Raka Pratama P.O.V
"Ini dia de orangnya. Yaudah, kakak mau masuk kelas dulu. Bye." Kataku sambil tersenyum.
Setelah Oca bertemu dengan Rival, aku segera pergi dari hadapan mereka. Aku dapat merasakan hawa tidak bersahabat dari Rival. Sebenarnya aku sudah terbiasa, tapi aku tidak mau sampai Oca mengetahui permusuhan kami. Ralat, dia yang memusuhiku.
Aku melangkahkan kakiku ke arah kelas, tapi kemudian melewati kelasku dan bersembunyi didekat tangga kelantai tiga.
Mereka tidak akan mengetahuiku, Rival tak mungkin melihat gerak-gerikku. Jangankan untuk melihat gerak-gerikku, melihat dan menjawab ucapanku saja dia tidak pernah. Sedangkan Oca, bahkan dia tidak menjawab ucapanku. Dia malah menatap Rival. Ah selalu saja!
Aku dapat melihat dan mendengar semua percakapan mereka. Aku melihat Rival tertawa lepas dan Oca menatap Rival dengan tajam dan cemberut. Kemudian Oca melemparkan sebuah map ke arah Rival. Rival kembali tertawa. Dan kemudian pipi Oca merona.
Apakah mereka pacaran?
Berbagai pertanyaan muncul dibenakku.
Aku melihat mereka ditegur oleh Pak Adam. Tak berapa lama, Rival masuk ke kelas yang diiringi oleh Pak Adam dan Oca pergi.
Aku segera turun ke lantai 1 menggunakan tangga yang berbeda dengan Oca.
Aku berlari ke lobby dan menunggu Oca disana. Tak lama kemudian Oca melintas.
"Oca!" Aku langsung menegurnya dan menghampirinya.
Oca menoleh kemudian berhenti. "Kak Raka?" Dia tersenyum padaku. Senyum yang manis.
"Ada apa kak?" Lanjutnya.Aku menggaruk kepalaku yang tidak gatal kemudian meringis. Aku tidak tahu harus menjawab apa. Walau sebenarnya aku mempunyai segudang pertanyaan untuknya. Tapi aku akan terlihat sangat bodoh jika aku bertanya mengenai hubungannya dengan Rival.
"Udah kelar urusannya?" Tanyaku berbasa-basi.
"Sudah kak."
"Mau pulang sekarang?"
"Nggak kak, aku harus kembali lagi ke sekolah."
"Ah maksudku juga begitu." Aku terkekeh.
"Ohh, iya kak." Dia tersenyum lagi.
Hening. Tak ada lagi pembicaraan. Aku melihatnya, dia juga melihatku. Mata kami beradu. Kami langsung melemparkan pandangan kami ke arah lain. Kemudian aku meliriknya, dia tersipu. Ah menggemaskan!
"Mau bareng?" Aku mencoba memecah keheningan.
"Hm?"
"Mau bareng? Kebetulan aku mau ke warung dekat tripu."
"Boleh." Jawabnya.
"Ayo." Aku berjalan mendahuluinya.
Sebenarnya aku tidak ada niat ke warung dekat tripu, hanya saja aku ingin lebih berlama-lama dengannya.
"Ade habis ngapain ke tripa?" Aku mensejajarkan langkahku.
"Nganterin proposal."
"Ohh, kalau boleh tau proposal apa?" Aku menoleh ke arahnya.
"Proposal buat kolaborasi drumband." Jawabnya tanpa menoleh kepadaku.
"Ade ikutan drumband?" Tanyaku antusias.
Dia menoleh ke arahku. Aku tersenyum meringis.
"Iya.""Sejak kapan gabung drumband?"
"Mmm awal masuk SMA aja."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hai You!
Teen FictionHidup itu seperti labirin, kalau tidak ya riddle, berbelit-belit dan penuh teka-teki. Cinta itu seperti perang. Ada yang memperjuangkan, diperjuangkan, dan dikorbankan. "Bermain cinta di sebuah labirin dengan riddle sebagai surat cinta."