Bagian 14 - Jace or Jace?

118 6 0
                                    

Malam semakin laut saja. Itu artinya langit akan menjadi gelap, segelap bulu burung gagak. Ya, bahkan sejak tadi burung gagak di sekitar bangunan tua yang disebut institut itu terus bernyanyi. Nyanyian pembawa kabar buruk, begitu katanya. Orang Irlandia mengatakan bahwa jika burung gagak berkicau di dekat sebuah rumah, maka tak lama kemudian salah satu orang di rumah tersebut akan meninggal. Mitos ini memang sudah merakyat di kalangan orang-orang. Bahkan bukan hanya orang Irlandia saja, orang Amerika pun meyakini hal tersebut. Walaupun begitu, penentu takdir manusia adalah Tuhan, bukan burung gagak. Tetapi adanya burung gagak itu bisa saja hanya untuk mengingatkan bahwa semua yang hidup, pasti akan mati pada akhirnya.

Selain kicauannya yang membawa kabar buruk alias malapetaka, kehadirannya juga membuat bulu kuduk berdiri. Apalagi sekarang ini Jace sedang menyusuri ruangan yang runtuh dan gelap itu seorang diri. Ya, Ia berniat untuk menemui Amatis Herondale, wanita yang telah menyandera temannya. Ia akan membunuh wanita itu dengan seraph blade yang dimilikinya. Hm, itu hanya khayalannya saja.

Amatis akan membangkitkan Sebastian. That's the point. Amatis membutuhkan Rosie untuk itu. Bukan karena Rosie pemberani. Menurutnya ada hal lain yang menjadi alasan mengapa harus Rosie. Ada sesuatu yang membuat Rosie lebih kuat dibanding yang lain. Semuanya telah mengetahui hal itu, termasuk para iblis.

Di waktu yang tepat ini, Rosie dan teman-temannya bisa saja melarikan diri sekarang juga. Tetapi itu percuma. Para iblis pasti akan mengejar mereka dengan menghalalkan segala cara. Ditambah dengan keadaan mereka yang tak memiliki perlindungan diri sedikitpun. Masalahnya, Amatis telah membuat pagar besar yang mengelilingi institut tak bisa diruntuhkan karena dimantrai dengan kekuatan iblisnya. Amatis mengunci gerbangnya dengan rune sehingga tak ada yang bisa membukanya kecuali dirinya sendiri. Karena itulah Jace berniat untuk mematahkan Amatis sebelum Ia menyentuh Rosie. Begitulah rencana yang dibuat Jace. Padahal Ia tak punya pikiran apapun mengenai bagaimana caranya membunuh Amatis ataupun seperti apa wajah Amatis itu. He has no idea.

Jace melongok sebentar keluar jendela. Ia melihat ke arah bawah untuk mengukur kurang lebihnya dimanakah Ia berada sekarang. Ia memang tak mengerti ada berapa lantai. Awalnya terlihat hanya tujuh atau delapan lantai saja. Tetapi kini Ia telah melewati dua lantai dan belum mencapai lantai paling atas. Kemudian Ia pun melihat bagian atas bangunan tersebut dari balkon dalam ruangan untuk memastikan berada di lantai berapakah Ia saat ini. Mungkin satu lantai lagi untuk menuju puncaknya, pikir Jace.

Sejak tadi, sejak Ia mulai berjalan sendirian, tak ada suara apapun yang terdengar oleh telinganya. Kecuali langkah kakinya sendiri. Sesekali Ia menoleh ke samping kanan dan kiri serta arah belakang. Tetapi tentu saja tak ada siapa-siapa. Ia berjaga-jaga siapa tahu iblis itu muncul lagi. Saat ini Ia hanya bisa mengandalkan sinar dari seraph blade itu untuk menyinari jalannya agar tak tersesat atau tersandung atau menabrak dinding. Ia sedang menaiki anak tangga menuju puncak institut.

Sampai di lantai berikutnya, Jace masih saja tak melihat tanda-tanda apapun. Ia melihat ke sekelilingnya untuk mencari clue. Beberapa saat kemudian, seraph blade itu menyinari sebuah pintu. Gagang pintu tersebut mengingatkannya pada suatu hal. Ia pun berjalan mendekati pintu tersebut. Terlihat ukiran-ukiran rune pada gagang pintu tersebut. Ia ingat tentang mimpinya malam itu. Mimpi tentang Amatis.

"Jonathan... Jonathan... Jace..."

Semuanya gelap, tak ada cahaya sama sekali. Sejak tadi suara itu selalu mendengung seperti lebah di kepalaku. Tak tahu siapa yang memanggil namaku sejak tadi, tapi sungguh, itu sangat mengganggu. Sejujurnya aku penasaran siapa yang memanggilku terus menerus. Kedengarannya seperti suara wanita. Aku masih berjalan di lorong gelap ini. Aku ingin berteriak. Seluruh tubuhku kaku, tak bisa kukatakan seberapa inginnya aku menoleh ke belakang. Aku ingin tahu apa yang sedang mendorongku saat ini. Aku seperti terhempas angin dari belakang. Sepertinya aku akan dibawa ke sebuah tempat sumber suara yang memanggilku. Tempat apapun itu, kuharap disana ada sebotol beer. Aku sangat merindukan minuman yang berbau khas itu.

The Lost Institute [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang