"Kamu ngapain ke tripu?" Tanya Rival kepada Lea saat sedang di perjalan pulang.
"Jemput kakak, karena kakak nggak bawa motor." Sahut Lea.
"Kok kamu tahu kakak ada di tripu?"
"Tadi aku udah ke tripa, tapi kata kak Fajar kakak latihan di tripu. Yaudah deh aku kesini." Jelas Lea.
"Masa sengaja jemput kakak?"
"Nggak sih, aku kangen sama tripu juga." Jawab Lea. Lea juga pernah sekolah di tripu, hanya saja setelah insiden kecelakaan dan ia sudah positif hamil ia memutuskan keluar sekolah sebelum kandungannya membesar. Supaya tidak mencoreng nama baik tripu.
"Ohh," Rival ber'oh' ria. "Yakin cuman itu?" Selidik Rival.
Lea menoleh ke arah Rival sambil tersenyum dan menampilkan deretan giginya yang rapi, "aku nggak ketemu dia kok." Kata Lea.
"Yaudah sih kakak juga nggak larang kamu buat ketemu dia, toh dia bapak dari tu bayi." Kata Rival sembari mengedikan dagu ke arah perut buncit Lea.
"Kakak kebiasaan deh ngomongnya kayak gitu," kata Lea dengan sendu.
Rival menoleh ke arah Lea yang hampir menangis, "maafin kakak sayang, kakak nggak bermaksud nyakitin kamu." Rival menarik Lea ke dalam pelukannya dan mengecup kening Lea.
Lea mengangguk sembari menghapus air matanya yang hampir tumpah kemudian tersenyum ke arah Rival.
Lea merenggangkan pelukannya kemudian menatap Rival. "Ohh iya, siapa cewek yang tadi jalan sama kakak?" Tanya Lea.
"Kenapa gitu? Kamu cemburu yaa?" Goda Rival sambil mencolek dagu Lea.
"Nggak, ngapain cemburu." Jawab Lea sambil menepis tangan Rival. "Dia cantik ya, lucu. Dia pacar kakak ya?" Goda Lea.
"Iya cantik, kayak kamu." Rival balas menggoda Lea, "Tapi dia galak loh, suka marah-marah." lanjutnya sambil bergidik ngeri mengingat perlakuan Oca yang cukup kasar kepadanya.
"Ya pasti marah lah kalo ditinggal kayak barusan, mana nggak pamit dulu." Kata Lea dengan sengit.
Rival terkejut dan langsung terdiam. Tadi ia meninggalkan Oca sendirian tanpa pamit. Ia langsung melupakan keberadaan Oca saat ia melihat adiknya. Baru saja ia dapat sedikit meluluhkan hati Oca, melihat perubahan sikap yang melembut kepadanya, dan sekarang ia sudah berbuat salah.
Oca pasti marah besar dan menganggap aku memainkan perasaannya. Walau yang sebenarnya memang begitu. Mengingat aku pergi dengan seorang gadis setelah menyatakan bahwa aku menyukainya. Batin Rival.
"Kak! Kakak!" Panggil Lea yang langsung membuyarkan lamunan Raka. "Ayo keluar, kita sudah sampai." Lanjutnya.
"Ahh iya," kata Rival kemudian membuka pintu dan membantu Lea keluar mobil.
☆
"Avi!!!" Teriak Oca sambil menggedor pintu kamar Avi. "Buka pintunya!" Lanjutnya sambil terus menggedor-gedor pintu kamar Avi.
Tak lama kemudian pintu kamar Avi dibuka dari dalam. "Ada apa sih?" Tanya Avi kesal sambil menggaruk kepalanya. Oca langsung menyerobot masuk ke dalam kamar Avi dan duduk di atas ranjang Avi.
"Lo jahat banget sama gue!!" Teriak Oca.
Avi segera menutup pintu kamarnya dan kembali tidur di samping Oca. "Jahat apa sih? Gak usah pake lo-gue juga kali ngomongnya!" Jawab Avi sambil mata terpejam.
"Lo kok te--"
"Please deh Ca, ngomongnya nggak usah lo-gue gitu!" Potong Avi cepat sembari berguling memunggungi Oca.
"Kok kamu tega sih bajak chat ke Rival? Kamu tahu nggak, dia bilang kalo dia suka sama aku! Dan aku malu banget!" Jelas Oca.
Avi langsung berguling menghadap Oca dan mendudukan dirinya. "Masa? Seriusan?" Tanya Avi antusias.
Oca mengangguk menjawab pertanyaan Avi.
"Waaah bagus dong! Selamat yaaa sekarang kamu udah nggak jomblo lagi. Jangan lupa pj ny---"
"Avi!!! Please deh, dia cuman bilang suka aja! Bukan nembak aku." Potong Oca dengan kesal.
"Tapi kamu mau kan kalo dia nembak kamu?" Goda Avi.
Oca langsung terdiam membeku, dan persekian detik kemudian pipi Oca blushing.
"Ciee blushing! Berarti tandanya mau." Goda Avi sambil menunjuk-nunjuk pipi Oca.
"Nggak!" Bantah Oca cepat.
"Hemm jangan malu-malu kucing deh, ntar nyesel loh kalo udah diambil orang."
"Apaan sih Avi!" Sergah Oca.
"Udah terima aja deh!" Celetuk Avi.
"Terima apanya? Dia belum nembak!"
"Belum? Mmm berarti mau dong di tembak." Goda Avi yang langsung membuat pipi Oca semakin merah. Avi tertawa melihat Oca yang semakin blushing.
Oca merubah posisinya menjadi berbaring dan menatap langit-langit kamar. "Aku nggak yakin deh kalo dia itu suka sama aku." Kata Oca dengan serius.
Avi juga melakukan hal yang sama seperti Oca. "Nggak yakin gimana?"
"Nggak yakin aja. Masa nih ya, pas sebelum latihan dia bilang suka sama aku. Dan pas pulang latihan dia dijemput sama seorang gadis. Aku rasa dia cuman mau mainin aku aja deh, Vi." Jelas Oca.
"Jangan buruk sangka dulu! Mungkin aja cewek itu temannya atau sepupunya, atau mungkin juga adiknya."
Oca menghela nafas, "Iya juga sih, gadis itu memanggil Rival dengan embel-embel kakak. Tapi masa sih semesra itu, dari perlakuan Rival ke gadis itu kayaknya mereka pacaran deh."
"Kalo mereka pacaran, ngapain Rival bilang suka sama kamu?"
"Dia 'kan cuman bilang suka, bukan nembak."
"Tck! Kamu tahu nggak, kalo laki-laki udah bilang suka berarti dia ingin si cewek tahu isi hatinya, dan berharap si cewek ngasih respon. Jika si cewek udah ngasih respon baik, baru deh si cowok bakal ke langkah selanjutnya, nembak." Jelas Avi panjang lebar.
Oca mencerna perkataan Avi dengan cermat, "tapi gimana kalo dia cuman mau mainin aku aja?" Tanya Oca.
"Cowok melakukan hal seperti itu pasti punya alasannya," jawab Avi santai.
"Gimana kalo alasannya cuman buat kesenangan aja?" Tanya Oca khawatir.
"Kalo dia tipe cowok yang seperti itu, maka dia pasti udah terkenal dengan cap playboy di sekolah kita. Tapi nyatanya nggak kan?"
"Tapi gim--"
"Udah deh Ca, jangan berandai-andai. Tanya sama hati kamu, kamu suka nggak sama dia. Kalo kamu suka kamu harus kasih respon baik sama dia. Tapi kalo nggak kamu tinggal bilang aja, dan kasih alasan yang dapat dimengerti."
Mata Oca menatap langit-langit kamar, hatinya ia buka untuk mencari sebuah nama, Rival. Samar-samar ia menemukan sebuah nama. "Aku nggak tahu, Vi. Aku nggak tahu aku suka dia atau nggak."
"Keputusan ada di tanganmu."
Oca bangun dari tidurannya menjadi duduk. "Tapi aku kesel banget sama Rival, masa dia ninggalin aku sendiri di parkiran sedangkan dia pergi dengan seorang gadis. Kamu tahu nggak, aku nggak terima di giniin, berasa nggak dihargain. Kalo besok dia nyapa aku, nggak bakalan aku tanggepin." Cerocos Oca dengan cemberut.
Avi tersenyum melihat tingkah Oca, ia tahu kalau sebenarnya Oca menyukai Rival. Hanya saja awal pertemuan mereka yang kurang baik yang menyebabkan rasa benci dan gengsi menjadi benteng pertahanan hatinya.
Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
Hai You!
Teen FictionHidup itu seperti labirin, kalau tidak ya riddle, berbelit-belit dan penuh teka-teki. Cinta itu seperti perang. Ada yang memperjuangkan, diperjuangkan, dan dikorbankan. "Bermain cinta di sebuah labirin dengan riddle sebagai surat cinta."