Bagian 16 - You Are Valuable

79 6 0
                                    

Putih, semunya hanya ada warna putih. Kurasa ada yang aneh dengan mataku, sebab aku tak bisa melihat warna lainnya selain putih. Bahkan lantai tempat ku berdiri pun sama sekali tak bisa kulihat dengan jelas. Sudah kubilang, semuanya tertutup oleh warna putih. Bahkan aku pun baru saja tersadar bahwa aku tak berada di institut lagi. Entah tempat apa ini, yang jelas membuatku kebingungan.

Lama kelamaan pandanganku mulai jelas. Warna putih itu sedikit demi sedikit mulai memudar. Samar-samar aku bisa melihat ada sofa dan meja dengan beberapa foto berbingkai yang tertempel di dindingnya. Aku pun berjalan mendekati dinding itu untuk melihat foto yang tertempel disana. Sejujurnya aku masih tak mengerti dimanakah aku sekarang. Saat aku melihat foto-foto itu, kurasa semua itu tak asing. Itu jelas adalah fotoku saat masih kecil, mungkin saat aku masih berumur empat atau lima tahun. Kulihat ada seorang wanita yang memelukku dari belakang. Ya, itu adalah ibuku.

Jadi aku berada di rumah? Bukan rumahku yang berada di Seattle, melainkan rumah ibuku di London. Bagaimana bisa ini terjadi?

"Mom?" Aku pun beberapa kali memanggil ibu sambil berjalan mencarinya.

Kemudian aku pun tiba di dapur. Aku sedikit tak percaya ketika melihat ibuku sedang berdiri di depan kompor, Ia sedang memasak. Pasalnya aku tahu sepertinya tadi aku berada di institut. Aku pun menoleh ke samping kanan dan kiri untuk memastikan aku memang berada di rumah. Tetapi sepertinya memang benar bahwa aku berada di rumah sekarang. Aku pun memanggil ibu sekali lagi. Ia langsung menoleh dan tersenyum tanpa terlihat rasa heran mengenai bagaimana bisa aku sampai di London dengan cepat. Ia menghampiriku dengan wajah sumringah lalu memelukku dengan penuh kasih sayang.

Setelah Ia merasa rindunya telah terpuaskan, Ia pun melepaskan pelukannya. Ia menatapku sambil mengelus rambutku dengan lembut. Ada yang aneh dengannya, kurasa. Aku melihat di lehernya terdapat sebuah tato. Aku pun menanyakan hal itu.

"Aku kira kau tak memiliki tato?"

Ibu hanya tersenyum. Aku pun sadar bahwa itu sebuah rune. Kalau tidak salah itu adalah rune malaikat. Kenapa ibu memiliki tanda itu? Apakah Ia sengaja mentato lehernya bergambar rune? Atau Ia memang memiliki tanda tersebut?

"Kurasa itu tanda..."

Jari telunjuk ibuku lantas mendarat tepat di depan bibirku, membuatku berhenti berbicara. Ia pun tersenyum kembali. "Rosie, ada banyak hal buruk yang bisa saja terjadi padamu ketika kau dewasa. Mungkin sekarang Ibu bisa melindungimu, tetapi ada hal buruk yang tak bisa Ibu cegah darimu. Dan itu berarti giliranmu sendiri yang melakukannya. Ingatlah selalu, kau adalah yang berharga. Di samping itu, kau juga adalah yang terkuat."

"Ketahuilah, itu adalah dirimu yang sebenarnya."

Dengan wajah bingung, aku hanya bisa berkata. "Apa?"

Namun ibu hanya tersenyum, seperti tak mendengar suaraku barusan. Hal aneh pun terjadi. Wajah ibuku lama kelamaan mulai menghilang dan tersamar oleh wajah lainnya. Wajah itu semakin jelas. Tak salah lagi, itu adalah bibi Marissa. Ia pun tersenyum kepadaku dan mengatakan hal yang sama.

"Kau adalah yang berharga."

Masih dengan kebingungan yang memenuhi pikiranku, wajah bibi Marissa berubah. Tak terlalu jelas awalnya. Tetapi bisa kupastikan itu adalah Diana. Kenapa bibi Marissa berubah menjadi Diana? Lantas Ia pun berkata.

"Kau adalah yang berharga, Rosie."

Kepalaku seakan ingin meledak. Aku tak bisa menahan rasa pusing karena perkataan itu, 'kau adalah yang berharga' selalu mendengung di dalam kepalaku. Apa maksudnya semua ini? Aku berusaha bertanya pada Diana, namun yang terjadi justru hal aneh itu. Wajah Diana kini mulai tersamar. Ia berubah menjadi wanita cantik dengan bola mata biru yang bersinar. Rambutnya bergoyang-goyang tertiup angin karena Ia biarkan tergerai. Setelah aku perhatikan, ternyata wanita itu adalah wanita yang sering aku mimpikan. Itu adalah Amatis Herondale.

The Lost Institute [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang