Chapter 17. Surat untuk Alexandra Gabriella

508 6 1
                                    

Dear Alexandra Gabriella.



Suatu hari, ketika cuaca cerah, aku pernah mengatakan bahwa " Aku akan mengantarkan ke pelaminanmu jika kita terpisah oleh agama" di pertemuan kedua kita, wajah dan kata-katamu seakan akan sepakat mengatakan hal yang sama. Ketidak percayaan. Aku mengerti



Di kesempatan lain.


"Aku tidak akan merubahmu. Juga tidak akan merubah agamamu. Ketika kau sudah siap, kenalkan aku pada orang tuamu" Kau terdiam seribu bahasa.



Sempat juga kamu bertanya padaku "kenapa pak ken mencintaiku?"


Karena aku tidak tahu persis jawabannya, aku mengatakan "Tanya Tuhanmu. Lexa?"



Apalagi ketika kamu bertanya " kenapa pak ken pengen menikahiku?"


Aku hanya menjawab " Aku tahu aku akan bahagia bersamamu. Dan kamu menangguk tapi tetap tak percaya. Aku pun tidak serta merta menjelaskannya pada waktu itu. 2 bulan kemudian kamu menemukan jawabannya di persimpangan Pulo gadung Kalapa gading.



Tapi kemudian, dikemudian hari, aku membuktikan ucapanku pada awal-awal pertemuan kita, bener begitu lexa? Apa sikapku sudah jelas menyatakan maksud dari apa ucapanku terdahulu. Kalau Belum, mungkin memang kita tidak diciptakan berpasang-pasangan dari awal kelahiran kita lexa.



Tidak ada kata yang bisa merangkum semuanya, lexa. Hanya seribu sikapku yang mudah mudahan bisa kamu resapi. Bukan tak mampu aku mencipta sebuah kata kata untukmu lexa. Dan kurasa tak perlu, sebab cinta ini bisa kau resapi lewat sikapku. Bukan lewat lagu atau ucapanku.



Aku mungkin terlihat dan terdengar berlebihan dalam kata kata terucap didepanmu. Itu semua untuk alasan senyummu dan menyembunnyikan perasaanku karena dari kecil aku terdidik untuk malu mengungapkan rasa sayang . Namun sengaja, aku ciptakan novel Ini untukmu, dengan tulisan yang sebenar-benarnya agar meng-counter pikiranmu mengenai kata-kataku yang terucap yang terdengar berlebihan itu.



Novel sederhana ini adalah gambaran sesungguhnya. Aku tidak perlu membuat pesawat terbang seperti Habibie pada Ainunnya. Aku juga tidak bisa membangun candi prambanan dalam satu malam untuk bisa menikahimu. Bahkan aku tidak bisa sebijak Mario teguh dalam memperlihatkan cintanya pada ibu Christina.


Ristanto dan Kay yang aku lihat sebagai perwujudan cinta sejati dengan mata kepalaku sendiri, tidak pula bisa aku contohkan padamu.



Aku mencintaimu dengan cara ku.



Pernah seorang indri, sahabatku mengatakan " Lu pake cara Jakarta dong ken kalau mau dapetin wanita Jakarta. Pake dong Kacamatanya lagi. Tumbuhin Jenggot. Ini lagi modelnya"



Tidak lexa, Aku tidak akan menjadi "anak Jakarta" untuk memikat hatimu



Aku hanya ingin mencintaimu dengan caraku.



Menjadi diriku sendiri. Spontan. Mengatakan apa yang aku rasakan saat itu padamu langsung tanpa berpikir. Jujur dan apa adanya. Karena aku percaya, Kejujuran mungkin saja menjauhkanku atau memperlambat jodohku tapi aku yakin kejujuran menuntunku pada orang yang tepat. Jika bukan kamu, berarti orang setelah kamu. Sesimple itu.



Aku jadikan Café Gumati diBogor yang bernilai 15 Miliar seperti Warteg pinggiran jalan. Aku angkat kakiku ke kursi sebelah karena aku capek nyetir seharian. Karena memang itulah diriku.



Aku gunakan sandal jepit ketika kita makan di Restoran Sederhana dekat Plaza senayan. Karena aku pikir aku nyaman untuk itu.



Aku berhenti merokok di Mobil, karena itu yang ingin aku lakukan.

Alexa, Sebuah Cinta Beda KeyakinanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang