Part 21

339 27 5
                                    

"tempat ini gak berubah ya, Ji." Minseok memandang berkeliling, senyumnya merekah mengingat kenangan demi kenangannya dengan Jihyun di tempat ini.

Sedangkan yang diajak bicara, hanya bergeming di tempat. Menatap menu yang baru saja diantar oleh pegawai tempat makan.

Minseok yang merasa tak ada balasan, menoleh. Dihelanya nafasㅡah, entah sejak kapan dia jadi sering seperti ini.

"Mau makan apa?" Minseok bertanya dengan lembut. Dialihkan pandangannya pada menu yang sedang dilihat - lihat oleh Jihyun.

Dengan perlahan Jihyun mengulurkan telunjuknya. Ditunjuknya salah satu menu dengan gambar kepiting besar disana. "Ini."

Minseok mengangguk seolah mengerti. Tanpa melihat namanya ia tahu apa menu yang dipesan oleh adik sepupunya itu.

Minseok memandang berkeliling mencari pelayan tempat makan untuk melayani mereka. Digerakkan tangannya membentuk gesture memanggil. Si pelayan yang kebetulan menangkap gesture itu, segera menghampiri.

"Selamat sore, mau pesan apa?"tanya si pelayan ramah. Tangannya sudah memegang pena, bersiap menari - nari di atas secarik kertas.

Kemudian Minseok menyebutkan pesanan yang akan dirinya dan Jihyun pesan. Sementara itu, Jihyun menolehkan kepalanya mengarah pada lautan lepas di sisi kanannyaㅡtempat makan ini memang berdindingkan kaca jadi para pelanggan bisa melihat laut dari dalamㅡdirinya melamun, fikirannya sudah melayang - layang entah kemana.

Minseok yang melihat kelakuan adik sepupunya itu hanya bisa mendesah. "Aku tau kamu gak mau bicarain ini, tapi bagaimanapun juga cepat atau lambat pasti kita bakal ngomongin ini lagi." Minseok bersuara setelah membersihkan tenggorokannyaㅡia sedang dalam mode serius sekarang.

Jihyun yang menyadari kemana pembicaraan ini mengarah, menarik garis bibirnya datar. Dia yang sudah (sedikit) tenang ketika melihat laut lepas kembali membuncah saat mendengar tutur kata Minseok.

"Gak papa kalau kamu gak mau ceritain detailnya sekarang, tapi aku cuma mau tau kamu kenal dia dimana?" Minseok memandang lurus adik sepupunya yang tidak menatapnya balik. Menunggu jawaban dari Jihyun yang bahkan tidak bereaksi sama sekali atas pertanyaan yang dilontarkan oleh dirinya.

Mungkin ada sekitar 20 menit Minseok menunggu jawaban dari Jihyun. Iyap, adik sepupu kesayangannya itu tak kunjung menjawab pertanyaan Minseokㅡah, bahkan bergerak dari posisinya saja tidak. Matanya terus terpaku menatap laut lepas seolah - olah sudah dimantrai.

Minseok yang menganggap Jihyun tidak akan mengungkap kapan dia bertemu si-okdongja, merogoh saku celananya. Ia berniat bermain game sebentar sambil menunggu makanan datang.

"Aku..." Jihyun bersuara ragu ketika Minseok baru saja berhasil log-in ke dalam gamenya.

"A-aku..." Jihyun bersuara lagi. Minseok memutuskan untuk menutup aplikasi yang sedang dijalankannya dan kembali fokus pada adik sepupunya yang (mungkin) akan menjawab pertanyaannya tadi.

***

Hari demi hari berlalu begitu saja. Bahkan ujian akhir untuk para pelajar tahun akhirpun sudah berada di depan mata. Kalau kalian penasaran dengan hubungan Jihyun - Suho, Jihyun - Yuri, atau bahkan Jihyun - Jongin, jawaban yang sangat tepat untuk dikatakan adalah "tidak ada yang berubah." Iya, benar. Tidak ada yang berubah. Jihyun memang sudah menceritakan semuanya saat makan bersama kakak sepupunya di restoran yang menjadi favorite keduanya semasa kecil dan Minseok sudah memberikan saran serta nasehat terbaik untuk Jihyun, namun Jihyun merasa kesempatan untuk memperbaiki masalah itu belum datangㅡah, sebenarnya bukan belum datang, hanya saja dia terlalu takut untuk menghadapi kenyataan. Makanya dia terus menerus menjauhㅡberlari sekencang - kencang jika berpapasan dengan tiga orang yang namanya sempat disebutkan diatas. Kata orang - orang sih istilah kerennya lari dari kenyataan.

Sekarang Jihyun sedang mengitari perpustakaan sekolah, mencari buku referensi untuk bahan belajarnya hari ini.
Semenjak hari-pengakuan-pada-minseok, Jihyun menyibukkan diri dengan soal - soal ujian. Selain karena ujian yang sudah dekat, dia menjadikan soal - soal itu sebagai pelarian. Pelarian atas masalah yang datang padanya.

"Aku sudah mengerjakan ini kemarin... mana yang belum..." Jihyun bergumam, jari telunjuknya menelusuri judul dari setiap buku yang terpajang di rak buku. Sangking seriusnya mencari buku, dia tidak sadar bahwa ada seseorang yang sedang berjalan mendekat.

"Park Jihyun, aku mau bicara." Orang itu bersuara setelah berdeham pelan. Mengagetkan Jihyun atas kehadirannya. Jihyun berbalik guna melihat seseorang yang mengajaknya bicara.

Nafasnya tertahan ketika dua intan matanya bertemu dengan mata milik seseorang yang berada di depannya. Tangannya mendekap buku di depan dada sekuat kuatnya. Diambilnya ancang ancang untuk segera pergi dari tempatnya berada, menuju keluar sekolah atau kemanapun tempat dimana ia tidak akan bertatapan dengan wajah itu lagi.

Seakan tahu bahwa Jihyun akan pergi dari hadapannya, calon-lawan-bicara Jihyun itu dengan sigap menahan lengan si pemudi Park.

"Aku hanya ingin mengajak bicara, kenapa kamu menghindar terus sih?" calon-lawan-bicara Jihyun itu bersuara.

"Aku sibuk, Suho. Sekarang tolong lepaskan tanganku." Jihyun mengalihkan pembicaraan. Matanya enggan menatap balik pada lawan bicaranya.

"Kenapa kamu menghindariku?" Seakan tak peduli dengan permintaan Jihyun, Suho kembali mengajukan pertanyaan.

"Ini di perpustakaan, seharusnya kamu gak boleㅡ"

"Ok kalau begitu kita bicara di luar."

Jihyun mendesah. Jujur saja dia tidak siap jika harus berbicara dengan Suho sekarang. Tidak tahu harus memulai darimana. Ia takut jika terjadi kesalahpahaman yang membuat masalah ini semakin melebar kemana mana.

"Han, kayaknya buku yang kamuㅡ" pemuda Kim dan pemudi Park menolehkan kepala mereka ke sumber suara. Seseorang yang juga bermasalah dengan Jihyun berdiri di ujung rak. Perkataannya terhenti ketika manik matanya tak sengaja menangkap sosok Jihyun dan Suho yang diapit oleh rak buku dengan ekspresi yang tidak bisa dijelaskan.

"Yuri! Aku udah dapat bukunyaㅡloh Suho, Jihyun?" Hana menyapa Jihyun dan Suho dengan sedikit canggung ketika mendatangi temannya, Yuri.

Yuri yang seolah - olah kembali pada realita segera menarik Hana pergi bersamanya sebelum terjadi sebuah percakapan dengan kedua orang yang tak sengaja ia lihat tadi. Sementara itu Jihyun menatap kepergian Yuri dengan perasaan bersalah. Ingin sekali dirinya mengejar dan menjelaskan semuanya, namun Jihyun sadar akan satu hal; Pertemanannya dengan Kim Yuri sudah berakhir.


"Kamu mau tau kenapa aku menjauhimu?" Jihyun bersuara dengan tiba - tiba, membuat Suho kembali menaruh atensi padanya.

"Temanku menyukaimu dan dia fikir aku menikungnya,"

"Dia satu satunya teman yang aku punya dan dekat denganmu ternyata membuatnya tidak suka denganku, ia menjauhiku.
Aku tidak punya pilihan lain selain menjauhimu, maaf."

Suho memijit pelipisnya. Temanku menyukaimu katanya. Alasan yang digunakan oleh Jihyun untuk menjauhinya adalah karena temannya menyukai pemuda Kim, menyukai dirinya! Haha, kenapa rasanya seperti di drama - drama saja!?

"Kim Yuri menjauhimu hanya karena kamu dekat denganku? Haha, sebenarnya persahabatan macam apa yang kalian jalani?" Suho menimpali ucapan Jihyun yang langsung membuat Jihyun tertegun. Persahabatan macam apa yang dirinya dan Yuri jalani? Jihyun juga tidak tahu persahabatan macam apa yang mereka jalani.

"Kalau dia benar - benar sahabatmu tak mungkin dia menjauhimu hanya karena kamu dekat denganku."
Diam - diam Jihyun membenarkan, tak mungkin Yuri menjauhinya hanya karena itu. Pasti ada sebab lain. Tapi apa? Dirinya sama sekali tidak merasa pernah melakukan kesalahan pada Yuri. Dia tidak pernah berbohong pada Yuri. Tak pernah menyembunyikan sesuatu pada Yuri.

Ahㅡitu... itu dia. Berbohong dan menyembunyikan sesuatu.

Jihyun tersenyum jengkel, dalam hati mengutuk dirinya sendiri karena tidak sadar akan kesalahannya jauh jauh hari.

Musnah saja kau, Park Jihyun.

-tbc-

[✓] Just DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang