Prolog

74 2 1
                                    

01:30 p.m.

"Done already?" tanya Niall saat melihat Lia berjalan mendekati mobil.

Gadis itu tersenyum dengan bangga sambil menghempaskan sebuah map berisi berkas-berkas penting ke dada Niall. "All clear"

Siang itu Lia telah memutuskan (dengan berat hati) akan menyelesaikan cutinya dan melanjutkan kuliahnya di universitas Leeds tersayang. Niall diam-diam menikmati sikap jengkel Lia setiap kali mengeluh tentang tugas-tugas yang akan ia hadapi, atau dugaannya bahwa tangannya sudah tidak bisa dipakai untuk menulis, atau membayangkan dirinya membawa setumpuk buku kemana-mana dan menderita sekali menerima fakta bahwa cepat atau lambat perpustakaan Leeds akan jadi rumah kedua untuknya. Setiap Niall mencoba mengatakan kalau semuanya akan baik-baik saja, Lia selalu memberi tatapan sinisnya.

Keduanya melewati siang yang normal, makan di restoran perancis pinggir jalan yang sepi sambil berbincang tentang hal yang tidak penting, warna rambut misalnya.

"I like this color. Perfect with my skin-tone" Niall membela diri saat Lia menyuruhnya kembali pirang.

Lia tertawa. "What do you know about skin-tone, kid?"

"Whatever" jawabnya tak peduli. "I like brunette. This is my true hair color"

Mengabaikan kata-kata Niall, Lia kembali menyantap sepiring besar kerang bersaus yang dinamakan bouillabaisse. Niall diam-diam memberi tatapan jijik kepadanya.

"It's delicious. You should try it" protes Lia, sementara Niall mengeluarkan ekspresi seperti orang muntah dan kembali menghabiskan makanan penutupnya, semacam kue pucat bernama blancmanhe.

Dia bertanya-tanya dalam hati penuh penyesalan kenapa tidak mengajak Lia ke KFC saja. Namun pandangan Niall berubah dengan cepat dari piringnya ke cincin yang dipakai Lia, saat salah batu berlian kecil imitasi-nya memantulkan cahaya terkena sinar matahari. Matanya seketika terbelalak.

"You're wearing it again"

"Eh? Oh yeah" katanya mengagumi cincin itu. "I like it. But can't take it off again--look"

Dia mencoba melepas cincin yang secara ajaib melekat di jarinya. Sebelum Niall mulai protes, Lia lanjut berbicara. "Chill out. I was thinking that this is maybe just a magic trick or something. We just need to say I solemnly swear that blablabla then I can take it off all of sudden, like yesterday. Cool, right?"

"I think we supposed to not make fun with..." Niall mencari kata yang tepat untuk cincin mengerikan itu. "That thing"

"Relax, old man. This is real world, not some kind of Harry Potter land"

"But you saw the paper, didn't you? It says everything has risk-"

Gadis itu mendecak tak sabar, meletakan sendok garpunya. "Since when everything has no risk? I decided to continue my study which has obviously plenty of risk, and you, you secretly proposed me? Don't you think it has no risk?"

Niall ingin membantah namun mulutnya hanya terbuka dan menutup lagi.

"...or this really simple example: I am with you, do you know how many people out there who's truly madly in love with you would volunteer to kill me everytime they saw pictures of us?"

"They're just kidding" kata Niall membela fans-nya.

"Some other's not" bantahnya lagi. "And I took that risk for you"

Niall, yang pipinya sudah memerah dengan mudahnya, tersenyum kepada Lia. "I love you"

Lia memutar bola matanya. "I know you can't beat me in every argument"

TwoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang