SM-5

1.2K 134 2
                                    

"Enak banget cupcakes-nya," puji Prilly menjilati jari-jari tangannya yang terkena lelehan cream.

Ali yang menemani Kevin untuk menemui sang pacar tak sengaja mendengar pujian dari mulut Prilly. Hatinya bersorak riang menandakan usahanya tak sia-sia meski yang Prilly tahu bahwa kue itu buatan Dahlia.

Kevin dengan lantang masuk ke kelas Prilly membuat tiga sahabat itu mengarahkan matanya pada Kevin dan Ali.

"Ngapain lo kesini?" Tanya Prilly sinis.

"Mau jemput pacar gue," balas Kevin sambil menekankan kata 'pacar' dengan santai.

"Kalo lo mau jemput ya jemput sendiri. Gak usah pake acara bawa Pembunuh masuk ke kelas gue, kelas gue bisa ternoda," ucap Prilly sarkastik membuat Ali mundur selangkah.

Kevin menganggap ucapan Prilly angin berlalu, "yuk," ajak Kevin menggandeng tangan Jessica keluar dari kelas Prilly.

Prilly menggertak giginya kesal melihat Jessica dengan senangnya memeluk erat lengan Kevin. "Pokoknya gue harus buat perhitungan sama Ali yang gak becus jaga sahabatnya," ucap Prilly geram.

"Ali itu cuman teman Kevin, bukan orang tua atau sodara. Dia sama kayak lo, gak berhak ngatur kehidupan teman-temannya."

Bener dugaan gue, kayaknya Dahlia mulai jatuh cinta sama Penghancur. Gak biasanya Dahlia sebut Penghancur, Ali. Otaknya udah terkontaminasi sama pelet Penghancur, pasti.

"Masih banyak cowok di dunia, kenapa Jessica milih si Kavan? Lagian apa hebatnya temenan sama Pembunuh? Bisa-bisa otak Jessica ternoda buat bantu mereka bunuh orang lain, hi." Prilly bergidik ngeri membayangkan salah satu sahabatnya menjadi komplotan pembunuh.

"Masih banyak cowok di dunia, tapi yang bikin nyaman cuman satu. Lagian lo bisa bilang gitu, kenapa lo sendiri masih terjebak dalam lingkaran cinta dia? Kenapa? Kenapa lo gak milih dari sekian banyak cowok di dunia?" Tanya Dahlia membuat Prilly bungkam.

Dia? Dia, iya dia. Dia yang selalu menghantui pikiran dan hati gue. Saat hati gue ingin menyembuhkan luka lama dengan pengganti yang baru, saat itu juga gue takut kejadian itu terulang. Kehilangan orang yang kita cintai. Saat gue ingin memaafkannya kejadian itu terputar kembali bagai televisi tak ber-remote.

"Karena kita tidak bisa memilih kepada siapa kita akan terjatuh. Cinta itu tumbuh sesuka hati tanpa memikirkan ke depannya. Apakah cinta itu nantinya akan terbalas dengan rasa yang sama atau malah terbalas dengan rasa yang tak diinginkan?" Tanya Dahlia memberi pengertian.

"Tapi kita bisa mengendalikan hati kita untuk berhenti mencintainya," ucap Prilly dengan tangan bergetar.

Hatinya kelabu, batinnya berubah menjadi biru. Biru karena gemetar untuk jatuh kedua kalinya dalam lingkaran percintaan.

"Cinta itu bagaikan benih tanaman yang tanpa sengaja terjatuh dari tangan pemegangnya dan terjatuh pada tanah yang subur. Ibarat kata cinta itu tumbuh tanpa disengaja dan tak bisa dihindari," jelas Dahlia membuat Prilly bimbang.

"Jika menghentikan rasa cinta semudah seperti jatuh cinta maka di dunia tidak akan ada hati yang tersakiti," lanjut Dahlia.

Seputih Melati

"Gimana hasil karya gue?" Tanya Michelle mengalihkan pikiran Ali.

Ali tertawa getir, "dia suka, meskipun yang dia tau itu bukan hasil karya kita."

"Setidaknya kita udah berusaha, lo harus bersyukur karena usaha lo kali ini gak sia-sia dan masuk ke tong sampah." Michelle tersenyum hangat membuat hati Ali sedikit terobati.

Meski hidupnya yang tentram dan damai dulu, kini telah sirna. Tetapi Ali bersyukur, setidaknya kedua sahabatnya tidak meninggalkan dirinya dalam perasaan bersalah yang selalu membebani hari-harinya.

"Sefatal apa sih salah gue? Segitu bencikah dia sama gue?" Tanya Ali.

"Ini enggak sepenuhnya salah lo, Li. Kalo dikasih pilihan pun gue pasti tau lo gak mau kejadian itu terjadi, itu semua rencana Tuhan. Setiap pertemuan pasti ada perpisahan, cuman cara kita yang menanggapinya. Prilly belum ikhlas dengan kepergiannya, lo harus ekstra sabar, Li."

"Gue udah terlalu sabar selama dua tahun belakangan ini," ucap Ali dengan nada frustasi.

"Lo jangan putus asa, tetap berusaha seperti Ali yang gue kenal gak ada kata menyerah dalam kamusnya," ucap Michelle menyemangati.

"Makasih udah selalu nemenin gue dalam suka duka sama Kevin juga. Meski semua orang ngejauhin gue, tapi kalian yang selalu ada buat gue." Ali tersenyum cerah mengingat perjuangannya yang tidak sia-sia hari ini.

"Itu udah tugas sahabat, Li. Tanpa lo minta gue selalu ada untuk lo," ucap Michelle.

"Lo cukup jadi Ali yang gue kenal di hadapan kita, Ali yang egois, Ali yang arogan, Ali yang gak butuh dikasihanin, dan Ali yang anti untuk minta maaf. Bukan jadi Ali yang sok tegar nyatanya rapuh, seribu kali lo ngelak bahwa lo udah masuk ke dalam pesona dia, seribu kali juga hati lo ngucapin hal yang beda. Gue tau lo, emangnya kita baru kenal satu atau dua hari? Kita udah temenan selama delapan belas tahun, Li. Mulut lo bisa bohongin gue, tapi enggak untuk bohongin hati lo sendiri. Karena mata lo mancarin semuanya," lanjut Michelle.

Ali mencoba mencerna maksud dari serentet kalimat yang keluar dari mulut Michelle. "Tanpa lo tahu, Li. Banyak kisah di luar sana yang lebih tragis daripada kisah lo."

Dan tanpa lo tahu, Li. Bahwa ada seseorang yang nungguin lo. Dan orang itu adalah gue. Batin Michelle teriris, baginya tiada lagi hal yang lebih menyayat hati daripada melihat Ali yang tiap hari memikirkan cara agar mendapat maaf dari seorang Adeeva Prilly.
.
.
.
.
.
Tbc..!
Please vote⭐️ and comment📨

Seputih Melati Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang