Louis menjelaskan rencana gilanya yang membuat Kaylee dan Niall tak henti-hentinya protes. Mereka berdua tidak menyukai rencana itu namun juga tidak punya pilihan lain.
"Sekarang atau tidak selamanya?" Louis bertanya dengan nada final.
"Well..."
"Good" angguk Louis yang langsung menyambar ikatan tali di kedua pergelangan tangan Niall dan membukanya perlahan.
Niall membebaskan tangannya, lalu turun dari ranjang sambil mengelus pergelangan tangan kirinya, ia merasakan nyeri yang tak bisa dijelaskan.
"You okay, Niall?" bisik Kaylee.
"You?" Niall bertanya balik.
"None of us are" Kaylee menggidikkan bahu.
Rencana selanjutnya. Kaylee memperhatikan Louis membuka mantelnya, lalu sweater, kaus dan terakhir celana jeans. Sementara Niall melakukan hal yang sama dengan seragam pasiennya. Pria itu bertanya-tanya dalam hati kenapa Louis berpakaian seperti itu.
"Kau tidak tahu diluar sedang turun salju?"
"What? No" katanya kaget setengah mati. Dia bahkan lupa kalau sekarang sudah masuk musim salju.
Setelah keduanya selesai berganti pakaian. Niall merasa sangat hangat dengan pakaian milik Louis sementara kebalikannya, Louis terlihat tidak nyaman.
"Baju ini membuatku dingin" gumamnya.
"Aku merasakan itu sepanjang waktu" timpal Niall membuat Louis merasa tak enak hati. Bagaimanapun juga, Kaylee membuka scarf -nya dan memakaikannya di leher Louis. Pria itu mengucapkan ribuan terimakasih hanya dari tatapan matanya yang lembut, dan Kaylee mengerti.
Saat Louis duduk diranjang dan meneliti troli makanan berisi buah pir, makanan sisa Niall tadi, air putih dan obat-obatan, dia lalu bertanya, "Yang mana obat tidur?"
"Louis, don't you dare-"
"Satu pil tidak akan membunuhmu, love. Lagipula, aku sudah jarang sekali tidur sekarang. Ini kesempatan bagus, bukan?" Louis tertawa.
Tidak ada satupun yang mengerti leluconnya kali ini.
"Jadi yang mana yang membuatmu cepat tidur?"
Niall menunjuk tablet berwarna pink, paling kecil dari yang lainnya. Louis langsung meminumnya begitu saja lalu tersenyum.
"Sekarang ikat aku--hey ayolah! hanya untuk memperdalam karakterku saja" ujarnya. "Aku suka segala sesuatu yang sempurna"
Niall setengah hati mengikat kedua tangan Louis seperti yang tim dokter lakukan kepadanya. Sementara Kaylee tidak bisa menerima apa yang sedang ia lihat, tapi sekali lagi, mereka tidak punya pilihan.
"Kita berangkat kalau gitu, Kay, shall we?"
Kaylee mengangguk singkat.
"Ponselku. Ada di saku kanan" ujar Louis sebelum mereka berdua berbalik. "Aku butuh untuk jaga-jaga"
Niall merogoh saku kanan mantel dan memberikan ponsel milik Louis untuknya. Agak susah baginya memencet ponsel dari tangan terikat.
"Butuh bantuan?"
"Aku baik-baik saja, kalian harus pergi sekarang"
"Kami akan kembali-"
"Dua setengah jam lagi" Louis menegaskan kalimat itu.
Kaylee mencium Louis singkat lalu mengajak Niall keluar ruangan dengan berat hati. Dia tiba-tiba teringat, terakhir dia bertemu Niall, keduanya juga dikejar oleh waktu. Hanya saja kali ini bukan sepuluh menit, dan resikonya jauh lebih besar dari saat itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Two
Random1. Her favorite place was Orlando 2. Alaska was where she wished to stay 3. She wanted dark gray hair 4. She said she was born to be an extraordinary person and I'm the one who would find her 5. Tea was her favorite drink It is all just a coincidenc...