Revival

12 2 0
                                    

Menarik napas panjang. Aku seakan kembali kepermukaan setelah cukup lama tenggelam di kolam tak berdasar. Menyesatkan. Aku terbangun seketika, membuat kain tipis yang tadi menyelimuti seluruh tubuhku merosot.

Aku telanjang.

Tapi bukan itu yang menjadi masalah. Tempat ini, tempat aku berada sekarang, suatu tempat asing yang diselubungi keheningan total, gelap, dan dingin. Ada selusin ranjang pasien rumah sakit disekelilingku, ranjang dengan gundukan layaknya orang tertidur ditutupi selimut tipis pada masing-masingnya. Tidak ada tanda-tanda kehidupan, seperti misalnya, helaan napas...

Tidak butuh otak cerdas untuk mengetahui tempat apa ini. Kamar Mayat.

Riak dingin merayapi kulitku seketika. Aku ingin berteriak tapi tidak ada apapun yang keluar dari mulutku. Memutuskan untuk turun dari ranjang, aku bangkit berdiri. Jantungku melompat memukul-mukul rusuk. Barangkali ia tahu kalau selama ini tidak ada detak yang dihasilkan, barangkali  dia bertekad untuk memenuhi denyut yang ia lewatkan selama aku tidak sadar...atau lebih tepatnya mati, tapi sejak kapan? Bagaimana bisa aku kembali?

Membungkus tubuhku dengan kain tipis, aku keluar dari ruangan mengerikan tadi dan berlari, berlari sejauh kakiku bisa membawaku. Tanpa alas kaki, tanpa pakaian, hanya terbalut kain.

"Hey! Apa yang kau lakukan disini?" teriak seseorang dibelakangku.

Aku menoleh, tersenyum bersyukur melihat seorang petugas kebersihan yang berteriak tadi. Tapi dia tidak menyambutku dengan baik.

"Bagaimana kau bisa masuk kesini?" tanyanya padaku. Tanpa menunggu jawaban, ia menahan tanganku dan meraih walkie-talkienya kemudian berkata, "penjaga, ada orang gila di lantai 12"

Aku menepis tanganku, tersinggung,

"Excuse me, sir, kau panggil aku apa tadi?" tanyaku. Sepersekian detik terkejut karena aku tidak mengenali suaraku sendiri.

"Jangan banyak bicara"

"Tidak! Kau yang jangan banyak bicara. Kau tidak tahu siapa aku?"

Dia menatapku dari atas kebawah lalu satu alisnya terangkat dengan cara paling menjengkelkan. "Orang gila?"

"Orang gila tidak bicara sewaras ini" bantahku. "Sekarang, biarkan aku lewat. Aku mau pulang"

"Tidak, kau tetap disini sampai penjaga datang" larangnya.

Aku tertawa dingin. "Kau benar-benar tidak tahu aku siapa?"

"Bukan urusanku sama sekali"

"Ya ampun---" aku melirik nametagnya sekilas. "Tommy---nama mu Tommy, kan? Kau pasti orang baru di kota ini. Tidak bermaksud sombong, tapi semua orang tahu siapa aku atau setidaknya keluargaku, kami cukup terkenal di Bradford-"

"Sori, dimana?"

"Bradford" aku mengulangi, setengah ragu saat mengucapkannya lagi melihat ekspresi orang didepanku.

"Dimana itu?"

"Jangan bercanda-"

"Aku tidak pernah mendengar ada negara bagian Bradford di Amerika"

Gantian, aku yang tercengang mendengarnya. "Kau tolol atau apa? Bradford itu kota di Britania Raya"

Tidak menjawab, petugas kebersihan itu malahan berbicara pada walkie-talkienya lagi. "Cepat!"

"H-hey tunggu dulu" kataku mulai merasa ganjil. "Dimana ini?"

Pria didepanku masih tidak menjawab, hanya menatapku seakan aku adalah kuman yang harus dibasmi. Aku memeluk tubuhku rapat-rapat, mulai merasa tidak nyaman hanya terbalut kain tipis.

"Aku mau baju-"

"Ini rumah sakit bukan mall" selanya ketus.

Saat ingin menjawab aku melihat dua penjaga bertubuh besar berlari di didepanku, tanpa berpikir dua kali, aku melarikan diri, berlari entah ke arah mana kali ini. Kakiku membawaku ke sebuah ruang ganti perawat, ada banyak loker disana, aku mencoba untuk membuka satu per satu dan beruntungnya, ada satu loker tak terkunci. Didalamnya terdapat sepatu, leggings dan kemeja kebesaran.

"Siapa ka-"

"Hey--" aku melirik nametagnya dan segera tersenyum sok kenal. "Margaret! dimana kamar mandinya? aku lupa" kataku cepat, tidak mau terlihat mencurigakan.

Dia menatapku heran, satu tangannya menunjuk pintu hitam di sudut ruangan.

"Trims" gumamku buru-buru meninggalkannya.

Aku melepas kain begitu masuk kamar mandi. Langsung mengenakan kemeja dan celena leggings secepat mungkin, lalu menutup closet dan duduk diatasnya. Sengaja berlama-lama menunggu sampai ketiga orang yang mengejarku akhirnya memutuskan kalau aku sudah tidak ada disini...tapi memangnya dimana ini?

Begitu banyak pertanyaan sampai aku tidak bisa memutuskan mana yang lebih penting untuk dijawab lebih dulu. Dimana atau bagaimana?

Menghela napas berat lalu memakai sepatu curian yang sudah lusuh dan kebesaran, aku melihat ada yang melingkar di pergelangan kaki kananku, sesuatu yang sejak tadi tidak ku sadari. Aku membuka kaitannya, sama sekali tidak mengerti apa yang kubaca.

ST. ANTHONY'S HOSPITAL OF PHILADELPHIA

NAME             : THEA MONTGOMERY
DEATH TIME : 18:05 GMT OCTOBER 15 2019

Jantungku berhenti, kali ini hanya untuk sepersekian detik.

"You've gotta be kidding me"

Mendorong pintu keluar toilet, aku membeku ditempat melihat pantulan diriku di cermin westafel...

Saat aku bilang diriku, yang aku maksud adalah seorang wanita kurus kering usia 20an, berkulit pucat, berwajah cekung dengan lingkaran hitam di kedua mata yang berwarna hijau terang, bibir tipis merah muda, dan rambut pirang platina bergelombang sedikit melewati bahu. Penampilan ini memberi kesan bahwa aku adalah gadis nakal yang keluarganya baru saja bangkrut.

Tersirat rasa takut dan kebingungan di wajah itu. Ekspresi yang sama dengan yang aku rasakan saat ini.

Tubuh itu menuruti segala kemauanku, aku memukul-mukul pipiku, mencubitnya, melakukan gerakan-gerakan tidak jelas hanya untuk memastikan...

Aku tidak merasakan perbedaan apapun selain perubahan total pada penampilan fisik. Jika aku menutup mata, aku masih Lia Malik, tunangan Niall Horan, adik dari Zayn Malik, sahabat Harry Styles, Diana Stacy, Kaylee-Louis Tomlinson, dan Liam Payne, suatu grup yang cukup ketat dan sulit untuk masuk kedalam lingkaran orang-orang itu. Tapi saat aku membuka mata... sialan! Aku siapa?

***

TwoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang