama yang lain. Kecuali si anak idiot itu.
Tanpa kusadari, kak Ferdy sudah berada dihadapanku sambil menyodorkon kardus i-Phone baru.
"Nih janji gue." katanya datar, begitupula dengan ekspresinya.
Ternyata kak Ferdy benar-benar memenuhi janjinya. Kukira hanya omong kosong seperti kebanyakan laki-laki biasanya. Tapi kak Ferdy tidak. Tapi, apa aku harus menerimanya?
"Kenapa? Hape lo yang sebelumnya kan cuma smartphone. Masih kurang cukup?" sialan! Kak Ferdy kok belagu? Dalam hati sebenarnya aku kesal.
"Buruan terima." kak Ferdy makin mendekatkan kardus i-Phone itu kedekat wajahku.
Tapi aku tidak bereaksi sama sekali. Hingga akhirnya kak Ferdy menyimpan kardus itu diatas meja dan langsung pergi tanpa berkata-kata lagi.
Masih tidak percaya. Kak Ferdy sungguh-sungguh? Kutelusuri kardus i-Phone itu perlahan dengan jemariku. Lalu membukanya, dan yang pertama kulihat adalah sebuah post-it berbentuk persegi warna merah muda bertuliskan:
Slova, ini janji gue. Sorry waktu itu sikap gue biasa aja saat hape lo jatoh, terus pecah. Abisnya, gue gatau harus gimana. Sorry ya, semoga lo suka.
Ferdy.
~~~~~
Sudah dua hari ini, Zein tetap tidak ada di sekolah. Rasanya aku semakin khawatir. Bahkan aku tidak bisa menghubungi Zein karena kartu perdanaku yang dulu ikut terbuang bersama pecahan-pecahan ponsel. Mau pergi ke rumahnya pun, aku tidak tahu. Padahal, aku sudah tidak sabar ingin memberikan oleh-oleh itu pada Zein.
Aku sedang berada di perpustakaan, membaca buku yang menurutku sama sekali tidak menarik. Tapi aku terpaksa membacanya karena sedang bosan.
"Sendirian aja lo! Pacar lo mana?" kak Dio sudah ada di hadapanku. Dengan lagaknya yang sok itu.
Kuhentikan aktivitas membacaku, lalu menatap mata kak Dio. Entah kemasukan jin apa, aku jadi berani menjawab.
"Aku nggak punya pacar." jawabku datar lalu kembali melanjutkan baca.
"Lo kok jadi belagu sih?!" bentak kak Dio. Tapi aku tak menghiraukannya. Sungguh bosan dengan celotehan yang seperti itu.
Sejurus kemudian, kak Nando datang menghampiri. "Heh cewek cengeng!" kak Nando menggebrak meja. Dasar Kak Nando idiot!! Ini perpustakaan, nggak boleh berisik. Batinku.
"Ini perpustakaan kak, jangan berisik. Nanti kena marah sama yang lain." ujarku pada kak Nando tanpa melihat kearahnya sedikitpun –tetap fokus pada buku–.