Berdiri merenung menghadap batu nisan bertuliskan LIA NOURA MALIK disana, Niall berduka. Hari itu pertama kalinya dia benar-benar mengunjungi makam tunangannya. Tidak ada siapapun, tidak ada keributan, tidak ada David yang memukulinya dan tidak ada puluhan pasang mata yang menyaksikan itu. Dia bebas. Niall telah bebas dari semua tuduhan. Namanya sekali lagi bersih dan itu semua tidak akan terjadi jika Lia tidak memberinya sedikit petunjuk.
Rangkaian bunga mawar pemberiannya yang ia letakkan di atas tanah sudah setengah tertutup salju. Begitupula mantel hitam tebal yang ia kenakan. Tapi bagaimanapun, dinginnya udara tidak membuat Niall angkat kaki dari tempat itu. Dia masih belum puas menatap batu nisan didepan, membayangkan sosok yang terkubur dibawahnya. Butuh berjam-jam atau mungkin selamanya karena Niall memutuskan tidak akan kembali ke Bradford ataupun Leeds. Menyakitkan mengingat semua kenangan yang terjadi di kota itu.
Niall mengusap mata dan hidungnya, dia rasanya seperti menangis tapi tidak ada air mata yang keluar. Mungkin dinginnya udara membekukan segalanya, tapi tidak termaksud perasaannya terhadap Lia.
"Thank you" kata Niall akhirnya setelah lama hanya diam berdiri. "I won't be here if it's not because of you. And I guess, you won't be here either if it wasn't because of me. So..."
Dia bertekuk lutut, menggenggam salju sekuat tenaga penuh amarah dan rasa bersalah. Niall menggigit bibirnya merasakan tubuhnya gemetar.
"I'm sorry" suaranya penuh penderitaan. "You die because of me. I don't care about those dark magic or any evidence. For me, you die because of my recklessness. You wouldn't be here if we were not knowing each other... Now I wish I could change the timeline. I wish you never met me and I'd never fell in love with you this hard. It'd be easy for us two, wouldn't it?"
Niall mengusap hidungnya lagi, menarik napas dalam-dalam, dia menatap tumpukan salju putih dibawahnya.
"I'm not going back to this place. I hope it's okay for you, Li" gumamnya lagi. "But someday, when I'm fully ready, I will come here again. I promise. It takes so many time I guess, maybe years, I'm not sure"
"Years without you..." dia mengulang seraya berpikir. "I can't imagine how could I spend my days without you. Who's gonna hear my stories, then? Who's gonna laughing at my jokes and playing guitar with me? I thought we promised will be together for the rest of our life, Li?" suaranya semakin parau. Dia menghapus air matanya yang tak sanggup ia tahan lagi. "How can I survive through the days without you?"
Menutup wajahnya dengan kedua tangan, Niall membiarkan dirinya kalut dalam air mata. Baru kali ini ia menangis separah itu. Napasnya sesugukan dan dia tak bisa bernapas, tapi air matanya tidak henti-hentinya menuntut keluar. Dia terlalu sakit hati untuk peduli dengan hal lain selain rasa duka kehilangannya.
Hujan salju dan angin menjadi saksi penderitaannya saat itu. Tidak ada orang lain di makam. Cukup alam dan Tuhan yang mengetahui betapa hancurnya Niall sekarang...
Setelah cukup lama dan ada sedikit kelegaan yang tidak ia mengerti, Niall kembali berdiri tanpa menghapus air matanya. Menatap nama di batu nisan itu, membayangkan sosoknya untuk terkahir kali. Niall menghela napasnya dengan gemetar.
"I let you go" bisiknya tulus. "May you rest in peace, Lia Malik. I let you go..."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Two
Random1. Her favorite place was Orlando 2. Alaska was where she wished to stay 3. She wanted dark gray hair 4. She said she was born to be an extraordinary person and I'm the one who would find her 5. Tea was her favorite drink It is all just a coincidenc...