15

19 0 0
                                    

Please Vote and Comment.
Thanks :)

Author:

Rai bergerak gelisah dalam tidurnya. Kepalanya berkali-kali berganti posisi dari kiri ke kanan, terus seperti itu berulang kali.

Kilasan masalalu empat tahun lalu kembali terngiang di benaknya. Dari dirinya yang menatap pemandangan yang ada di hadapannya dengan raut wajah kecewa dan perasaan hancur, hingga dia yang merasakan seluruh tubuhnya terlempar jauh, dan sakit yang luar biasa menjalar keseluruh tubuhnya, dan sampai dimana ia berada di ruangan putih dengan berbagai alat medis menempel di tubuhnya.

Rai terbangun seketika dengan nafas terengah dan tubuh yang penuh keringat. Mimpi buruk itu!. Entah kenapa mimpi buruk yang sudah lama ia lupakan kini kembali muncul menghantuinya. Rai menggigil, berbeda dengan keadaan tubuhnya yang terasa panas bersimbah keringat.

Sudah dua hari berlalu sejak pertemuannya dengan Sam terakhir kali yang berakhir dengan Raiven mengantarnya pulang. Sejak saat itu pula mimpi-mimpi buruk itu selalu menghantuinya. Mimpi buruk yang sebenarnya bukanlah mimpi, namun kenyataan pahit yang berusaha ia lupakan empat tahun lalu.

Rai menatap kosong jendela kamarnya yang sedikit terbuka. Langit sudah begitu gelap dan sunyi, dan Rai menerawang, mengingat kehidupan kelam yang buruk yang beberapa waktu sempat ia alami.

Rai berjalan sambil termenung di lorong rumah sakit. Beberapa saat lalu Mamanya memintanya untuk menjemput di Rumah Sakit ini. Seperti biasa, pemeriksaan rutin yang beberapa bulan ini Mamanya jalani.

Sama seperti hari-hari biasa. Semua terasa hampa. Hidupnya seakan mati sejak putusnya hubungan dirinya dengan Samuel, lelaki yang begitu dia cintai. Cinta pertamanya. Dan entah sudah beberapa bulan berlalu, Rai tidak bisa melupakan sosok Sam dalam hati maupun pikirannya.

"Selamatkan dia dan kandungannya, Dok!"

Langkah Rai terhenti ketika tanpa sengaja dia mendengar suara yang teramat sangat dia kenali. Rai menggelengkan kepalanya. Senyum miris terukir diwajahnya. Serindu itukah dirinya pada Sam, sampai-sampai dia berhalusinasi mendengar suara lelaki itu di sini?.

"Kami akan melakukan semaksimal mungkin, Sam"

Deg

Sam?

Benarkah apa yang dia dengar itu?.

Perlahan Rai menoleh ke arah lorong kanan dimana suara-suara itu berasal yang kini mulai terdengar jelas di telinganya.

"Saya mohon, lalukan semaksimalnya, Dr Rian. Kalau bisa selamatkan keduanya"

"Tenanglah, Sam. Kami akan mengusahakan menyelamatkan anakmu serta Arleta"

Deg

Lagi-lagi jantungnya berdegup kencang mendengar pembicaraan yang tertangkap telinganya.

Anak?

Sam?

Arleta?

Apa maksud semua itu?

Dengan perlahan dan langkah kaki yang sedikit bergetar, Rai melangkah menuju lorong di sebelah kanannya. Ia mematung, tubuhnya semakin bergetar serta rasa panas di matanya mulai terasa. Di sana, di depannya, tidak jauh darinya, Rai melihat wajah pucat Sam yang mendorong sebuah ranjang rumah sakit bersama seorang dokter laki-laki muda dan beberapa perawat berjalan berlawanan kearah dirinya. Yang semakin membuat detak jantungnya cepat dan siap berhenti adalah ketika dia melihat dengan mata kepalanya sendiri. Sam, dengan wajah pucat serta khawatir, menggenggam sebuah tangan yang terbaring lemah di ranjang yang di dorong. Yang membuat hatinya mencelos adalah keadaan wanita tersebut yang tengah memiliki perut yang membuncit besar.

Perfect MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang