Hal buruk beruntun menimpa Niall. Siang menjelang sore hari itu, dia yang tidak punya pilihan, mengikuti detektif dan polisi kembali ke rumah sakit.
"Boleh aku pinjam earphone dan ponselmu--aku hanya ingin mendengarkan lagu, sampai pintu masuk rumah sakit" kata Niall saat mobil hampir sampai tujuan, detektif yang duduk disebelahnya memberikan tatapan curiga. Niall mengabaikan dua polisi yang duduk di kursi depan.
"Aku tidak perlu memegang ponselmu sama sekali, kau saja yang pegang, lalu kau jalan tepat dibelakangku" ia menambahkan. "Aku hanya tidak ingin mendengar pertanyaan para reporter"
Butuh pertimbangan cukup lama sebelum detektif wanita, yang tidak diketahui namanya, mengangguk. "Baiklah" katanya lalu memberikan Niall earphones miliknya yang berwarna pink.
"Mau lagu apa?" dia bertanya memilah playlist di ponselnya.
"Apasaja" jawab Niall seraya memakai earphones. Setelah itu, dia menunggu detektif memainkan lagunya. Telinganya panas mendengar lagu yang dipilih detektif.
"Yang benar saja?" tanya Niall, ekspresinya muak dan malas. "What makes you beautiful?"
Detektif itu hanya nyengir, tidak menjawab.
Tepat seperti dugaan, puluhan reporter memenuhi pintu masuk Leeds Hospital sore itu. Niall, yang kedua telinganya sudah disumbat earphones dengan suara maksimal, keluar dari mobil dikawal oleh dua polisi sekaligus, detektif dibelakangnya jalan terlalu merapat kepadanya. Membuat Niall risih.
Tapi Niall tidak mendengar apapun. Itu yang membuatnya jalan dengan santai memasuki sepasang pintu otomatis Leeds Hospital. Dia tidak akan sanggup mendengar rentetan pertanyaan para reporter diluar sana.
"Here you go," Niall melepas earphones dan memberikannya kepada detektif begitu mereka sudah di dalam lift. "thank you"
Detektif mengangguk tersenyum, memasukan kembali earphones ke jaketnya.
Lantai 6, Pusat Rehabilitasi Untuk Penyakit Mental dan Gangguan Kejiwaan. Tempat yang tepat untuk membuka luka-luka lama baginya. Dia ingat betapa seringnya dia datang kesini sekitar dua tahun lalu, setiap minggu menemani Melissa menjalankan terapinya, dan tepat di lorong dekat lift, dimana Niall memutuskan hubungan dengan Lia setahun lalu, dan diruang staff, tempat dia melihat Lia mencium pangeran sialan itu. Rasanya semua itu baru kemarin. Begitu cepatnya waktu berlalu. Sekarang bahkan dia tidak tahu Melissa dimana, dan Lia...dia mati. Sedangkan David, pertemuan terakhir Niall dengannya tidak bisa dibilang menyenangkan. Lebam di rahang Niall masih terasa sakit, tapi tetap tidak sebanding dengan rasa sakit kehilangannya terhadap Lia...
"Ini kamarmu, semua perlengkapan yang kau butuhkan sudah ada di dalam lemari itu" kata polisi menunjuk lemari kayu sederhana disebelah tempat tidur seadanya. Ada dua ranjang di kamar itu.
"Untuk siapa ranjang yang satunya lagi?" tanyanya otomatis.
"Tidak ada" jawab detektif. "Mrs Horan menginginkan sedikit privacy untukmu. Biasanya satu kamar berisi dua orang, tapi kau... suatu pengecualian"
"Wah, aku terharu" ketus Niall langsung merebahkan tubuh dikasur.
"Apa lagi?" lanjutnya melihat ketiga orang itu tidak ada yang keluar dari kamar.
"Aku akan tinggal disini berbicara dengannya, kalian bisa pergi" kata detektif kepada dua orang polisi yang kemudian keluar ruangan dan menutup pintunya.
Niall mengubah posisinya menjadi bersandar pada papan ranjang, melirik detektif tanpa minat sedikitpun.
"Akan ada wawancara dan beberapa pemeriksaan untukmu sebelum dokter mendiagnosa"
KAMU SEDANG MEMBACA
Two
De Todo1. Her favorite place was Orlando 2. Alaska was where she wished to stay 3. She wanted dark gray hair 4. She said she was born to be an extraordinary person and I'm the one who would find her 5. Tea was her favorite drink It is all just a coincidenc...