3

91 2 1
                                    

Bulan depan? yang benar aja! ah, Mama gak sportif nih! katanya mau kenalan dulu, kenapa malah langsung tunangan sih? bulan depan malah. Aahhh....pokoknya gue harus ngomong sama Mama! Batin Rai gusar, bagaimana tidak! waktu itu Mamanya bilang kalau dia hanya akan berkenalan dulu, tapi apa yang Mamanya tadi malam katakan? bertunangan? oh ayolah...apa Mamanya kira bertunangan itu seperti merayakan hari ulang tahun? yang hanya tiup lilin dan potong kue? yang di saksikan banyak orang lalu ucapan selamat dari orang-orang? tentu saja tidak semudah itu.

Rai meraih IPhone-nya yang berada di ranjang, mencari kontak seseorang yang sangat ingin dia temui saat ini juga. Saat deringan ketiga akhirnya panggilan Rai bisa terhubung.

"Hallo"

Rai sedikit berdehem, berusaha menetralkan suaranya agar tak terdengar gugup saat mendengar suara di seberang telpon sana.

"Ehm, ini aku"

"Aku sudah tau"

Rai meringis, saat mendengar balasan dari laki-laki itu, dan merutuki ucapannya barusan Dasar idiot lo Rai! jelas dia sudah tau kalau yang menelpon dia itu lo! lo lupa? lantas yang bertukar nomor HP tadi malam itu siapa coba?. Ck, lagi-lagi Rai nampak terlihat bodoh jika menyangkut lelaki yang bernama Raiven- Raiven itu. Bahkan tadi malam, Rai justru mempermalukan dirinya di acaran dinner mereka, membuat Mamanya, Tante Karin dan juga Brian menertawakannya habis-habisan. Dia tau, waktu itu sebenarnya Brian hanya ingin menjahilinya saja, Brian menantangnya memakan makanannya menggunakan sumpit, yang mana jelas-jelas dia tidak bisa menggunakan sumpit, tidak mau dianggap pengecut sama adik tersayangnya itu! dengan gaya sok-nya dia menerima tantangan Brian yang tidak menguntungkan itu, dan hasilnya? dia malah mendapatkan malu. Bayangkan! makanan yang berusaha dia raih dengan sumpit justru melecat kemana-mana dan yang lebih memalukannya lagi, makanan yang penuh dengan bumbu berlemak itu justtu mengenai wajah Raiven. Iya, Raiven!! lelaki cuek yang bersikap dingin, dan menjadi lebih dingin lagi saat kejadian malam itu. Shit! pengen banget rasanya Rai menghilang saat itu juga dari sana. Tentu saja dia harus memberi pelajaran pada Brian Brengsek itu setelahnya. Gara-gara adiknya itu dia hampir saja ingin menangis karena luar biasa malunya dia. Tapi beruntungnya Raiven tidak marah atau memakinya saat itu. Tapi lelaki itu justru kini bersikap lebih dingin padanya. Sedangkan Mamanya dan Tante Karin? oh...mereka malah menertawakannya. Bahkan Tante Karin menganggap aksi kekanakan Brian dan aksi memalukannya itu sangat manis. Ck, benar-benar aneh. Well, kembali ke percakapan.

"A-aku lupa. Ehm, apa kamu punya waktu nanti?" tanya Rai ragu-ragu.

"Kenapa?"

"Well, ada yang ingin aku bicarakan"

"Baik"

"Oh, oke" tut tut tut... Rai menatap layar IPhon-nya itu sambil memicingkan mata bulatnya, seolah memastikan jika tulisan yang tertera di layar IPhone-nya itu memang benar.

Panggilan di akhiri

Anjir ni laki! gak ada sopan santunnya jadi orang! main putus aja sih? gue ngomong, selesai juga belum! brengsek! makinya dalam hati sambil menatap layar IPhone-nya dengan tangan yang menunjuk-nunjuk layar. Cobak aja ni HP mirip muka tu laki, sudah di pastikan HP itu akan melayang, dan hancur terkena tembok kamarnya Rai saat ini.

Seakan baru ingat, Rai menepuk jidatnya pelan.

"Gue lupa nanyain tempatnya!" serunya. Tak lama Rai merasakan IPhone-nya yang bergetar tandan sebuah pesan masuk.

From Raiven :

French Caffe, jam 12 siang

Setelah membaca isi pesan Raiven, Rai memutar bola matanya.

Perfect MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang