9

57 2 0
                                    

Kemarin2 part-nya panjang-panjang ya?
mungkin part2 selanjutnya agak sedikit pendek.
Berhubung aku lgi free, aku usahain bakalan cepet2 update-nya.
Tapi aku minta semangat dari kalian ya All :)
yahh cuma sekedar ngasi vote sama coment doang kok, gak minta yang macem2
oke, happy reading ya :)
💋 XX

mellanievirr

"Jadi, sudah sampai tahap mana hubunganmu dengan tunanganmu itu?" tanya Devon pada Raiven. Saat ini, Raiven, Devon dan Luc tengah berkumpul di tempat Devon, well mereka bertiga memang sudah janjian bertemu, mengingat sudah lumayan lama mereka tidak berkumpul seperti ini karena kesibukkan masing-masing. Raiven yang sedang menyesap koktail-nya di minibar milik Devon itu hanya mengangkat bahunya, sesekali ia memutar-mutar gelas kecil berisi campuran potongan es batu dan koktail yang sedang ia minum.

"Entahlah, menurutku sama saja"

Devon berdecak mendengar jawaban dari sahabatnya itu.

"Well, aku memang sudah menduganya" Raiven mengerutkan dahinya bingung.

"Ck, bagaimana ada perubahan? kalau kamu saja tidak berniat memulainya" lanjut Devon lagi saat melihat wajah kebingungan Raiven. Lagi-lagi Raiven hanya mengangkat bahunya acuh. Dia memang tidak ingin memulainya, maksudnya tidak untuk saat ini. Mungkin nanti?, entahlah.

Devon dan Luc hanya menggelengkan kepala melihat sikap acuh Raiven. Pikir mereka, sudah ingin berumah tangga, tapi tidak ada perubahan? yang benar saja!.

"Kamu harus merubah sikap tak acuh mu pada perempuan itu Rai, bagaimanapun kamu sebentar lagi akan menikah. Tidak mungkin, kan selamanya kamu akan seperti ini?" tanya Luc yang mulai angkat bicara. Raiven hanya diam, tidak membalasnya.

Raiven berpikir, apa yang Luc katakan itu ada benarnya. Tapi jujur saja, dia akui kalau dia sempat berpikir seperti apa yang Luc katakan, sedikit merubah sikap acuhnya pada perempuan, terutama tunangannya itu, Rai. Tapi tidak untuk saat ini, dia butuh waktu. Bukankah semuanya itu butuh proses, kan?.

"Sudahlah, Luc. Mungkin Rai memang membutuhkan waktu" ujar Devon pada Luc, karena Raiven sedari tadi hanya diam tanpa berniat membalas perkataan mereka. Lagi pula mereka berdua tidak bisa memaksakan Raiven. Jelas ini bukan area mereka untuk ikut campur tangan. Baik Devon maupun Luc mengerti batasan mereka. Dan hal pribadi seperti ini jelas bukan hak mereka. Ya setidaknya mereka sedikit memberi masukan pada sahabatnya itu karena bagi mereka ini bukanlah hal yang biasa di hadapi Raiven. Ini bukanlah masalah tender pekerjaan yang biasa mereka lakukan. Tapi ini adalah pernikahan, sebuah komitmen yang sangat baru yang tidak pernah mereka hadapi sebelumnya, apalagi bagi Raiven yang sangat tidak berminat dengan hal yang berkaitan dengan perempuan. Mereka terlalu buta akan masalah komitmen semacam pernikahan.

"Bagaimana kalau kita sedikit berpesta minuman? ya hitung-hitung untuk merayakan hari pelepasan kelajangan seorang Raiven?" usul Devon yang langsung mendapat anggukan dari Luc.

"Setuju. Lagi pula sudah lama kita tidak minum sampai mabuk. Bagaimana Rai? kamu setuju dengan ajakan kita, kan?" ujar Luc pada Raiven. Sejenak Raiven berpikir, semenit kemudia dia mengangguk setuju. Lagi pula dia memang membutuhkan sedikit ketenangan, mungkin dengan minum sampai mabuk pilihan yang tidak buruk.

"Oke" katanya menyetujui membuat Devon dan Luc berseru lalu bersulang.

"Untuk sahabat kita"

"Dan untuk pelepasan kelajangannya" ujar Devon dan Luc.

"Cheers"

"Cheers"

Seru mereka serentak. Raiven terkekeh, namun sedetik kemudian ikut mengangkat gelas miliknya.

Perfect MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang