Bagian 15 - Deathly Rituals

91 5 0
                                    

Gesekan pedang yang satu dengan pedang lainnya membuat telingaku perih. Perlahan namun pasti, aku berusaha untuk membuka mata. Saat aku bisa melihat sekitarku dengan jelas, aku pun sadar bahwa aku tidak lagi berada di institut. Saat ini aku sedang di sebuah tanah api. Atau lautan api. Atau apapun itu aku tak tahu. Yang kulihat di sekitarku, semuanya adalah api. Aku sangat terkejut. Aku pun mulai berdiri untuk mencoba mencari kemana perginya orang-orang.

Namun langkahku terhenti begitu saja. Aku melihat seorang gadis berambut cokelat kemerahan sedang memegang sebuah seraph blade. Tangan gadis itu pun berdarah. Karena kasihan, aku berniat untuk menghampiri gadis itu dan menolongnya. Tetapi langkahku terhenti kembali. Gadis itu tiba-tiba lantas berdiri. Kulihat seorang laki-laki berambut pirang telah berdiri di hadapan gadis itu. Kemudian mereka saling berbicara. Entah apa yang mereka bicarakan. Namun dari mimik wajah yang kulihat, sepertinya mereka tak satu jalur. Mereka bermusuhan.

Ya, dugaanku benar. Tak lama kemudian, mereka berdua saling beradu pedang. Aku ingin membantu gadis itu, tetapi apa dayaku? Aku merasa seperti kakiku telah diberi lem sehingga melekat di tanah. Aku hanya bisa berdiri diam di tempat sambil melihat gadis itu melawan laki-laki di hadapannya. Bahkan untuk mengatakan sesuatu saja mulutku terkunci. Apa yang sebenarnya terjadi? Aku sungguh tak bisa hanya diam menjadi penonton pertarungan mereka berdua. Aku rasa aku harus membantu gadis itu.

"Aku sungguh tak ingin melakukan ini padamu, Jonathan. You're my big brother."

Kudengar gadis itu pun berteriak kepada laki-laki yang menjadi lawannya dalam pertarungan itu. Namun dengan keras kepala, laki-laki itu menjawab.

"Aku tak akan berhenti, Clarissa. Aku tak mau."

Kemudian gadis bernama Clarissa itu pun menangis. Walaupun tangisnya telah menjadi, Ia tetap memainkan pedangnya untuk menghindar dari serangan laki-laki yang Ia sebut sebagai kakaknya, yakni Jonathan.

Aku pun melihat ke sekelilingku yang hanya ada api. Seperti penggambaran neraka. Aku juga melihat banyak sekali pemburu bayangan yang tewas tergeletak di atas tanah. Lalu aku melihat sosok yang mengerikan. Kurasa itu adalah iblis. Badannya besar seperti raksasa, tingginya mungkin sekitar sepuluh meter lebih. Namun iblis itu telah mati. Sekarang hanya ada seorang gadis dan laki-laki yang sedang bertarung. Semua makhluk di tempat ini telah tewas. Mungkinkah aku juga telah mati? Tetapi bisa kupastikan aku masih bernafas.

Tak lama kemudian, pertarungan antar saudara itu pun terhenti.

"Jonathan sadarlah! Aku bahkan menentang surga dan neraka hanya demi kau. Tak bisakah kau hentikan ini?" Teriak si gadis. Namun tampaknya laki-laki itu berpura-pura tak mengerti. Ia hanya diam.

"Ikutlah dengan kami, Jonathan. Demi perdamaian dan juga demi ibu kita." Ajak si gadis kemudian setelah laki-laki itu tak membalas perkataannya.

Masih dengan keras kepala, laki-laki pirang itu menolak lagi. "Tidak mau."

Si gadis pun mulai kesal. Air matanya kini tak lagi bisa menetes. Semuanya telah Ia buang sia-sia untuk seseorang yang bahkan tak mempedulikannya sama sekali. Ia mempertaruhkan nyawanya untuk itu, tetapi kenyataannya berkata lain. Hal yang Ia inginkan sama sekali tak terwujud. Jika saja aku mempunyai seseorang seperti laki-laki itu, aku bahkan tak segan-segan untuk membunuhnya hanya dengan satu kali tusukan seraph blade.

Kulihat gadis itu melemparkan seraph blade yang Ia pegang. Dengan seluruh kekuatannya yang ada, Ia pun berjalan mendekati laki-laki itu. Mungkin Ia akan memukul atau menampar laki-laki tersebut. Tetapi tidak. Tiba-tiba saja tepat di belakang laki-laki itu muncul sebuah sinar berwarna biru cerah. Itu adalah portal.

The Lost Institute [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang