Rivaldy Brianta P.O.V
"Sekarang kerjakan tugas matematika kalian! Bapak akan kembali 10 menit sebelum bel istirahat," ujar Pak Adam kepada murid kelas XII-IPS2. Pak Adam menenteng laptopnya kemudian keluar.
"Bapak mau kemana?" Tanya Iqbal.
"Mau keluar, nyari wifi." Jawab Pak Adam berdiri diambang pintu.
"Yah bapak gak modal banget internetan pake wifi sekolah." Celetuk Rangga dari belakang.
"Hemat!" Jawab Pak Adam kemudian menutup pintu kelas.
"Bilang aja gak punya duit buat beli kuota!" Celetuk Bayu yang duduk disamping Rangga.
"Sama aja kayak lo!" Aku membalikan kursiku kebelakang dan ikut bergabung dengan mereka.
"Lo juga," Timpal Rangga.
"Wajar dong. Gue kan anak kost."
Aku mengedikan bahu.
"Anak kost pada gak modal ya," Kata Bayu.
"Bukan gak modal, tapi hemat," Kata Fajar membenarkan.
Aku menepuk-nepuk bahu Fajar merasa sudah dibela, "Nah bener nih yang dia dibilang."
"Intinya sama aja, pada gak mau ngelurin duit alias pengen yang gratisan," Kata Bayu.
"Nah itu lo tau haha," sahut Fajar dan Iqbal bersamaan. Mereka tertawa.
"Udah ngerumpinya? Kerjain gih! Males gue." Bayu melempar buku catatannya kemudian mengeluarkan hpnya.
"Emang sejak kapan lo gak malas? Bukannya setiap hari juga malas terus ya?" Jawabku sambil tertawa.
"Ah lo jujur banget," Jawab Bayu.
"Yaiyalah, sama temen itu harus jujur. Kalau punya unek-unek itu dikeluarin, jangan di simpan mulu. Ntar busuk terus jadi dendam," Kata Iqbal sok bijak.
"Iya tuh bener. Jangan kayak si ono no yang dikelas sebelah. Kan gak lucu." Timpal Rangga.
"Nah tuh orangnya muncul." Kata Fajar saat melihat seseorang membuka pintu kelas.
Aku dan mereka secara spontan melihat kearah pintu. Dan menemukan orang yang paling aku benci.
Aku segera memalingkan wajah.
"Tck. Berani-beraninya dia masuk kelas kita lagi." Aku berdecak dan tersenyum sinis."Mungkin dia akan kembali membual." Ucap Rangga sinis.
"Hah tak tau malu." Ucap Iqbal yang tak kalah sinis.
Sedangkan Bayu dan Fajar hanya menatap mereka tak suka.
"Diluar ada yang nyariin lo, Val." Ucap Raka yang berada tak jauh dari kursiku. Aku tidak menyahut maupun menoleh kepadanya. Jangankan untuk berbicara dengannya, melihatnya saja sudah membuatku naik darah.
"Val," Panggil Raka.
Rasanya tak ikhlas namaku dipanggil oleh orang seperti dia. Ingin rasanya aku menyobek-nyobek dia menjadi bagian-bagian kecil kemudian menaburnya dijalanan dan membiarkan angin membawanya pergi."Terserah lo mau kayak gimana sama gue, yang penting gue udah jelasin semuanya dan minta maaf." Raka kemudian berbalik dan meninggalkan kami. Emosiku semakin naik setelah mendengar ucapannya. Tanganku sudah gatal ingin meninju wajahnya, tapi ku urungkan niatku. Mengingat sudah sering sekali aku kena skors gara-gara memukulinya.
Setelah berada didepan pintu, Raka menghentikan langkahnya "Ada yang nyariin elo diluar, terserah lo mau menemui dia atau nggak." Ucapnya tanpa menoleh kepadaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hai You!
Teen FictionHidup itu seperti labirin, kalau tidak ya riddle, berbelit-belit dan penuh teka-teki. Cinta itu seperti perang. Ada yang memperjuangkan, diperjuangkan, dan dikorbankan. "Bermain cinta di sebuah labirin dengan riddle sebagai surat cinta."