Make It Up

40 3 0
                                    

Perjalanan bolak-balik dari London ke Fairbanks kota di Alaska bukan perkara sulit bagi Harry Styles. Dia hanya tinggal duduk selama 15 jam di jet pribadinya, makan, lalu tidur, dan saat membuka mata dia sudah di belahan bumi bagian lain. Jaraknya nyaris dari ujung ke ujung. Tapi sekali lagi, itu bukan masalah besar baginya. Selama hatinya ingin sekali ke suatu tempat, maka ia akan mengikutinya. Dan kali ini, tidak ada yang lebih ia inginkan selain mengunjungi Diana, walaupun 4,211 miles jauhnya.

Well, apapun sah dalam cinta dan perjuangan.

Harry memakai jaket dan mantel tebalnya, mengetahui dikit lagi jetnya akan mendarat di ujung dunia. Dia tidak sabar, benar-benar tidak sabar bertemu Diana lagi. Banyak sekali yang ingin ia ceritakan sejak pertemuan singkat mereka tiga hari lalu. Saat itu Harry hanya melakukan survei tempat sebelum pengambilan gambar pertama satu bulan lagi, sementara crew lainnya mengadakan semacam tour audisi casting bagi siapapun yang ingin memerankan tokoh utama wanita, seseorang yang akan menjadi lawan main Harry dalam film perdananya yang bertemakan romance, dan masalahnya, semua gadis ingin mengisi posisi kosong itu.

Tidak ingin memusingkan siapa yang akan menjadi lawan mainnya nanti, Harry lebih fokus pada apa yang jelas dalam hidupnya kali ini. Perasaan rumitnya terhadap Diana yang hanya bisa diwujudkan, dan memang harus, sebatas teman saja.
Itu tidak bagus.

Tidak seperti Lia yang selama ini adalah teman curhatnya dan perasaannya terhadap gadis itu tidak pernah berubah, hanya sebatas saudara, Harry sudah menganggap Lia sebagai adiknya, atau terkadang seperti kakak keduanya, bahkan masih sampai sekarang setelah ia meninggal. Perasaannya terhadap Lia mutlak, tidak berubah dan tidak akan pernah hilang. Tapi Diana, dia lain ceritanya.

Harry tidak pernah menganggap Diana hanya sebagai teman karena jantungnya tidak akan berdegup liar setiap bertemu seorang teman, pipinya tidak akan memanas jika teman itu tersenyum kepadanya, dia tidak akan salah tingkah, dan juga hatinya tidak akan sakit setiap melihat teman itu bersama pria lain. Itu bukan perasaan yang timbul terhadap seorang teman. Hal ini lebih rumit dan membingungkan. Terlebih lagi jika hatinya memilih seseorang yang sudah bertunangan, mungkin akan segera menikah... Harry tidak sanggup memikirkannya.

Bagaimanapun, dia tidak begitu pandai menyembunyikan perasaannya itu. Diana sudah tahu, Harry bahkan menciumnya malam itu tanpa sedikitpun rasa bersalah, tapi sekarang Harry sadar akan batasan seorang teman. Saat itu dia memang sedikit kelewatan dan kali ini, jika dia berhasil, Harry akan mencoba memperlakukan Diana sebagaimana seharusnya. Dia punya waktu seharian di Fairbanks sebelum akhirnya ikut tour casting ke Orlando, Florida.

Sambil menyusun rencana malam ini, Harry keluar jet dan memasuki mobil yang sudah menjemputnya.

"Jangan lupa barang-barangku, tolong" katanya saat menutup pintu.

Beberapa orang sibuk memasukkan barang bawaan Harry sebelum mobil akhirnya berangkat.

"Kau antar aku ke alamat ini saja" ujar Harry memberi secarik kertas berisi alamat apartemen Diana kepada supir yang kemudian mengangguk.

Mobil berhenti di depan gedung apartemen klasik, salah satu terbaik di kota itu.

"Kita sudah sampai, sir" kata supir sementara Harry memandang gedung itu lewat jendela kaca mobil.

"Eh yeah, kau boleh pergi kalau begitu" gumam Harry.

Supir menoleh kebelakang, menatap dengan bingung. "Sir?"

Harry meraih dompetnya memberikan 5 lembar seratus dollar Amerika kepada supirnya. "Kau pulang naik taksi saja, nanti aku yang antar mobilnya ke hotelku. Besok bisa kau ambil"

500 dollar untuk ongkos taksi, siapa yang mau menolaknya?

"Baiklah" supir itu tersenyum lalu keluar dari mobil.

TwoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang