The Truth

210 48 11
                                    

"Nih ganti baju kamu, biar tubuh kamu anget." Rival menyerahkan sebuah sweater miliknya kepada Oca.

"Nggak perlu." Jawab Oca ketus dengan badan yang menggigil. Sekarang ia berada di kostan Rival dengan mengenakan baju seragamnya yang basah.

"Seenggaknya sweater ini bisa menutupi bagian atas tubuhmu." Kata Rival sambil melihat ke arah dada Oca yang tercetak karena bajunya yang basah.

Oca langsung menutupi dadanya menggunakan kedua tangannya kemudian menggelengkan kepala.

"Tck! Jangan ngeyel deh! Apa mau aku paksa kayak tadi?" Ancam Rival sambil mendekati Oca. Oca ke kostan Rival memang karena di seret oleh Rival. Oca sudah menolak ajakan Rival untuk mampir dulu ke kostannya dengan mentah-mentah, tapi Rival tetap keukeuh dengan ajakannya. Rival sampai menyeret-nyeret Oca di bawah guyuran hujan, dan akhirnya Oca berakhir di kostan Rival dengan tubuh yang mengigil dan bertemu dengan gadis yang suka menjemput Rival.

"Ganti dulu bajunya, biar nggak kedinginan." Bujuk Lea kepada Oca sambil tersenyum.

Oca melihat ke arah Lea yang sedang tersenyum manis dengan tangan yang mengelus-elus perutnya. "Nggak perlu kak." Sahut Oca dengan sopan.

Dia hamil? Anak Rival? Batin Oca.

"Nanti kamu sakit loh, ayo ganti dulu." Bujuk Lea lagi.

Oca tersenyum kemudian menggelengkan kepala.

"Yaudah kalo gak mau." Kata Rival kemudian melempar sweaternya ke atas meja. Rival duduk di samping Lea dan mengelus perut Lea dengan mesra.

Shit! Dasar kurang ajar! Lo udah punya istri dan bentar lagi punya anak tapi lo masih berani bilang suka sama gue? Dan sekarang lo bawa gue ke rumah lo dan nunjukin kemesraan lo sama istri lo di depan gue? Batin Oca. Oca ingin sekali memaki-maki Rival, juga mencakar wajah tampannya.

"Jangan gitu kak, kasihan loh." Kata Lea kepada Rival.

"Lea adikku tercinta, kamu bisa dengar sendiri kan kalo dia nggak mau. Yaudah sih biarin aja." Jawab Rival sengit sambil melirik ke arah Oca.

Ohh jadi istri si Rival itu namanya Lea? Eh apa tadi, kok Rival bilang adik tercinta. Berarti mereka bukan suami istri dong? Batin Oca.

Lea bangkit dari duduknya kemudian menghampiri Oca, "ayo aku anter ganti bajunya." Kata Lea sembari meraih tangan Oca.

Oca mendongakan kepalanya menatap Lea. Sebenarnya ia sangat malas, tapi kasihan Lea yang terus membujuknya. "Iya." Jawab Oca kemudian berdiri dan berjalan mengikuti Lea. Oca masuk ke kamar mandi sementara Lea menunggunya di luar.

Tak lama kemudian, Oca keluar dari kamar mandi dengan menggunakan sweater milik Rival yang cukup besar. Sementara bagian bawahnya tetap menggunakan rok sekolahnya yang basah.

"Maaf ya kamu harus pake rok basah, karena aku nggak bawa rok atau celana lain kesini." Ujar Lea dengan wajah bersalah.

Oca tersenyum, "tidak apa-apa." Jawab Oca.

Oca dan Lea kembali duduk di sofa. "Ohh iya kita belum kenalan. Aku Lea, adiknya Rival." Ujar Lea sembari mengulurkan tangannya untuk berkenalan.

Ohh jadi dia adiknya toh. Batin Oca lega.

Oca menyambut uluran tangan Lea, "aku Olvacya, panggil Oca aja." Kata Oca kemudian melepaskan jabatan tangannya.

"Nama kamu bagus yaa." Puji Lea sambil tersenyum.

"Ribet, bikin orang keseleo lidah." Celetuk Rival.

Lea menyenggol perut Rival dengan sikunya dan menatap tajam Rival. Rival hanya nyengir dan mengecup kening Lea dengan mesra.

Mata Oca membelalak melihatnya.

Lea terkekeh pelan melihat Oca yang begitu terkejut karena Rival mencium Lea, "kak Rival emang suka gini sama aku, terlalu sayang." Jelas Lea. Lea tahu jika Oca cemburu padanya, apalagi setelah melihat Oca yang selalu menggerutu saat Lea menjemput kakaknya.

"Ohh haha." Oca tersenyum kikuk.

"Udah 'kan? Jadi sekarang kamu udah nggak salah paham lagi dan jangan marah-marah terus," kata Rival.

Oca mengaga mendengar perkataan Rival, "maksud kamu?" Tanya Oca.

"Tck jangan pura-pura bodoh gitu deh." Kata Rival dengan senyum di sudut bibirnya. "Aku tahu kok kalo selama beberapa hari ini kamu marah-marah dan jutekin aku karena aku nggak minta maaf gara-gara aku ninggalin kamu tanpa pamit dan perginya sama cewek, plus tiap hari aku di jemput oleh cewek yang sama, yang merupakan adik aku sendiri. Benar begitu bukan?" Lanjutnya dengan senyum puas yang mengembang di bibirnya.

Oca mengigit bibirnya mendengar penuturan Rival, kemudian pipinya menghangat karena malu. Yang dikatakan Rival memang benar, Oca tidak menyangka jika Rival akan bisa menebak semuanya. Oca mengira bahwa Rival tidak peka terhadap perasaannya, tapi ternyata ia salah besar. Rival dapat mengetahui semuanya.

Ahh sangat bodoh! Jadi selama ini dia mengetahuinya jika aku cemburu? Cemburu? Ah tidak, aku hanya sedikit tidak terima. Batin Oca.

"Kakak membuatnya tak nyaman." Ucap Lea kepada kakaknya.

"Aku tidak berbuat apa-apa." Balas Rival dengan wajah innocentnya.

"Kata-katamu membuatnya malu." Kata Lea.

Rival terkekeh, "aku hanya menjelaskan semuanya. Kamu tahu, dia cemburu." Kata Rival dibuat seperti berbisik supaya Oca melihat ke arahnya.

"Ahaha aku tahu kak," Lea terkekeh pelan. "Sekarang kamu tidak perlu cemburu lagi, aku hanya adiknya. Dan kau lihat, aku sedang hamil." Kata Lea kepada Oca sembari mengelus perutnya dengan lembut.

Oca tersenyum malu, entah kenapa ia merasa lega mendapat penjelasan ini.

"Ahh hujannya sudah reda, apa kakak sudah mengemas barang-barangmu?" Tanya Lea kepada Rival.

"Kakak hanya memerlukan buku pelajaran saja," jawab Rival kemudian pergi mengemas bukunya.

"Kalian akan pergi kemana?" Tanya Oca penasaran.

"Kami akan pulang ke rumah." Jawab Lea.

"Pulang ke rumah? Lalu ini rumah siapa?"

"Iya, ini hanya kostan kakakku."

Oca mengangguk-angguk.

"Ayo," kata Rival sambil menenteng tasnya yang penuh dengan buku pelajaran. "Kita akan mengantarkan Oca dulu, kamu tidak keberatan bukan?" Tanya Rival kepada Lea.

"Tentu saja aku tidak keberatan, aku juga ingin mampir ke rumah calon adik iparku." Jawab Lea menggoda mereka berdua.

Oca salah tingkah mendengarnya, "ah tidak perlu, kalian tidak lupa bukan kalau aku membawa motor?" Jawab Oca.

"Dan kamu juga tidak lupa bukan kalau motormu mogok?" Tukas Rival dengan tertawa geli.

Oca membuang nafas kasar, hampir saja ia melupakannya. "Terus gimana nasib motorku?" Tanyanya bingung.

"Aku akan menyuruh sopirku untuk mengurusnya nanti, dan kamu bisa mengambilnya besok." Jawab Rival kemudian berjalan memimpin ke luar kostan tanpa mendengar jawaban Oca. Ia duduk di samping sopir sedangkan Oca dan Lea duduk di kursi penumpang.

Rival dan Lea benar-benar mengantarkan Oca sampai rumah. Oca turun dari mobil dan menawarkan mereka untuk mampir, tapi mereka menolaknya dengan alasan sudah sore. Ya, hari memang sudah sore. Mobil Rival pun pergi dengan meninggalkan Oca dengan senyum bahagianya. Bahagia? Tidak, ia hanya sedikit senang.

Dan sejak itulah Oca tidak marah-marah lagi kepada Rival, bahkan mereka semakin dekat. Oca juga selalu bertegur sapa dengan Lea jika Lea menjemput Rival.

Bersambung...

Hai You!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang