"Ya, sudah ditentukan kita akan meninggalkan kerajaan hari ini." ujar Prof. Camton mengakhiri rapatnya, meninggalkan yang lain di perpustakaan. Grette menatap teman-temannya dengan tatapan 'kan tadi sudah kubilang.' Sementara teman-temannya memutar bola mata mereka seirama.
Sam lebih dulu bangkit dari kursinya, tidak tertarik dengan buku. Ia keluar, lalu diikuti oleh Alex. Tanpa pamit, tentu saja.
Namun, tidak ada yang terlalu memerhatikan hal itu. Justru, mereka semua sedang tenggelam dalam pikiran masing-masing. Bisa dibilang mereka semua melamun.
"Hei, kalian tidak kembali dan mengepakkan barang kalian?" tiba-tiba suara Sam kembali terdengar, memecah keheningan.
Hei, bukannya ia sudah kembali dengan Alex barusan?
"Lol. Kalian jangan memandang kami seperti itu," Alex memandang teman-temannya dengan tatapan sedatar mungkin. "Kami memang kembali lagi ke sini, karena kami heran mengapa tidak ada yang keluar saat kami keluar." lanjutnya.
Clark mendengus. "Untuk apa?" ujarnya acuh. "Untuk apa kami keluar? Bahkan Prof. Camton tidak kembali lagi setelah meninggalkan tempat ini." lanjutnya. Ia masih menatap kosong ke arah meja.
Alex menatapnya sedatar mungkin yang ia bisa. Sedangkan Sam merasa teman-temannya ini terlalu lama di perpustakaan sehingga pikiran mereka kosong karena yang dilihat hanyalah buku. Tapi, hei, mereka juga tidak membaca buku.
Mungkin karena saking sunyinya perpustakaan membuat teman-temannya--selain Alex yang cueknya kelewat batas--tenggelam dalam pikirannya masing-masing. Namun, tak lama, ia mendapatkan ide untuk memecah keheningan. Ide usil tentunya.
Ia diam-diam mengepal tangannya membuat tangannya sekilas mengeluarkan cahaya. Lalu saat membuka tangannya kembali, sebuah batu berukuran tutup botol terlihat di telapak tangannya.
"Apa yang ingin kau lakukan? Ini bukan saatnya--"
"Diam bodoh. Aku hanya tidak betah melihat wajah menyedihkan mereka." Sam memotong perkataan Alex sambil tersenyum tipis. Alex langsung mengerti maksudnya. Dan, entah mengapa, Alex menyeringai.
"Siap-siap untuk bom, kawan!" gumam Sam.
Ia lalu melempar batu itu ke arah salah satu temannya. Tentu saja, tak lain, tak bukan, sasaran utamanya adalah Clark.
Jedak!
Batu tersebut sukses mengenai dahi Clark, membuatnya kaget dan meringis. Lalu, batu tersebut memantul ke arah Filia yang ada di serong Clark. Begitu pula selanjutnya, batu tersebut memantul ke arah Hanzel, yang ada di serong Filia.
Memantul ke Caine, dan berakhir di Grette. Batu itu memantul menyerong, dan kembali pada telapak tangan Sam.
Korban yang terkena batu tersebut meringis memegangi dahi mereka masing-masing. Lalu, secara bersamaan, menatap Sam tajam.
Sam yang merasa ditatap mulai membela diri.
"Aku hanya kesal pada kalian yang melamun seperti itu. Tidakkah kalian berfikir bahwa kita harus bersiap-siap meninggalkan kerajaan ini?" serunya. Alex yang disebelahnya hanya mengiyakan.
Namun, secara tiba-tiba, bola salju dengan mulusnya mendarat tepat di atas wajah Sam. Sam tahu siapa pelakunya. Ia langsung membersihkan bola salju tersebut dan mendengar teman-temannya menertawainya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Next Guardians
FantasyApakah Superhero itu ada? Hahaha, teruslah bermimpi kawan. Tidak, kau tidak paham, kadang mimpi merupakan kunci dari semuanya. Bahkan untuk mengetahui siapa dirimu sebenarnya di hadapan muka bumi ini.