Bagian 5 - He's Gone

156 8 0
                                    

"Itu artinya kita harus cepat pergi dari tempat ini."

Nat berteriak. Kini keempat anak kota itu sedang berada di ruang tengah. Rosie dan Diana yang tadi sedang berdiri di balkon langsung berlari ke ruangan itu karena mendengar suara gaduh dari lantai bawah. Ya, ternyata Jace dan Nat yang datang. Kedua gadis tersebut memang sempat melihat teman laki-lakinya itu berlari melewati kerumunan orang-orang pasar saat di balkon tadi. Setelah sampai di ruangan itu, Jace dan Nat ternyata membawa kabar buruk. Axel tentu saja tidak ikut berkumpul di ruang tengah. Yang Ia lakukan hanyalah berbaring di atas ranjang dan tak sadarkan diri sepanjang hari. Obat yang diberikan oleh perawat itu sepertinya tak bereaksi pada tubuh Axel, atau memang komposisinya yang sengaja dibuat untuk membuat Axel tak kunjung sembuh? Entahlah.

Sejak tadi yang keempat anak itu lakukan adalah saling berteriak satu sama lain. Mereka tak bisa mengontrol emosi mereka, sehingga suasana menjadi memanas. Nat adalah yang paling tak sabaran, Ia terus menggunakan nada tinggi saat berbicara, entah itu pada Jace atau bahkan pada kedua 'gadisnya'.

Menghadapi hal itu, Jace tentu saja harus bisa mengontrol emosinya supaya tidak meluap-luap seperti Nat. Biasanya Axel yang bisa menengahi hal-hal seperti ini, karena memang dia lah yang bisa dianggap paling dewasa di antara yang lain. Tapi sekarang Ia hanya bisa diam, membuka mata saja tak bisa, mana mungkin Ia bisa bicara?

Tak kalah kerasnya, Rosie pun menggunakan intonasi yang tinggi saat mengeluarkan kata-katanya. Ia kesal dengan perkataan Nat yang terus menyalahkan yang lain. Nat juga menyalahkan Axel karena kondisinya yang makin hari malah makin memburuk. Sedangkan Diana hanya bisa menundukkan kepala, pikirannya kacau sekali mendengar teman-temannya sedang beradu mulut. Seakan jalan pikirannya buntu, Ia tak tahu harus mengatakan apa. Hal ini sedikit membuat Jace kewalahan dalam menengahi Rosie dan Nat yang sama-sama terpancing emosinya.

"Itu tak semudah yang kita kira, Nat. Lalu Axel juga masih tak sadarkan diri, kita tentu saja tak mungkin memaksanya melakukan perjalanan!" Jace angkat bicara. Ia berusaha untuk tidak gegabah dalam mengambil keputusan, Ia tentu tidak mau membahayakan dirinya sendiri dan keempat temannya.

"Jadi kau bilang kita harus menunggu sampai Axel sembuh? Tak ada waktu untuk itu, Jace!" Bentak Nat.

"Kau tahu kan keadaan di luar sana? Kau tahu resikonya jika kita keluar kan? Kau bahkan dikejar oleh kucing berdarah dan hampir saja membuatmu mati. Kau mau mengalami hal seperti itu untuk yang kedua kalinya?"

Rosie pun angkat bicara sambil beranjak dari tempat duduk. Ia berdiri dengan gerakan secepat kilat. Ia menatap Nat dengan tajam, matanya seakan penuh dengan kemarahan. Bagaimana tidak? Nat seperti hanya memikirkan dirinya sendiri saja. Bahkan Ia tak mempedulikan teman yang sudah dianggap sebagai keluarganya sendiri itu. Ia tak peduli dengan keadaan Axel yang masih belum sembuh, Ia pun memaksakan untuk tetap pergi walaupun keadaan Axel yang masih sakit bahkan tak sadarkan diri beberapa hari ini. Rosie tak habis pikir, bagaimana Nat bisa begitu egois. Ia hanya mengendus kesal lalu melipat kedua tangannya di depan dada sembari memalingkan wajahnya dari pandangan Nat. Rasanya Ia sangat kesal jika melihat tampang Nat yang keras kepala dan egois itu. Ia kemudian menambahkan,
"Aku pikir kita adalah teman. Mungkin rasa itu harus dipertanyakan, Nat."

"Tetapi itu sama saja artinya. Kita akan mati juga disini jika kita tak segera pergi dari tempat aneh ini. Aku tak mau mati konyol." Lanjut Nat.

"Apa yang kau sebut mati konyol itu? Mati di tempat tak jelas seperti ini?"
Kini giliran Diana yang berbicara. Ia masih pada posisi duduk di atas sofa seperti tadi. Namun kepalanya mendongak ke atas menatap Nat dengan penuh kekesalan juga, seperti Rosie. Matanya sedikit berkaca-kaca karena Ia memang sedang menahan air matanya agar tidak keluar. Jangan sampai air matanya itu jatuh saat itu juga, itu akan membuat suasana bertambah kacau. Melihat teman-temannya saling berteriak cukup membuatnya kesal juga. Telinganya pun seakan terasa sakit mendengar berbagai kata-kata dengan intonasi yang sangat tinggi yang dilontarkan oleh Nat, Rosie, maupun Jace.

The Lost Institute [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang