"Gue mau ke sek–" ucapan Ali terhenti saat merasa dirinya sedang ditatap tajam oleh Kevin.
"Lo ngeyel banget sih, ini semua demi kebaikan lo. Kalo bukan karena gue mentingin kesehatan lo, udah dari tadi gue anter lo ke sekolah." Kevin benar-benar kesal dengan tingkah Ali yang semakin lama semakin keras seperti batu.
"Terserah lo deh, Li. Gue capek." Kevin beranjak pergi meninggalkan Ali seorang diri di tempat praktek tersebut.
"Maaf deh, Vin. Gue cuma rindu sama dia, udah itu aja," ujar Ali sendu.
"Terserah, gue gak bisa lama-lama disini entar keburu bel," jawab Kevin enggan menatap Ali.
"Iya, gue gak ngeyel lagi. Mending lo ke sekolah duluan aja, entar gue naik ojek aja." Ali juga kesal dengan Kevin yang seperti berniat menghalang-halangi pertemuannya dengan Prilly.
"Terserah deh." Kevin benar-benar pergi meninggalkan Ali yang kini juga memilih untuk menunggu angkutan umum yang berlalu lalang.
----------------------------------------------------------------
"Dih, sebel." Ali mengacak-acak rambutnya kasar. Ia benar-benar kelihatan seperti wanita yang sedang didatangi tamu bulanan.
"Atau gue ngasi Prilly kejutan aja?" Gumam Ali memutar otak.
"Mungkin gak diterima?" Tanya Ali lirih.
"Coba aja dulu," lanjut Michelle.
Ali menatap Michelle dengan tatapan terkejut, "lo? Sejak kapan disini?"
"Sejak lo bilang sebal-sebel," ujar Michelle jutek.
"Gue musti ngapain coba? Gue kangen banget sama Prilly." Ali mengacak rambutnya frustasi, lagi.
"Mending lo ngasih dia sesajen kayak biasa tapi lo jangan muncul ke permukaan dulu," usul Michelle.
"Kenapa enggak gue kasih secara langsung aja?"
"Udah, lo ikutin saran gue aja dulu."
"Ya udah, deh kalo gitu." Ali hanya menghela napasnya.
"Lo gak ke sekolah, Chel?" Tanya Ali.
"Entar pas istirahat gue baru dateng, istilah kerennya sih bolos beberapa segmen." Ali hanya terkekeh melihat Michelle yang menjadi lebih supel, meski hanya sedikit.
"Entar gue titip melati deh, tapi jangan bilang itu dari gue. Dan inget! Naruhnya pas Prilly gak ada di kelas," pesan Ali.
"Iya, iya. Ribet banget sih," gerutu Michelle.
Seputih Melati
"Me..melati?" Prilly menatap setangkai bunga melati di atas mejanya nanar.
"Dahlia. Dahlia," pekik Prilly.
Dahlia yang mendengar teriakan keras Prilly dari dalam kelas berlari tergopoh-gopoh menghampiri Prilly.
"Ada apaan sih? Kenapa teriak-teriak coba?" Dahlia membulatkan matanya tak sengaja menangkap setangkai melati yang tertata sedikit serong di atas meja Prilly.
"Dia kembali." Prilly memeluk Dahlia kencang.
Dahlia hanya tersenyum samar, "dia kembali demi lo."
"Demi gue?! Ah, Dahlia. Gue bahagia banget." Prilly melompat girang.
"Eh, sekate-kate banget mulut lo itu. Gue yang lewat di depan aja sampe kedengaran tuh teriakan lo. Nyocot aja mulut lo itu," Ricu mengutuk teriakan Prilly yang sangat keras.
"Jin Tomang," teriak Prilly kencang.
"Apaan sih Cabe Rawit?" Ricu hanya memasang tampang tak berdosanya.
Wajah Ricu yang dibuat semenggemaskan mungkin membuat Prilly sedikit risih. "Diem di tempat, jangan bergerak!"
"Eh, diem-diem, iya gue diem di tempat. Ada apaan sih?" Ricu masih tak menyadari bahwa dirinya sedang dikibulin.
"Kirun mana coba?" Prilly celingak-celinguk pura-pura mencari demi kelangsungan aksinya.
"Kagak tau, eh kagak tau." Entah sejak kapan dan dari mana asal mula Ricu yang mendadak latah, tapi Prilly tak peduli akan hal itu.
"Lo tunggu sini dan jangan kemana-mana sebelum gue kembali. Gue mau nyari Kirun dulu, inget jangan kemana-mana!" Ricu hanya mengangguk mengerti, Dahlia terkekeh melihat jalannya kerja otak Ricu yang dibawah rata-rata.
"Emang enak gue kibulin," gumam Prilly sebelum benar-benar pergi meninggalkan Ricu yang tak berkutik di tempat.
"Sekarang kita mau kemana?" Tanya Dahlia saat menyadari dirinya dan Prilly yang berjalan tak karuan menyusuri koridor sekolah.
"Apa yang ngirim melati itu benar-benar Ali? Atau?" Prilly menggantungkan kalimatnya.
"Atau gimana? Lo kira Fandy?" Dahlia hanya tersenyum samar.
"Gue makin bingung sama keberadaan Fandy yang gak karuan, timbul-hilang timbul-hilang mulu."
"Dan kemunculan dia kali ini benar-benar membuat gue curiga kalo dia dalang dibalik kematian Rassya," lanjut Prilly menyimpulkan isi logikanya.
"Itu juga menurut opini gue dan Jessica, sejak dulu pertama kali gue ketemu dia. Ada yang beda dalam tatapannya, ada kesedihan dan kekecewaan teramat mendalam namun ditutupi sama kebencian. Ada yang aneh gak menurut lo?"
"Ini benar-benar bakal jadi teka-teki buat kita kedepannya, tapi gue gak terlalu merhatiin apalagi meneliti matanya. Habisnya gue bukan orang yang peka dan bisa ngelihat apa aja makna yang terkandung dalam matanya."
"Dan karena kepekaan lo yang terlalu rendah, itu ngebuat masa depan yang harusnya cerah tanpa ada luka lama malah sebaliknya. Lo dirundung rasa yang gak karuan sehingga ngebuat orang yang benar-benar harus lo hargai keberadaannya malah lo abaikan." Dahlia benar, Prilly terlalu mementingkan perasaannya ketimbang logika.
"Saat itu gue kalut, benar-benar bimbang. Di mana gue ngelihat dengan mata kepala sendiri kalau Ali nekad nyelamatin Rassya padahal pelakunya udah nodongin pistol di kepala Rassya. Gue takut kalau gue ngebela Ali, Rassya bakal sedih." Prilly mendongak ke atas berusaha menahan agar buliran air matanya tidak tumpah ruah.
"Rassya gak bakal sedih, Pril. Dia malah akan lebih sedih kalau lo gak ngakuin hati lo ke Ali, dan kalau sampai itu terjadi berarti lo udah sia-siain kesempatan kedua."
Prilly terdiam.
.
.
.
.
.
Tbc..!
Please vote⭐️ and comment📨
Sorry saya updatenya agak lama dari biasa karena saya juga ada kepentingan pribadi dan kebetulan saat itu lagi unmood. Semoga part kali ini bisa mengobat rindu kalian:)
KAMU SEDANG MEMBACA
Seputih Melati
Fanfiction[Completed] "Gue gak mau berharap lebih, gue cuman berharap kesalah pahaman di masa lalu bisa membuat hati lo seputih melati ini." "Dengan beribu melati pun, kesalahan lo yang dulu tetap pernah menjadi belati tajam yang menyayat hati gue." Kesalah...