Infinity Pole 4 (Adrian Linz and The Map)

268 26 2
                                    

"Adrian," jawab Sam. "Adrian?" tanya Caine.

"Ya. Adrian Linz. Dia adalah seseorang yang sangat cerdas. Orang-orang desa bilang, kalau dia adalah orang yang pernah ke Ocean Mermaid. Jadi, dia pasti tahu jalan menuju ke sana," jawab Sam.

"Tumben dia pintar," batin Caine.

"Kau hanya menyebutnya dengan nama Adrian? Tidak sopan sekali!" tegur Prof. Camton. "Bukan aku yang mau. Tapi dialah yang maunya dipanggil Adrian saja," terang Sam.

"Ah, baiklah. Apa rumahnya jauh dari sini?" tanya Prof. Camton. "Tidak. Belokan kedua dari sini," jawab Alex. Akhirnya dia berbicara.

"Tunggu apa lagi? Ayo kita ke sana!" seru Clark. "Jangan berlari di tempat ini!" seru Sam. "Kenapa?" tanya Clark.

"Karena, nanti rambutmu berubah. Kau tidak lihat, kalau warga desa ini berambut hitam?" ujar Sam. Clark mengangguk.

Akhirnya mereka pergi ke rumah Adrian Linz.

***
Grette's P.O.V

Kami sudah sampai di depan rumah Adrian Linz. Rumahnya adalah rumah kuno. Memang kuno, tapi antik dan unik.

Tok tok tok!

Sam mengetuk pintunya. Namun sang pemilik tak kunjung datang untuk membuka pintunya.

Tok tok tok!

Kedua kalinya, dan terdengar suara dari dalam. "Tunggu sebentar," ujar suara itu.

Kemudian, pintu itu dibuka oleh seorang pria yang umurnya kira-kira berumur 40 tahun. Dia tampan, untuk umurnya. Aku yakin dia adalah Adrian Linz.

"Selamat siang, Mr. Linz," sapa Sam. "Ah, Sam... Sudah ku bilang panggil aku Adrian saja," ujar Adrian. Adrian terlihat ramah. Dia bahkan tidak mencibir Alex seperti warga desa yang lain.

"Sam, ini teman-temanmu?" tanya Adrian. "Ya. Mereka teman-temanku. Ada sesuatu yang penting yang ingin kami bicarakan padamu," jawab Sam. "Kalau begitu, mari masuk," ajak Adrian.

Kami pun masuk ke rumahnya. Rumahnya nyaman sekali.

"Boleh aku tau siapa kalian?" tanya Adrian. Kami mengangguk.

"Aku Grette."

"Aku Caine."

"Aku Clark, kembaran Caine."

"Aku Filia."

"Aku Prof. Camton,"

"Baik, kenalkan aku Adrian Linz. Panggil aku Adrian saja, karena aku tidak mau terlihat tua." ujarnya sembari mengedipkan sebelah mata. "Haha, baiklah," ujarku.

Aku lalu memandang sekitar. "Adrian, kau tinggal sendiri?" tanyaku pada Adrian. Adrian menggeleng.

"Tidak. Aku tinggal bersama istri dan anakku. Sekarang, mereka sedang keluar untuk membeli sesuatu." jawab Adrian. Aku hanya ber-oh saja. "Aku akan membuatkan minuman," ujar Adrian sambil berdiri, lalu berjalan menuju dapur.

"Ah, tidak perlu repot-repot," tolak Alex. Ramah. Tidak biasanya dia ramah seperti ini.

"Benar?" tanya Adrian memastikan. Kami semua mengangguk. Adrian pun kembali ke tempat duduknya.

"Jadi untuk apa ke sini?" tanya Adrian. "Kami ingin bertanya tentang jalan menuju Ocean Mermaid. Sam bilang, kau adalah orang yang pernag mengunjungi tempat itu." jawab Prof. Camton.

Adrian menatap kami bingung. "Kenapa kau bertanya tentang itu?" tanya Adrian. "Tempat itu sangat berbahaya. Jalan masuk nya dijaga oleh monster yang sangat ganas. Belum lagi para duyung yang sangat asing dengan manusia," lanjutnya.

"Kami mempunyai rahasia," ucapku. "Tapi berjanjilah, hanya kau yang tahu ini." lanjutku. Adrian mengangguk.

Prof. Camton mengeluarkan Guardian's Ball dari tasnya. "Apa itu?" tanya Adrian. "Ini adalah Guardian's Ball. Dia akan memberitahumu rahasia kami," jawab Prof. Camton.

"Halo, Adrian Linz! Aku Guardian's Ball. Jangan kaget padaku karena aku bisa berbicara. Aku akan memberitahumu tentang sebuah rahasia," sapa Guardian's Ball. Adrian tadinya sangat kaget, namun ia akhirnya kembali tenang.

"Beritahu aku," kata Adrian.

"Baik. Begini ceritanya..."

***

"Kalian seorang Guardians?" tanya Adrian. Kami mengangguk. "Apa perlu kami buktikan?" tanyaku.

Adrian menggeleng. "Tidak, aku sudah cukup percaya, tapi..." dia berhenti. "Kalian sangat perlu peta ini!" lanjutnya, kemudian mengambil bolpen dan sebuah kertas. Lalu, ia menggambar sebuah peta.

"Pertama, kalian harus pergi ke Magic Desert. Disana ada sebuah jalan menuju terowongan yang akan membawa kalian ke pintu yang mengarah ke Ocean Mermaid. Namun, sebelum itu, kalian harus melawan si Kalajengking Raksasa. Jalan itu ditandai dengan sebuah batu yang memiliki lukisan-lukisan tentang putri duyung," jelas Adrian.

"Dan jangan lupa, jika kalian ke sana. Bilang pada para duyung kalau kalian mengenalku. Tapi jangan pada si Kalajengking." ujar Adrian. "Memangnya kengapa?" tanya Clark.

"Lakukan saja apa yang ku perintahkan!" seru Adrian.

"Hm, Adrian. Kalau boleh tahu, sebenarnya kau ini siapa?" tanya Filia setengah bergumam. "Eh?" tanya Adrian bingung. Bahkan aku saja tidak mengerti apa maksud Filia.

"Adrian Linz adalah seseorang yang sangat menyukai sejarah, petualangan, tempat-tempat mitos, cerita Yunani, dan lain-lain. Dia juga seseorang yang sangat bijak dan cerdas. Maka dari itu, Kepala Desa sangat percaya pada Adrian Linz untuk dijadikan penasihatnya." jelas Alex. Tumben dia berbicara banyak. Dia juga sepertinya sangat mengenal Adrian Linz.

"Ah, Alex. Bisa saja kau," kata Adrian malu. Alex hanya tersenyum. Tunggu, senyum Alex itu sangat hangat pada Adrian.

"Ah, Adrian... Terima kasih untuk petamu. Kami berhutang budi padamu. Suatu kehormatan orang sepertimu bisa ikut dengan kami," ujar Prof. Camton.

"Maaf, Professor. Aku tidak bisa. Tapi aku harap kalian selamat sampai tujuan. Aku senang bisa membantu orang yang ingin mengalahkan kejahatan," kata Adrian sambil tersenyum pada kami. Mata coklatnya berkilat-kilat.

"Mari ku antar kalian sampai gerbang," ajak Adrian. Kami mengangguk.

Saat kami jalan bersama Adrian menyusuri desa, tidak ada yang mencibir Alex. Mereka sangat menghormati Adrian. Tapi, tatapan-tatapan kekesalan masih mengarah pada Alex.

Sebenarnya ada apa antara Alex, warga desa, dan Adrian? Tak kusangka, aku melamun.

"Kita sudah sampai," ucapan Adrian membuyarkan lamunanku. Aku melihat ke depan. Kami berada agak jauh dari gerbang.

"Terima kasih Adrian atas semuanya," kata Sam. Adrian mengangguk. "Sama-sama, dengan senang hati," ujar Adrian hangat.

"Sampai jumpa, Adrian!" seru kami pada Adrian sembari melambaikan tangan. Yah, kecuali Alex. "Sampai jumpa, kawan!" balas Adrian.

"Alex, Sam! Ambil ini!" seruku sambil memberikan dua tas ajaib pada mereka. Satu berwarna merah, satu berwarna coklat. "Terima kasih," ujar mereka.

Kami mengeluarkan sayap dan Prof. Camton mengeluarkan fairy dust-nya. Kami lalu terbang ke langit. Aku menengok ke bawah, masih terlihat Adrian yang memandang kami dari bawah sana.

***

Heyyohhh Readers! Gimana? Seru gak Chapt 18 nya? Maafin Gigy ya kalau gak seru, hehe...

Aduh, Gigy sedih nih, belakangan ini Readers nya berkurang😢 aih, kenapa ya....

Gigy masih tunggu kritik dan saran kalian, kok!😇

Thanks juga buat yang udah baca dan vote cerita Gigy yakkk😊😊🙏🙏

See you in the next chapter, guys!🙋
-Gigy.

The Next GuardiansTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang