SM-15

1.3K 109 0
                                    

Prilly masih terdiam merenungi apa sebenarnya yang salah dengan dirinya. Gengsi? Sudah ia turunkan, meski hanya sedikit.

"Pril," panggil Dahlia setelah melewati suasana saling diam-diaman akhirnya Dahlia memutuskan untuk membuka suara terlebih dahulu.

"Ya?" Prilly menggeser tubuhnya agar lebih menyamping memudahkan akses komunikasi antara dirinya dan Dahlia.

"Lo tau gak? Ali itu cinta sama lo, cinta banget. Dia takut buat ngakuin itu semua, bukan karena dia pengecut. Tapi dia takut setelah kalian putus atau setelah kandasnya hubungan kalian, kalian malah saling diem-dieman, dia gak mau dulu yang saling perhatian dan deket banget sedekat Bumi dan Bulan malah gara-gara kandasnya suatu hubungan menjadi jauh-sejauh manusia di Bumi dan bintang." Prilly tertegun mendengar penjelasan Dahlia, ternyata selama ini pikiran negatif yang memenuhi relung hati maupun pikirannya sangat bertolak belakang dengan fakta yang baru diketahuinya barusan.

"Tapi gue capek diginiin tanpa ada kejelasan status, entar pas gue ngaku pacaran eh ternyata dia nganggep gue sebatas sahabat doang." Dahlia menganggukkan kepalanya.

"Iya, kalo gue jadi lo, gue juga bakal gak mau digantungin. Tapi apa lo bisa jamin setelah putusnya kalian, kalian akan berlagak layaknya tidak terjadi apa-apa? Bahkan belum pacaran aja, kalian udah duluan diuji keseriusan masing-masing. Tapi lo sendiri yang nyerah, lo selalu berharap agar Ali yang terus berjuang, terus dan terus."

"Gue sama sekali gak berpikir kayak gitu. Gue takut Rassya bakalan kecewa karena gue yang dengan gampangnya memaafkan orang yang udah ngebunuh dia." Dahlia tak habis pikir dengan prilaku Prilly selama ini.

Jelas-jelas Ali tidak sepenuhnya bersalah, namun Prilly selalu saja mencari dan terus menggali kesalahan Ali yang lampau.

"Kalo suatu hubungan hanya salah satu yang berjuang itu gak bakal tahan lama, Pril. Lo juga harus berjuang, kalian sama-sama berjuang."

"Gue bingung, udahlah jangan bahas hubungan tanpa kejelasan status ini dulu. Lagian apa Ali bakal balik lagi ke Indonesia?" Prilly tak mau ambil pusing, baginya kepulangan Ali lebih penting diatas segalanya.

--------------------------------------------------------------------

"Me..melati? Lagi?" Prilly melirik sekitarnya bingung, sudah beberapa hari ini ia diteror oleh setangkai melati.

Prilly tidak ingin barang pemberian Ali–meski ia ragu bahwa melati itu pemberian Ali–dibuang sia-sia lagi seperti dulu. Ali masih belum masuk ke sekolah karena kesehatannya yang masih dalam tahap pemulihan.

"Pril." Prilly terlonjak kaget saat menyadari panggilan dari..Fandy. Orang yang sudah 2 tahun belakangan ini meninggalkannya.

"Lo? Buat apa lagi lo kesini?" Sinis Prilly.

"Gue mau minta maaf," Prilly mengernyitkan dahinya bingung.

Apa dia mau ngakuin kalo selama ini dia dalang dibalik kematian Rassya? Terka Prilly dalam hati.

"Akhirnya," lega Prilly.

"Akhirnya? Uhm, gue cuma mau minta maaf karena udah hilang dan ninggalin lo saat lagi terpuruk, itu bukan kemauan gue." Prilly hanya tertawa remeh.

"Udah lewat, gak ada manfaatnya lagi kehadiran lo sekarang." Prilly sangat gemas menunggu klarifikasi dari Rassya sendiri.

"Gue juga mau jujur," ujar Fandy dengan nada rendah.

"Gue yang ngerekayasa semua ini." Lanjut Fandy.

Mungkin tugas seperti ini adalah hal kecil bagi Dahlia yang pandai membaca gerak-gerik orang lain, tapi tidak untuk Prilly. Dia sempat curiga, namun tidak berlangsung lama karena perhatian dan kasih sayang Fandy yang mendukung aktingnya.

"Udah gue duga." Prilly menyenderkan dirinya merapat ke dinding.

"Papa dan mama iri sama orang tua lo yang selalu sukses, mereka iri karena papa lo yang selalu berhasil mendapatkan apa yang dia inginkan. Sedangkan bokap gue harus bekerja susah payah dulu bahkan kadang hal yang diinginkan gak tercapai. Dari situ nyokap dan bokap gue selalu mupuk kebencian dalam benak gue. Gue..gue jatuh cinta sama lo, Pril. Meski gue tau perasaan ini terlarang dan gue juga yakin lo gak mungkin mencintai gue, gue udah lama sadar akan hal itu. Sebenarnya, Anjani–adik Fandy–jatuh cinta sama Rassya dan disitu awal kehancuran Anjani saat mengetahui bahwa Rassya menolaknya dan memilih lo. Gue juga benci sama Rassya yang bisa mendapatkan cinta dari lo. Dari situ kebencian bokap makin meningkat sama keluarga lo. Niat awal ngebuat lo jadi tameng, usahanya itu gagal saat Rassya mengetahui segalanya dari mulut Anjani sendiri. Rassya merelakan dirinya demi lo, dia rela mati demi lo. Tapi anak buah bokap salah taktik dan dia malah nembak Rassya, harusnya yang dibunuh itu lo!" Mengalirlah cerita asal mula kebencian Fandy dan seluruh anggota keluarganya.

Prilly menutup mulutnya tak percaya, ia mati-matian berusaha agar air matanya tak menetes. Bagaimana mungkin paman dan bibi yang selama ini selalu penuh kasih sayang ternyata mempunyai niat lain dan bagaimana mungkin Fandy ternyata mencintai Prilly?

"Lo bejat, keluarga lo benar-benar bejat. Apa yang harus diirikan? Bokap gue selalu optimis dan pantang menyerah untuk menggapai hal yang diinginkannya, bukan menunggu hal itu tercapai tanpa ada usaha apapun. Kalo bokap lo nganggap bokap gue itu selalu sukses itu salah, salah besar. Dari kesalahanlah kita bisa belajar untuk menjadi lebih baik begitu juga dengan bokap gue. Mungkin gue bukan Tuhan yang dengan gampangnya memaafkan lo, tapi perlu lo ingat. Bagaimana pun bejatnya keluarga elo, kita tetap saudara." Prilly berlari sekuat tenaga ingin menumpahkan segala kegundahannya.
.
.
.
.
.
Tbc..!
Please vote⭐️ and comment📨

Seputih Melati Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang